Mohon tunggu...
Cerpen Pilihan

Tergantungnya Mata Mungil

6 November 2018   12:16 Diperbarui: 6 November 2018   13:43 1745
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
foyo Imam Sainusi, Pesantren Nuris Jember

***

Presiden telah berganti sebanyak tiga kali dengan satu presiden menjabat sebanyak dua kali. Mata mungil... lama sudah tak pernaha kupanggil nama itu lagi. Berjalannya waktu ia semakin besar. Mata mungil yang kusukai itu telah berubah menjadi mata tajam yanh beribawa. Kamar yang biasa menjadi tempat kami bermain dan mengaji kini telah berubah menjadi ruang kosong tak berpenghuni. Aku tak marah ia pergi. Kuyakin suatu saat nanti kami pasti bersua. Hanya saja rinduku ini benar-benar mencekik.

aku berkarat dibalik pintu. Memang dunianya kini telah berubah. Tetapi tetap kuyakin ia pasti kembali. Jika ada yang bertanya 'dimana mata mungilmu?' Akan kujawab dengan hati ikhas,

'ia tengah tergantung. Kopiah lain memang telah menggantikan posisiku. Tetapi tetap kuyakin ia takkan pernah menggantikanku.'Menelan ludah perih rasanya.

Dhamar berkelebat redup terang. Listriknya hampir habis. Mungkin dompetku lupa membayar biaya listrik. Pantas saja setiap terduduk di atas lantai serasa ada yang mengganjal di saku celanaku. Udara berhembus dingin penuh sesak embun rindu. Lailahaillah... Subhanallah... dzikir hari yang menua. Dilihat mata dari balik jendela yang usang dunia terlihat lesuh. Tak ingin berbohong jika mereka juga ikut merasa jengah. Langit memuntahkan isinya, perang antar samudra membuat mereka saling memisahkan diri. Bumi terbatuk. Kopiah berkarat itu bergeming,

            " Bumi sekarat, benar kawan?"

Kembali kuseka air mata yang menjorok ke ulu hati ini. Pintu selalu terbuka untuknya. Aku akan tetap menunggu.

" Lama sekali ya?" seseorang mengejutkanku dengan suara tegasnya. Tubuhku yang usang mendebu namun ia berhasil menemukanku. Terlihat luka bekas lilitan yang menggantungnya. Kataku melebur, dalam hati kuucap syukur...

Pongah terkurung dalam jahannam...

Hati ikhlas menabung kata...

Lamat-lamat namun kuat...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun