Adanaya filosofi Hanacaraka bukan hanya simbol huruf yang digunakan untuk huruf baca menggambarkan sosok Ajisaka yang kuat dan perkasa, tenang namun dapat menghanyutkan. Ajisaka mendengar kedua abdinya tewas. Ajisaka pun menyesali apa yang telah dilakukannya. Lantas untuk mengenang, ia melantunkan pantun Hanacaraka yang penuh makna:
- Ha Na Ca Ra Ka Ada sebuah kisah
- Da Ta Sa Wa La Terjadi sebuah pertarungan
- Pa Dha Ja Ya Nya Mereka sama-sama sakti
- Ma Ga Ba Tha Nga Dan akhirnya semuanya mati
Sumber lain membicarakan, bahwa filosofi dari Hanacaraka ini dipaparkan sebagai berikut:
Ha, “Hana hurip wening suci” (Adanya kehidupan adalah kehendak dari Pencipta)
Na, “Nur candra, gaib candra, warsitaning candra” (Pengharapan manusia hanya selalu kepada sinar Ilahi)
Ca, “Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi” (Arah dan tujuan pada Yang Maha Tunggal)
Ra, “Rasaingsun handulusih” (Rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani)
Ka, “Karsaningsun memayu hayuning bawana” (Hasrat diarahkan untuk kesejahteraan alam)
Da, “Dumadining dzat kang tanpa winangenan” (Menerima hidup dengan ikhlas)
Ta, “Tatas, tutus, titis, titi, lan wibawa” (Mendasar, totalitas, satu visi, ketelitian dalam memandang hidup)
Sa, “Sifat ingsun handulu sifatullah” (Mewujudkan sifat kasih sayang seperti kasih Tuhan)
Wa, “Wujud hana tan kena kinira” (Ilmu manusia hanya terbatas namun implikasinya bisa tanpa batas)