Mohon tunggu...
Tania Salim
Tania Salim Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Roman

Benarkah Cinta Itu Buta?

25 September 2024   06:00 Diperbarui: 25 September 2024   06:02 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

 

                                                                  "Who is that girl I see

                                                                     Staring straight back at me?

                                                                     When will my reflection show

                                                                     Who I am inside?".

            Kupandangi seraut wajah memelas yang terpantul dari cermin meja rias di kamarku. Siapakah wanita yang sedang menatapku ini? Kapankah akan terpantul kembali wajahku yang sesungguhnya?

            Dengan tak percaya kupandangi wajah tersebut. Kapan aku berubah menjadi seorang wanita dengan wajah  memelas seperti ini? Mata merah dan membengkak seperti mata orang yang kurang tidur akibat menangis semalaman.

            Terbayang kembali masa-masa indah yang kulalui bersama orang yang telah kupilih sebagai pasangan hidupku dalam suka maupun duka dan berharap bisa mengarungi bahtera kehidupan hingga akhir hayat.

            Namun tidak semuanya berjalan sesuai dengan keinginan kita.

            Setelah tamat SMA kulanjutkan kuliah di salah satu universitas ternama di kotaku dengan penuh semangat dan tekad kuat untuk bisa menjadi orang yang berguna dengan memanfaatkan ilmu yang kupelajari demi pengabdian kepada nusa dan bangsa.

            Singkat cerita, setelah menyelesaikan kuliah dan meraih gelar S1 segera kuabdikan ilmu yang kudapat di masyarakat.

            Tanpa disadari aku terkena panah asmara dari seorang duda tanpa anak yang usianya lebih tua sepuluh tahun dariku.

            Namun seperti kata orang, "Jatuh cinta berjuta rasanya," maka tenggelamlah aku ke dalam badai cinta yang memabukkan sehingga hilang kesadaranku.

            Menikahlah aku dengan pria idamanku tanpa berpikir panjang.

            Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak.

            Setelah beberapa tahun kami menunggu, akhirnya lahirlah putra pertama kami yang mungil. Si kecil membawa kebahagiaan dalam hidupku. Waktuku lebih banyak kuhabiskan untuk buah hatiku. Menurutku seorang ibu yang baik adalah ibu yang menjaga sendiri anaknya dengan sebaik-baiknya. Bahkan aku rela melepaskan pekerjaanku demi anakku.

       Nah, mungkin di sinilah benih-benih perselingkuhan mulai tumbuh dalam diri suamiku.    Namun aku tak menyesalinya karena aku mendapat pelajaran berharga dari kejadian ini meskipun harus dibarengi dengan tetesan air mata.

       Ketika anakku berusia sepuluh tahun, hampir setiap hari suamiku baru tiba di rumah setelah larut malam dengan alasan ada rapat kerja di kantor atau menemani tamu dari luar kota atas perintah dari atasannya, yang semuanya bohong belaka.

       Tetapi karena keluguan dan kebodohanku, aku tertipu mentah-mentah dan menerima alasan-alasan tersebut tanpa kecurigaan sedikit pun.

     Namun seperti kata orang, ikan busuk biar dibungkus serapat apapun, pasti akan tercium juga pada akhirnya.

     Posisiku bagai telur di ujung tanduk. Di satu sisi aku tak mau dimadu, tetapi di sisi lain, aku harus memikirkan perkembangan mental anak tunggalku yang hampir setiap hari mendengar pertengkaran antara Papa dan Mamanya.

     Tak kuduga solusinya malah kudapat dari dia.

     Suatu malam setelah terjadi pertengkaran sengit antara kedua orang tuanya, dia mendekatiku yang sedang menyeka air mataku yang berderai tak terbendung lagi dikarenakan kelakuan suamiku yang semakin menjadi-jadi. Belakangan ini dia malah sering tidak pulang lagi ke rumah tanpa alasan yang jelas. Dan yang tak bisa dipungkiri, aku sungguh-sungguh tak bisa lagi menoleransi kelakuannya yang lebih mementingkan egonya daripada keluarganya.

     "Ma, buatlah keputusan yang paling tepat demi kebahagiaan Mama. Aku akan mengikuti Mama ke mana pun Mama pergi karena aku tahu siapa yang benar-benar menyayangiku. Takkan kubiarkan Mama menangis lagi. Aku akan berusaha membuat Mama selalu tersenyum, dan kalau bisa tertawa terpingkal-pingkal, hahaha...."

     Dijulurkannya lidahnya dan kedua matanya dipaksa buka dengan kedua jarinya, jempol dan telunjuk, kiri dan kanan.

     Air mataku jatuh berderai karena terharu mendengar ucapannya yang sepertinya tidak biasanya diucapkan oleh anak-anak seusianya, tetapi aku juga tak bisa menahan tawaku melihat mimik wajahnya yang lucu itu. Suka dan duka datang hampir bersamaan.

     "Maafkan Mama karena telah membuatmu hidup dalam ketidak-tenangan. Semoga keputusan apapun yang Mama ambil nantinya juga merupakan keputusan yang terbaik untukmu, Nak."

     Malam itu aku memikirkan solusi terbaik demi kebahagiaan bersama. Namun aku sadar bahwa apapun keputusan itu, pasti akan membawa dampak, baik yang positif maupun yang negatif, bagi keluarga kami.

     Yang penting kuperhatikan adalah dampak negatifnya yang bisa saja mengganggu kesehatan mentalku.

     Tiba-tiba teringat aku akan cerita kawanku yang pernah mengalami depresi dan akhirnya membaik setelah mengikuti kegiatan meditasi untuk melatih kesadaran.

     Kami bertemu tanpa sengaja di sebuah acara pesta pernikahan anak teman saya, yang menjadi mempelai laki-laki, dengan anak perempuan teman dia yang menjadi mempelai perempuannya.

     "Halo, kamu Yani kan?" sapanya tanpa basa-basi. Kalau boleh berbangga hati, ini membuktikan bahwa diriku masih awet muda kan?

     "Hai, maaf ya, kalau tidak salah kenal, kamu Anita, teman sekelasku dulu waktu di SMA, benar?"

     Begitu dia menganggukkan kepalanya, aku langsung memeluknya dengan bahagia karena sudah lama tidak bertemu dan tidak mendengar kabar apapun darinya.

     Kami saling curhat karena dia juga sedang mengalami masalah dengan kesehatannya. Baru sebulan lalu dia divonis menderita kanker nasofaring stadium 4, sedangkan aku dililit masalah percintaan. Seri deh!

     Darinya aku mendapat inspirasi dan termotivasi untuk mengikuti jejaknya dalam mengatasi masalah kehidupannya.

     Atas sarannya dan setelah kupertimbangkan dengan sebaik-baiknya, akhirnya aku mengambil keputusan untuk mengikuti pelatihan meditasi di luar kota demi mempersiapkan mentalku agar benar-benar siap dalam menghadapi badai kehidupan yang terbentang di hadapanku setelah aku memutuskan untuk melepaskan ikatan dari suamiku yang tidak setia dan telah membelengguku selama ini.

     "Sanggupkah aku bertahan?" kutanya pada diriku sendiri, dan batinku seolah menjawab, "Hanya kamu sendiri yang mampu menolong dirimu untuk bangkit dari keterpurukan."

     Segera kuatur waktuku dan semua hal yang menjadi tanggung jawabku. Anak kutitipkan ke tempat Mamaku untuk sementara hingga pelatihan ini selesai.

     Semoga aku berhasil menyelesaikan pelatihan ini dengan baik dan bisa menerapkannya dalam kehidupan nyata sehingga masalah apapun yang muncul di kemudian hari akan bisa kuatasi dengan baik. Paling tidak hasilnya lebih baik daripada sebelum aku mengikuti pelatihan ini.

     Dan benar juga kata orang bijak yang kudengar, "Di mana ada kemauan, di situ ada jalan."

     Aku berhasil menyelesaikan pelatihan ini dengan baik meskipun banyak kendala di awal pelatihan, tetapi dengan kebulatan tekad dan usaha yang gigih, akhirnya aku berhasil juga.

     Awalnya kami diajari tentang konsentrasi dan manfaatnya dalam berbagai aspek kehidupan seperti dalam mengatasi masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan ini.

     Dengan kemampuan berkonsentrasi kami bisa menenangkan pikiran kami sehingga ketika muncul masalah, kami bisa memikirkan solusinya dengan penuh kesadaran, yang tentunya berefek positif terhadap keputusan yang kita pilih sebagai solusi terbaiknya.

     Teringat dengan kata orang tentang cinta, yakni bahwa cinta itu buta. Benarkah demikian?

     Bagaimana menurut Anda?

     Setelah pelatihan ini aku baru menyadari bahwa sebenarnya bukan cinta itu yang buta, namun para pemain yang terlibat di dalamnya ada yang dibutakan oleh cinta.

     Contoh paling jelas adalah diriku sendiri. Bukti sudah di depan mataku, namun aku tetap bersikukuh bahwa suamiku masih setia dan mencintaiku seperti awal waktu kami bertemu, dan yang lebih parah lagi, aku menyangkal kenyataan yang kudapati selama ini. Betapa bodohnya aku. Tetapi mengapa aku bisa menjadi pribadi yang demikian? Beberapa teman karibku sudah mencoba untuk menyadarkanku, namun aku tetap membela pasangan hidupku itu dengan sepenuh hati sehingga dari mulut mereka sempat tercetus kata bodoh ketika aku tetap bersikeras menolak pandangan mereka tentang suamiku.

     Mengapa bisa terjadi hal yang demikian?

     Setelah kukaji dari pengalamanku sendiri, baru kusadari bahwa kami adalah korban dari cinta yang terlalu melekat hingga membutakan kami dari kenyataan yang terjadi di depan mata. Karena kemelekatan pada cinta yang mengikat, laksana borgol yang mengunci kedua pergelangan tangan, makanya mata kami tertutup oleh tabir yang menghalangi kami dalam melihat kenyataan yang ada di pelupuk mata.

     Syukurlah akhirnya aku bisa terbebas dari jenis cinta yang mengikat seperti itu yang hanya mendatangkan penderitaan. Di balik duka ada berkah. Daripada membuat diri sendiri hidup dalam duka yang hanya merugikan diri sendiri, lebih baik aku mulai menyebarkan cinta kasih yang universal kepada semua makhluk hidup yang bisa mendatangkan kebahagiaan dan kedamaian dalam hidup ini, benar kan?

     Dengan semangat baru aku mulai menata hidupku ke arah yang lebih baik. Aku menggunakan ilmu yang telah kupelajari selama ini untuk menafkahi keluargaku sendirian, tanpa bantuan dana dari suamiku yang sudah lama menghilang meninggalkan istri dan anaknya. Dan setelah beberapa bulan, ternyata usahaku membuahkan hasil. Aku berhasil mewujudkan cita-citaku untuk menjadi seorang guru. Yes!

     Banyak jalan menuju ke Roma, namun aku memilih jalan yang menurutku terbaik, yakni jalan yang berpedoman kepada empat hal sebagai berikut:

  • Cinta kasih yang universal atau cinta kasih kepada semua makhluk, bukan cinta kasih kepada seseorang atau sekelompok orang.
  • Welas asih kepada makhluk lain. Jika kita tidak ingin diperlakukan demikian, maka kita pun jangan memperlakukan orang lain seperti itu. Jadi saling mengasihi.
  • Turut berbahagia atas kebahagiaan makhluk lain. Bukan malah iri melihat kebahagiaan orang lain. Kita sebaiknya mengembangkan pikiran senang melihat orang lain senang, daripada memumetkan pikiran kita sendiri dengan berpegang pada moto, susah melihat orang lain senang. Sampai sekarang aku tidak mengerti mengapa ada orang yang bisa berpikiran seperti itu. Bukannya turut berbahagia di saat orang lain berhasil meraih kebahagiaan, tetapi malah tertawa di atas penderitaan orang lain. 
  • Yang terakhir adalah menerima kenyataan bahwa apapun rintangan yang kita hadapi pada saat ini adalah hasil dari perbuatan kita di masa lampau. Jadi tidak perlu kita sesali. Namun ke depannya kita harus bertambah bijaksana dengan tidak mengulangi kesalahan yang pernah kita perbuat dan segera berbuat kebajikan secara terus menerus agar kehidupan kita di masa mendatang lebih baik daripada kehidupan kita yang sekarang sesuai dengan benih kebajikan yang telah kita tanam.

     Pandanganku tiba-tiba teralihkan ke cermin meja rias yang telah setia menemaniku selama ini, dan dengan penuh syukur aku melihat seraut wajah manis yang tersenyum kepadaku.

     Oh, baru kusadari bahwa inilah aku yang sebenarnya.

     "Mantap!" pekikku girang sambil bertepuk tangan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun