"Hai, kamu lupa, ya?" tanya Ihsan disertai tawa.
Alina masih bingung. Mulutnya terbuka dengan dahi berkerut.
"Alina, kamu beneran nggak ngenalin aku? Aku Ican, Na."
"Ican?" Alina masih terlihat bungung. Namun, lima detik kemudian, "Ican!" Aruna berteriak sambil membulatkan matanya.
"Kamu pangling, ya, lihat aku? Makin ganteng, kan?" ujarnya menggoda Alina.
Gadis itu memonyongkan bibirnya membuat Ihsan tertawa lebar melihat reaksi gadis yang terakhir ditemuinya sepuluh tahun lalu itu. Alina sudah banyak berubah, tetapi Ihsan melihat sifat  manja gadis itu belum hilang.
"Eh, sebentar, aku panggil ibu dulu, ya. Kamu duduk dulu."
Bersamaan dengan itu Bik Inah datang sambil membawa minuman dan pisang goreng hangat.
"Silakan, Neng, diminum dulu tehnya, Â pumpung masih hangat." Bik Inah mengangsurkan cangkir yang baru saja dituang teh manis hangat.
"Makasih, Bik," ucap Alina sambil tersenyum.
Tak lama Ihsan kembali bersama seorang ibu paruh baya. Melihat kedatangannya, Alina bangkit dari duduk kemudian menghampiri wanita itu. Alina meraih tangan Bu Halimah dan menciumnya takzim. Bu Halimah membalas perlakuan Alina dengan pelukan hangat.
"Wah, Alina sekarang sudah jadi gadis cantik." Bu Halimah tersenyum sambil menarik tangan gadis itu untuk duduk. "Apa kabar ibu dan adik-adikmu?"