Mohon tunggu...
Tatiek R. Anwar
Tatiek R. Anwar Mohon Tunggu... Penulis - Perajut aksara

Penulis novel Bukan Pelaminan Rasa dan Sebiru Rindu serta belasan antologi, 2 antologi cernak, 3 antologi puisi. Menulis adalah salah satu cara efektif dalam mengajak pada kebaikan tanpa harus menggurui.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Asa yang Terenggut

30 Desember 2021   14:05 Diperbarui: 30 Desember 2021   15:31 284
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Pukul 06.00, Hadi sudah di pasar. Tiga bulan sudah sang ibu menghadap Ilahi, ia tidak bisa selamanya menggantungkan harapan di saat orang lain pun mengalami kesulitan yang sama. Keadaan membuatnya harus berusaha untuk memenuhi kebutuhan diri dan adik-adiknya. Pekerjaan apa saja ia lakukan, membersihkan kebun tetangga, menguras aquarium, menjadi ojek payung atau seperti hari ini, menawarkan jasa membawakan tas orang-orang yang telah berbelanja.

Hadi kini menjadi tulang punggung keluarga yang menanggung kedua adiknya. Sebenarnya Hadi tidak sendiri, ia mempunyai kakek nenek dari ayahnya, tapi mereka sudah lama tidak terhubung. Pernikahan kedua orang tua Hadi tidak disetujui oleh orang tua Fery hanya karena berbeda suku. Sedangkan Ratih sudah yatim piatu, kedua saudaranya tidak bisa diharapkan karena mereka pun hidup kekurangan.

Pasar modern dekat rumah Hadi seakan tidak ada bedanya dengan masa sebelum pandemi, tetap ramai. Masing-masing sibuk dengan kepentingannya, sebagiannya tampak terburu-buru, mungkin karena masih ada urusan lain yang harus diselesaikan.

Tidak banyak orang yang membutuhkan jasanya. Mereka sebagian membawa tas dengan troli sehingga memudahkan mereka membawa barang belanjaannya. Sebagian lagi belanja dengan anggota keluarga lain atau asistennya.

Seorang wanita muda berjalan tergesa dengan tangan penuh belanjaan, tampak repot sekali. Sesekali terlihat bibirnya mengomel.

Hadi melihat wanita dengan belanjaan seabrek itu, kemudian menghampiri dengan tujuan menawarkan jasa angkut. Remaja yang merelakan sarapan pagi untuk kedua adiknya itu berbunga hatinya. Sudah dua hari ini mereka makan hanya dengan kecap yang dibelinya di warung dekat rumahnya. Dengan penuh harap, didekatinya wanita muda itu.

"Pagi, Tante. Mau saya bantu bawain belanjaannya, Tante?" tawar Hadi ramah.

Vanya, wanita muda yang dipanggil tante, mengamati remaja tanggung itu. Kulit remaja itu yang putih dan bajunya yang tampak bersih, membuatnya tidak percaya. Vanya sudah merasakan ditipu oleh orang lain hanya karena penampilannya yang meyakinkan. Ia pun pernah dicopet oleh pemuda yang terlihat santun dan sopan. Kini, ia tidak akan mudah percaya lagi. Lebih baik ia bersabar menunggu asistennya datang.

"Maaf ya, Dek, Tante lagi nunggu si Mbak," tolaknya halus.

Kecewa seketika menggelayuti Hadi, harapan membawa makan untuk adiknya, pupus sudah. Namun, ia tidak menyerah. Kebetulan gerimis turun, Hadi kembali menawarkan jasanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun