Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Pemimpin Bodoh Rakyat Pasti Dominan Bodoh, Rakyat Bodoh Tak Mungkin Paham Pemimpin Pintar

5 Maret 2021   14:54 Diperbarui: 5 Maret 2021   14:57 1057
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar paxabay

Keberadaan suatu bangsa ditentukan secara mutlak oleh para pemimpin politik di negara yang bersangkutan. Namun perlu digaris bawahi bahwa pemimpin partai politik akan mendominasi hegemony kekuasaan politik bila sistem politik diluar batasan sistem demokrasi.

Kenapa penulis membedakan pemimpin politik dan pemimpin partai politik?

Di negara-negara yang demokrasi sudah baik dan masyarakat hidup dengan standar mampu memenuhi kebutuhan primerynya, pemimpin partai politik itu tidak secara mutlak menjadi dominasi calon presiden atau calon kepala daerah. Kenapa?

Pertama, Secara mental dan moral  pendidikan politik rakyat mengarah pada sistem bernegara, sehingga mereka yang terjun ke partai politik kualitasnya adalah warga masyarakat yang baik, berkesadaran dengan fungsi partai politik dan tujuan mereka sebagai negarawan, sehingga mereka dituntut untuk belajar dan mampu mengajarkan rakyat dalam berpolitik dan bernegara. 

Jadi bukan sebaliknya rakyat yang harus mengajarkan anggota parlemen, anggota partai politik untuk bernegara karena sebahagian besar mereka tidak bernegara tetapi mengejar target bisnisnya diatas negara. Kemudian rakyat mengkritik fungsinya dan akhirnya menjadi pembelajaran bagi mereka.

Kedua, pimpinan organisai partai politik bukan komando anggota atau pemimpin perang untuk tujuannya, sementara yang lain hanya pembantunya, sebagaimana kita belajar secara alami dengan sistem organisasi politik awam. 

Karena kepemimpinan politik rakyat itu adalah kepemimpinan demokratis yang jauh dari dominasi sebagaimana pengelola kekuasaan kharismatik. 

Pemimpin dalam masyarakat demokratis hanya berfungsi sebagai kordinasi lintas anggota meskipun kemudian mereka dominan yang memberi perintah tetapi landasannya adalah sebagai agregasi anggota.

Ketiga, Dalam kekuasaan konstitusi partai politik juga terdapat lagi ruang yang demokratis yang menjadi filter seleksi siapa yang layak sebagai pemimpin diantara mereka. 

Maka dalam penentuan calon kepala negara dan daerah diselenggarakan konvensi untuk menentukan sebagai roll game yang fair dan terbuka. Karena itulah seleksi tersebut terjadi secara benar terhadap pemimpin rakyat melalui partai politik, dan karena itu partai politik tidak menghambat hak rakyat untuk menjadi pemimpin.

Justru karena itulah fungsi partai politik bisa berjalan sebagaimana keinginan rakyat yang tidak menjadi milik segelintir warga negara. Dengan begitu partai politik itu aman sebagai asset rakyat sipil bukan milik warga secara eksklusif.

Karena fungsi partai itu juga tentunya mampu memberi jaminan terhadap perjuangan hak-hak politik rakyatnya, maka partai politikpun meski jumlahnya terbatas tetapi masyarakat merasa puas memiliki meski 2 atau 3 partai politik saja.

Karena partai berorientasi pada kedaulatan dan kepentingan rakyat maka partai politik di negeri yang demokrasi yang kualitasnya sudah baik, masyarakat membayar iuaran anggota partai politik, bahkan mereka tidak akan menjadi anggota partai politik bila tidak bisa memberi iurannya sebagai anggota.

Dalam pandangan kita sebagai masyarakat dunia ketiga tentu hal ini terbalik dari politik kita. Padahal keberadaan dan pemikiran kita yang salah dalam berorganisasi partai politik. Kenapa?

Karena partai politik dalam konsepsi masyarakat kita sebagai jalur atau lembaga yang membuka lapangan pekerjaan. Jadi partai politik untuk masyarakat hanya sarana mencari pendapatan, sementara mereka yang memahaminya secara benar partai politik sebagai alat berpolitik. 

Hal ini begitu kontras dalam pemahaman bahkan dimasyarakat akar rumput masih menanyakan tentang berapa gaji ketika diajak bergabung ke partai politik.

Karena itu pemimpin politik butuh kerja keras untuk menjelaskan kepada rakyat dan mereka yang jahat akan menjawab tentang pertanyaan gaji dengan menggantungkan harapan mereka dalam kebodohannya. 

Setelah mereka paham tentunya mereka merasa dibohongi dan warga masyarakat yang bergabung ke partai politik sudah merasa terlanjur dan akhirnya jadi juga kader partai politik yang berbasis korban pembohongan politik.

Lalu, siapa yang bisa menjamin pimpinan partai politik bukan pembohong? Cara-cara yang ditempuh oleh pimpinan partai ini adalah cara pemimpin bodoh atau tertinggal yang tidak memperhitungkan politik jangka panjangnya dan politik bernegara. 

Sementara pimpinan politik yang pintar akan bekerja untuk mencerahkan masyarakat sehingga mereka tidak terjebak dalam pembodohan rakyat karena mensiasati mereka.

Lalu, siapa sebenarnya pendidik rakyat dalam politik? Jawaban sesungguhnya adalah pemimpin partai politik apalagi di negara yang kekuasaan ketuanya sebagaimana kekuasaan raja. Maksudnya dalam kehidupan rakyat yang bodoh?

Tetapi daerah-daerah dan negara yang dipimpin oleh pemimpin cerdas sudah pasti berdampak pada pencerdasan sosial dan negara sudah pasti akan maju dan partisipasi rakyat akan terbuka serta hak politiknya terpenuhi. Sehingga masyarakatnya bisa memahami pentingnya fungsi negara dan elemennya sehingga mereka merasa wajib berpolitik karena sebagai warga negara.

Justru karena pemikiran sudah terbuka dalam politik maka mereka rakyat tidak bisa lagi dibohongi oleh pemerintahnya. Dan karena itu pemerintah tidak berani berhadapan dengan rakyat apalagi wakil rakyat sendiri.

Pemahaman-pemahaman yang penulis sampaikan ini dapat diperbandingkan dengan realita politik kita dan perlu digaris bawahi bahwa ini adalah bentuk pendidikan politik rakyat dan upaya mencerdaskan rakyat yang mengganti tugas pemimpin seperti kepala daerah yang telah dipilih rakyat sendiri yang tidak memberikan pendidikan politik kepada rakyatnya karena mereka sesungguhnya malas atau tidak memiliki kemampuan sebagai pemimpin rakyat yang sesungguhnya. 

Namun mereka beruntung karena suara masyarakat masih dapat ditukar dengan uang dan fasilitas sebagaimana membeli rokok mobil dengan Rupiah, Dollar, Yen dan lain-lain.

Semoga kita sanggup melakukan peningkatan wawasan rakyat dalam politik agar sampai pada masanya dimana masyarakat bisa dan membalikkan kondisi demi perubahan untuk masa depan dan generasi dalam politik.

Bagaimana jika pemimpin bodoh? Pemimpin daerah dan negara yang bodoh akan menjadikan dirinya sebagai sebagai yang dipuja dan dikagumi, karena warga masyarakat terdidik jika mereka jumpa atau bertemu pemimpin maka pemimpin akan bermurah hati memberi sesuatu kepadanya. 

Tetapi pada masyarakat yang maju dan demokratis masyarakat bertemu dengan pemimpin kemudian menyampaikan sesuatu kepada pemimpinnya agar memperhartikan masalah hidup terkait dengan hidupnya atau masalah yang menjadi kendala dengan hidupnya.

Bukan meminta bantuan untuk masyarakat lingkungan dan dirinya karena mereka miskin. Tetapi mereka menyampaikan masalahnya kenapa mereka menjadi miskin dan tidak bisa hidup layak. 

Pemimpinan yang cerdas sudah pasti menaggapi masalah ini dengan penanganan yang komprehensif. Sementara pimpinan yang bodoh lebih bangga memberi bantuan tanpa menyelesaikan masalah, karena itu esok lusa masyarakatnya menghadapi masalah yang sama pada kebutuhannya.

Karena kebijakan semacam ini maka daerah dan negara menjadi boros luar biasa dalam pengelolaannya dan bahkan mereka sampai bangkrut karena masyarakat hidup secara alamiah tanpa produktifitas tanpa fungsi pemimpin dan pembinaan pemerintah yang seharusnya negara dan daerah berkewajiban untuk itu.

Pertanyaannya, apakah masyarakat memahami bahwa pemimpinnya bodoh? Tentu mereka tidak paham karena mereka sudah disogok dengan uang kecil dan ditipu dengan propaganda politik. 

Lagi pula mereka melihat pemimpin antara dermawan dan belas kasihan bukannya dalam konteks kemampuan pemimpin membangun masa depan rakyatnya. 

Ada juga masyarakat yang dijebak oleh pemimpinnya dalam perang, ada yang dilarutkan  dalam pembangunan gedung, bisa jadi pemimpin bukan menjebak rakyatnya tapi sebegitulah mereka memahami konsep pembangunan.

Karena itu pemimpin bodoh rakyatnya juga pasti bodoh, rakyat bodoh pasti melahirkan pemimpin bodoh juga. Apakah mereka paham bahwa diantara mereka bodoh. 

Tentu tidak mungkin memahami kecuali ada yang memang bekerja untuk menjadikannya pintar, sebagaimana konsultan dari negara yang jauh lebih maju dari negerinya. Sebagaimana menyewa konsultan pemenangan pilpres yang semua pasangan akhirnya mengambilnya dari Amerika Serikat. Maknanya apa?

Mengundang warga masyarakat negeri lain berkemampuan mendikte politik negeri kita meskipun dalam kapasitas profesional bukan antara negara dan negara atau negara yang satu menjajah negara lainnya. Tetapi lembaga politik profesional yang dipercaya.

Karena bagaimana mungkin kita yang bodoh mampu melihat dan mengenal orang pintar? Melihat kepintaran seseorang dalam politik dan memimpin juga butuh ilmu dan kepintaran, jika kita bodoh atau ramai yang bodoh dan sedikit yang pintar maka hanya sedikit sekali yang bersetuju dengan pembangunan versi pintar atau normal.

Karena itulah negara ysng bodoh akan terus menjadi bodoh karena mereka melawan pintar, bahkan mereka perang terhadap pintar dengan mengatakan janganlah pilih dan dukung pemimpin pintar karena akan menipunya. (kalimat ini juga bahagian dari pembodohan diri sendiri). 

Orang bodoh tidak bisa menandai pemimpin bodoh karena tampilan fisiknya bahkan lebih gagah dari pemimpin yang pintar.

Pemimpin bodoh memang tidak merencanakan berbohong kepada rakyatnya, namun karena ketidaktahuannya maka ia menjadi pembohong fatal dan akhirnya rakyat melarat dan menderita.

Salam

Oleh : Tarmidinsyah Abubakar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun