"Jalan aja aja yuk, gapapa kan?" jawab Layla sembari memainkan HP-nya. Ternyata secangkir itu mengingatkan janji yang pernah diucapnya kepada Tama beberapa waktu lalu ketika bertemu di Pasar.
"Siaaap, gapapa lah. Yang penting ndoro bisa menikmati." Hibur Rendi yang melihat Layla sedikit gelisah. Dan niat Layla untuk menghubungi Tama pun tertunda dan segera memasukkan kembali HP-nya ke kantong.
Mereka berdua pun mulai berjalan menapaki jalanan desa sembari sesekali mengambil foto keindahan yang menyapa. Cahaya mentari yang tertutup kabut menjadi tantangan tersendiri bagi para fotografer muda ini untuk dapat memaksimalkan gambar yang didapat tanpa mengurangi kealamiannya.
***
"Tam, itu bukannya Layla yaa?" kata Antok dengan nafas yang terengah-engah setelah berlari turun dari atas.
"Hah, Layla? Masa sih!" jawab Tama sedikit tak percaya jika Layla berada di kaki Gunung ini.
"Jangan Kau coba menghiburku, setelah Kau mengingatkan akan rindu lewat sekuntum bunga tadi." Gumam Tama dalam hati.
"Laaaaa....." teriak Antok dari lereng bukit.
Layla dan Rendi pun segera menengadah ke atas. "Bukankah itu Antok, sepertinya habis muncak dia." Kata Rendi melihat si Antok yang terlihat heboh dengan lambaian tangannya. "Eh tunggu, siapa itu yang dibelakangnya. Tama?" lanjut Rendi.
"Hah, Tama! Kenapa tiba-tiba mesti bertemu dengannya? Disini? Apakah karena ingatanku tadi yang memanggilmu? Tapi, aku kan belum menyapamu." Kata Layla dengan mati gaya dalam hati.
"Haaaaaaa, Antooookkk..." sontak Layla berteriak untuk menghilangkan kegugupannya.