"Alhamdulillah, baik. Bapak mana, Bu?"
"Bapak masih di toko, biasanya jam 5 sore baru tutup. Na, ibu ikut berduka, ya, atas wafatnya ayahmu," ujar Bu Halimah dengan wajah penuh simpati.
"Terima kasih, Bu. Insyaallah ayah udah tenang di sana."
"Ya, ayahmu orang baik. InsyaAllah dia mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah." Bu Halimah mengaminkan diikuti Alina dan Ihsan.
"Na, ibu ke dapur dulu, ya. Ibu mau menghangatkan makanan untuk Bapak."
"Boleh Alina bantu, Bu?" Alina menawarkan diri.
"Nggak usah, ibu dibantu Bik Imah. Kalian ngobrol aja."
Bu Halimah meninggalkan Alina dan Ihsan yang kembali larut dalam obrolan, mengenang masa-masa ketika menjadi tetangga sepuluh tahun lalu. Sesekali mereka tertawa ketika mengingat kejadian-kejadian lucu di masa kecil mereka.
Ihsan sangat ingat bagaimana manjanya gadis itu di masa kanak-kanak. Alina kecil tidak pernah mau kalah. Gadis kecil itu akan ngambek jika ia kalah dalam permainan kemudian pulang sambil menangis.
Sebagai tetangga, mereka memang dekat. Keluarga Ihsan yang ketika itu dalam kesulitan ekonomi sering sekali mendapat bantuan dari keluarga Alina yang pada masa itu hidup dalam kondisi serba cukup.
Sesekali Ihsan yang kala itu menginjak usia remaja sering dimintai tolong keluarga Alina untuk membersihkan kolam ikan, merawat tanaman, atau pekerjaan ringan lainnya. Ayah Alina akan memberinya uang yang kemudian ia tabung.