"Gue akan istikharah, Zan. Makasih dukungannya."
Farzan menepuk-nepuk bahu Maher untuk menguatkan tekad sang sahabat.
***
Ucapan hamdalah memenuhi aula masjid Ar-Rahman begitu kata sah terdengar setelah akad nikah selesai diikrarkan. Senyum lega seketika menghiasi wajah pengantin pria.Â
Tak lama pengantin wanita hadir diiringi kedua orang tuanya. Ia mencium punggung tangan sang suami dengan takzim dan dibalas dengan kecupan lembut di dahinya.
Maher, sang pengantin pria, memandang ke arah kursi khusus keluarga. Di salah satu kursi itu, Farzan duduk di antara keluarga dekat pengantin.
Berbaju batik tangan panjang, Farzan semakin tampan. Maher melempar senyum ke arah sahabat terbaiknya sambil mengangkat tangan kanannya yang membentuk huruf "o" dengan menautkan jari telunjuk dan jempolnya. Farzan membalas dengan senyum lebar dan jempol tangan kanan yang ia angkat setinggi bahu.
Maher sangat bersyukur memiliki sahabat seperti Farzan. Di saat ia membutuhkan teman, Farzan datang di saat yang tepat dan membuatnya sadar bahwa hidup akan sangat merugi jika dilewati dengan perbuatan sia-sia. Selain itu, sahabat terbaiknyalah yang berhasil meyakinkan dirinya untuk menyunting Inara menjadi teman hidupnya.
Begitu pula dengan Farzan, ia bersyukur karena Maher selalu mengambil keputusan yang sejalan dengan kemurnian Islam. Farzan yakin Maher akan semakin kuat imannya dan cemerlang kariernya, bila didampingi istri salehah seperti Inara.
Ya, Farzan yakin untuk kebahagiaan sahabatnya, meskipun ia tidak tahu kapan luka di hatinya akan mengering karena melepas wanita yang selama ini ia kagumi dan cintai. Cinta itu tersimpan rapat hingga hanya ia dan Rabbnya yang tahu.
~ Selesai ~