Mohon tunggu...
Tarmidinsyah Abubakar
Tarmidinsyah Abubakar Mohon Tunggu... Politisi - Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh
Akun Diblokir

Akun ini diblokir karena melanggar Syarat dan Ketentuan Kompasiana.
Untuk informasi lebih lanjut Anda dapat menghubungi kami melalui fitur bantuan.

Penulis adalah Pemerhati Politik dan Sosial Berdomisili di Aceh

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Kenapa Partai Politik Islam Selalu Kalah dalam Pemilu?

21 November 2020   19:44 Diperbarui: 22 November 2020   08:20 776
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengamati perkembangan partai politik di Indonesia yang terdiri dari beberapa jenis yang dominan dalam kualifikasi partai politik berdasarkan azas maupun sisi gerakan dalam mempengaruhi dukungan politik rakyat.

Tulisan ini dibuat untuk analisa sosial dalam perspektif politik negatif partai Islam, sehingga rakyat Indonesia dapat memahami kedudukannya dan kualitasnya dalam politik bernegara. Kemudian kader partai politik Islam dapat mencari jawaban atas issu yang berpotensi dikembangkan oleh lawan politiknya. Kemudian partai Islam bisa memberikan sesuatu yang lebih kepada rakyat, kemudian memilih mereka dengan dukungan yang lebih dominan.

Untuk memudahkan, penulis menyajikan landasan pembahasan yang menyajikan mereka sebagai  pemimpin politik yang mempengaruhi suara rakyat dengan ideology politiknya dan landasan berpikir beberapa hal sebagai berikut : 

Pertama, Islam adalah agama mayoritas yang penduduknya Indonesia sebahagian besarnya adalah beragama Islam.

Kedua, Partai Islam dalam setiap pemilu selalu ada dengan beberapa partai politiknya.

Ketiga, Pilihan partai politik orang Islam hanya antara partai berazas Islam dan Nasionalis. Jarang kita temukan ada partai agama lain yang menjadi konsisten, jikapun dulu pada pemilu 2004 tapi dukungan suaranya minor dan partai itu kemudian hilang dalam peredaran politik nasional.

Keempat, Data pemilu, dapat dilihat di google, bahwa rata-rata suara partai Islam dipemilu Indonesia, dimana total suaranya dibawah total suara partai Nasionalis.

Kelima, Pemimpin Politik Indonesia secara personal sebagai ketokohan yang berpotensi mempengaruhi politik Indonesia sebagai berikut : 

A. Partai Nasionalis :
Megawati Soekarno Putri (PDIP),  Dr. Soesilo Bambang Yudoyono (Demokrat), Golkar (Dengan Kelembagaannya).
Letjend. Prabowo Subianto (Gerindra Nasionalis Baru)

B. Partai Islam :
(PKS dengan kelembagaannya), (PKB dengan Pengaruh NU),
PPP (Partai Islam yang terlama)

C. Prof. M. Amien Rais (Dulu Nasionalis Religius dan sekarang dengan Partai Ummat yang berazas Islam).

Kenapa saya menyajikan data seperti ini, misalnya pemimpin politik, dengan nama-nama tokoh diatas? Karena mereka dominan mempengaruhi suara masyarakat Indonesia. Mereka membuat partai politik karena pada dasarnya mereka memiliki ideology untuk berpolitik. Jadi partai politik bagi tokoh tersebut  adalah alat politik, karena politik itu sangat luas bukan sebatas berpolitik untuk parlemen dan mencari jabatan sebagai pejabat dalam negara sebagaimana jabatan menteri dan lainnya.

Sementara partai politik yang bukan pada pendirinya sengaja kita tampilkan sebagai partai politik dan background kekuatannya serta layak menjadi pertimbangan pilihan politik masyarakat sebagaimana partai politik yang ada tokohnya.

Berikutnya referensi diatas adalah sebagai cara membuat tulisan ini agar masyarakat bisa melihat ke masa depan dan judul diatas untuk memahami sejarahnya.

Oleh karena itu perlu dipahami adalah bahwa politik suatu negara itu yang mempengaruhinya adalah pemikiran atau sering di katagorikan sebagai ideology (bermuara pada cara hidup bernegara) menurut pemikiran tokoh yang melakukannya. Ideology ini pada dasar keberadaannya adalah pada pemikiran orang atau tokohnya sama sekali bukan pada partai politiknya.

Bila kemudian suatu partai politik tanpa pendirinya atau pembawa ideologynya, maka para pengurus dan pimpinan di dalam partai itu tidak beda menggunakan partai sebatas mengejar prestasi dalam kelembagaan dan manajemen partai politik bahkan mereka sesungguhnya dalam kondisi tidak berpolitik untuk merubah kondisi sosial apalagi merubah sistem bernegara dan hanya berpikir untuk nasib dan masadepan pengurusnya.

Lantas kalau kita berpolitik sebatas itu tanpa pemikiran politik bernegara secara fundamental, maka tidak berbeda dengan kualifikasi lembaga ormas yang batasannya mengurus urusan moralitas dan prilaku yang  dapat dikatagorikan sebagai sentimen yang hanya bisa mempengaruhi sebahagian kecil dalam politik dan tidak akan mempengaruhi sistem kehidupan rakyat secara signifikan sebagaimana pekerjaan perubahan dalam politik.

Tentu saja mereka belum mampu berpolitik sebelum ada seseorang yang menjadi pengganti yang seimbang dengan pemikiran pendirinya. Indikatornya masih memperlihatkan bahwa pemimpin partai politik yang sekarang, dalam perspektif nama besarnya belum sebanding dengan nama besar partai politiknya. 

Kecuali partai politik itu didirikan secara gotong royong tanpa mengetengahkan kebesaran nama tokoh pemilik ideologynya atau partai politik yang didirikan dalam waktu yang sudah lama dan sudah mengakar dalam kehidupan rakyat. 

Yang berlaku dalam partai politik yang tanpa pembawa ideologynya  tentu hanya menjalankan manajemen organisasi bukan kepemimpinan politik sebagaimana tokoh-tokoh yang lebih besar namanya dibandingkan partai politiknya. Atau boleh disebut karena nama besarnya maka partai politik itu lahir.

Sebenarnya untuk mengembalikan  kepercayaan rakyat Indonesia dalam politik dan bernegara, dan establishnya partai politik Islam maka masyarakat Indonesia bisa memilih arus politik dari ideology bernegara yang disajikan oleh tokoh-tokoh besar dalam politik dan juga partai politik yang secara kelembagaan tanpa pendirinya lagi atau tidak lagi dalam kekuasaan pendirinya.

Kenapa Partai Islam Kalah Pemilu dan Apa Masalah Yang Mungkin Menjadi Imagenya?

Kondisi partai Islam dalam ilustrasi publik rakyat Indonesia bisa dipandang sebagai alat kepentingan politik yang menimbukkan tanda tanya besar. Bisa saja warga masyarakat mempersepsikan sebagai wadah mencari jabatan kemudian mengikat dukungan secara primordialis tanpa pendukungnya berharap posisi tawar dengan partai tersebut atau kadernya yang dipilih untuk wakil rakyat atau pejabat lain.

Dalam persepsi ini tentu harapan bernegara hanya dikunci secara maksimal dalam kualitas beragama Islam. Sementara konstitusi negara Republik Indonesia lebih terbuka dengan tujuan pembangunannya untuk kesejahteraan rakyat dalam bernegara. Sedangkan pemerintah sebagai pelayan rakyat sebagaimana konsepsi negara demokrasi yang pemerintahan itu dipilih oleh rakyat itu sendiri untuk pelayanan bernegara dan membawa rakyat pada kepemimpinan yang diharapkan bersama.

Jika kita memantau partai politik Islam dalam aktivitasnya lebih terorientasi secara datar dalam batasan silaturrahmi dan sistem manajemennya yang berorientasi pada penundukan dengan ukuran-ukuran ketaatan kepada agama Islam. 

Sehingga ada kesimpulan bahwa tujuan politik akan berhenti pada tujuan yang datar berupa sentimen moralitas baik dan buruk warga negara, tentu saja hal ini tidak merubah cara-cara yang lebih baik dalam hidup bernegara dan mencapai tujuan bernegara.

Pada tahapan ini maka imagenya terorientasi pada batasan bernegara yang kemudian menghadapkan warga negara dengan hukum yang mengadili sekedar baik dan buruknya warga suatu negara bahkan ada juga yang membayangkan hukuman mati dengan pedang dan golok yang mengerikan. 

Berikutnya yang lebih ekstrim lagi, ada juga yang membangun opini publik negatif bahwa partai berazas Islam hanya menjual agama untuk mendapat dukungan politik. Kemudian mereka justru menganggap kader partai Islam menghalkan segala cara untuk sebatas dukungan mencari jabatan pada negara.

Inilah lubang menganga-nga yang sulit di jawab oleh partai Islam meski dengan seribu kata bahkan mulut berbuih untuk menjelaskannya dalam kepercayaan publik bernegara. Hal ini masih kita kaji dari batasan opini yang berpeluang dibangun oleh lawan-lawan partai politik lainnya yang tidak berazas Islam.

Hal berikutnya adalah, ketika partai politik mengatasnamakan Islam maka dibutuhkan kehati-hatian dalam prilaku dan pemimpinnya. Karena membawa nama semua orang lain yang mereka belum tentu meminta kita mewakilinya. 

Lalu lihatlah partai nasionalis, ketika kadernya melakukan prilaku tidak terpuji maka ada ruang maklum pada masyarakat. Apalagi mereka tidak mengkampanyekan issu-issu moralitas dan kesucian dalam politik dan tidak membawa nama agama ke dalam politiknya.

Sebagaimana suatu waktu yang lalu ada kasus yang melanda kader Golkar yang melakukan prilaku amoral kemudian terbuka ke publik yakni ketua Fraksinya Yahya Zaini. Kemudian pada masa-masa itu presiden PKS Lutfi Hasan terbongkar kasus-kasusnya dalam korupsi daging, maka yang paling membahayakan nama agama Islam menurut anda tentu anda paham. 

Tapi prilaku yang diluar batas dan menjijikan sebagai orang Islam tentu anda juga paham diantara keduanya yang tergolong paling mengacaukan dampaknya bagi Islam dan masyarakat juga anda pasti memahaminya.

Kemudian, silakan pelajari berapa banyak kasus amoral para politisi dan berapa banyak kasus korupsi yang terjadi oleh kader partai politik, bagaimana kader partai Demokrat secara berjamaah terlibat dalam korupsi ambalang dan lain-lain, tapi partai tetap saja masih establish. Demikian juga partai nasionalis lain, apakah PDIP atau Golkar dan Gerindra tapi ada ruang pemakluman dalam pandangan sosial karena mereka menjalankan azas nasionalis. 

Disinilah menjadi faktor yang menempatkan partai nasionalis menjadi lebih elegan dalam kehidupan yang flural. Sementara partai berazas Islam akan terikat dengan nilai-nilai yang bersih, suci dan karena mempertaruhkan kepercayaan ummat beragama. Maka jika pemahaman politik yang normatif belum dimiliki oleh masyarakat Indonesia tentu ada persepsi bahwa tidak ada pemimpin politik di Indonesia yang mampu menjaga nama baik Islam dengan sikap dan prilakunya sebagaimana nabi Muhammad memimpin.

Atas dasar itu, perjuangan partai politik Islam akan menjadi pertimbangan (berpotensi) dipilih apabila ada partai politik yang bisa menunjukkan konsep-konsep politik bernegara untuk perbaikan dan pelayanan rakyat secara adil, dan diyakini kemampuannya untuk membawa kehidupan rakyat pada tahapan kesejahteraan. Bukan sebatas sistem politik yang akhirnya berujung sebatas mengganti pemimpin yang dianggap kurang mendukung Islam dan menggantikan dengan pemimpin yang lebih mendukung Islam.

Karena kualitas manusia dalam beragama itu hanya Allah yang mengetahuinya, jadi tidak mungkin ada sebuah sistem sehebat apapun dibuat di negara manapun untuk mewakili dan mengganti mata Allah, apalagi dalam pekerjaan politik bernegara yang berbasis fluralis.

Hal ini adalah batasan berpikir yang paling negatif terhadap partai politik Islam yang bisa dibangun opininya oleh partai politik nasionalis dan politisi yang berpikir diluar partai politik Islam. Dengan begitu para pengurus partai politik Islam juga harus segera menyadari bahwa mereka bukan sebagai suatu wadah yang berwenang mengukur orang Islam lainnya dalam beragama.

Apalagi menimbulkan kelompok-kelompok yang mengintimidasi rakyat dalam bernegara dengan hegemony yang membawa nama agama Islam. Hal ini tentu saja akan menempatkan partai Islam diposisi yang lemah dalam positioning politiknya ditengah rakyat pemilih di Indonesia. Karena apa? Karena lawan politiknya mendapatkan celah untuk mengkampanyekan kelemahannya dan pada akhirnya masyarakat akan berpikir mencari alternatif yang lebih elegan dalam kaitan partisipasinya bernegara.

Alternatif itu adalah partai politik nasionalis yang kemudian kita lihat memenangkan hampir setiap pemilu di Indonesia. Demikian tulisan ini untuk menjadi materi diskusi bagi yang berkepentingan dalam politik dimasa depan.

Sekian***

Oleh : Tarmidinsyah Abubakar

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun