***
Waktu berlalu sangat cepat. Farzan dan Maher sudah menjadi sarjana hukum. Di tahun yang sama, Inara pun lulus sebagai sarjana psikologi.Â
Maher bekerja di sebuah kantor advokat milik pamannya di Bandung. Sedangkan Farzan menjadi dosen di sebuah universitas swasta di Jakarta. Inara sendiri tetap di Jogja dan mengabdikan diri di sebuah lembaga sosial.
Meskipun Farzan dan Maher sudah memiliki kesibukan yang berbeda, mereka tetap bertukar kabar melalui telepon atau hanya sekadar melalui pesan. Sesekali mereka sengaja membuat janji untuk bertemu di Jogja. Mereka pulang untuk saling melepas rindu dan berjalan-jalan untuk bernostalgia.
Seperti sore itu, Farzan dan Maher bertemu di sebuah cafe dekat kampus mereka untuk mengenang masa-masa menuntut ilmu di sana. Dua sahabat itu sangat asyik berbincang-bincang, Sesekali mereka tertawa mengenang kejadian lucu yang pernah mereka alami.
"Her, lo masih rajin ikut kajian, kan?" tanya Farzan sambil mengambil pisang bakar keju dengan garpu.
"Masih, dong!"
"Kirain lo cuma mau ngaji kalo ada Inara doang."
Maher tertawa, tetapi tangannya meninju lengan Farzan perlahan.
"Eh, gimana kabar Inara sekarang?" Tiba-tiba raut wajah Maher berubah serius.