"Percayalah... aku akan menghapus rasa kecewamu itu. Menjadikanmu pelangi setelah hujan bercampur petir.Â
"Maaf, kecewaku terlalu dalam untuk menelan semua janji-janji manis."Â
"Buktikan, jika memang kau serius akan menjalin bahagia bersamaku. Merajut kembali rasa yang telah tercabik-cabik rindu darinya."
Lajutnya.Â
"Baik ... tunggu waktu yang tepat."
"Mau sampai kapan!"
"Besok, lusa, minggu depan, tahun depan atau menunggu kau mati membawa semua janjimu itu!" Lanjutnya.Â
Aku kembali menunduk, diam, mulutku terasa kaku.Â
"Tak usah putus asa begitu, aku hanya belum bisa membuka hati. Hingga waktu berhenti, sampai detik tak lagi bergerak. Mungkin."
"Aku tak akan menyiakan waktu. Bahkan akan kupaksa waktu ini selalu berputar, meskipun aku harus tersayat oleh jarum jam, bahkan jika mati adalah pilihan, aku akan menyanggupi itu."Â
"Duh, tidak usah melebih-lebihkan. Dasar bodoh! Untuk apa kau mati untuk memperjuangkan cinta yang tak pasti?"