Mohon tunggu...
Tania Salim
Tania Salim Mohon Tunggu... Guru - Guru

Pendidik

Selanjutnya

Tutup

Roman

Benarkah Cinta Itu Buta?

25 September 2024   06:00 Diperbarui: 25 September 2024   06:02 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Roman. Sumber ilustrasi: pixabay.com/qrzt

     Suatu malam setelah terjadi pertengkaran sengit antara kedua orang tuanya, dia mendekatiku yang sedang menyeka air mataku yang berderai tak terbendung lagi dikarenakan kelakuan suamiku yang semakin menjadi-jadi. Belakangan ini dia malah sering tidak pulang lagi ke rumah tanpa alasan yang jelas. Dan yang tak bisa dipungkiri, aku sungguh-sungguh tak bisa lagi menoleransi kelakuannya yang lebih mementingkan egonya daripada keluarganya.

     "Ma, buatlah keputusan yang paling tepat demi kebahagiaan Mama. Aku akan mengikuti Mama ke mana pun Mama pergi karena aku tahu siapa yang benar-benar menyayangiku. Takkan kubiarkan Mama menangis lagi. Aku akan berusaha membuat Mama selalu tersenyum, dan kalau bisa tertawa terpingkal-pingkal, hahaha...."

     Dijulurkannya lidahnya dan kedua matanya dipaksa buka dengan kedua jarinya, jempol dan telunjuk, kiri dan kanan.

     Air mataku jatuh berderai karena terharu mendengar ucapannya yang sepertinya tidak biasanya diucapkan oleh anak-anak seusianya, tetapi aku juga tak bisa menahan tawaku melihat mimik wajahnya yang lucu itu. Suka dan duka datang hampir bersamaan.

     "Maafkan Mama karena telah membuatmu hidup dalam ketidak-tenangan. Semoga keputusan apapun yang Mama ambil nantinya juga merupakan keputusan yang terbaik untukmu, Nak."

     Malam itu aku memikirkan solusi terbaik demi kebahagiaan bersama. Namun aku sadar bahwa apapun keputusan itu, pasti akan membawa dampak, baik yang positif maupun yang negatif, bagi keluarga kami.

     Yang penting kuperhatikan adalah dampak negatifnya yang bisa saja mengganggu kesehatan mentalku.

     Tiba-tiba teringat aku akan cerita kawanku yang pernah mengalami depresi dan akhirnya membaik setelah mengikuti kegiatan meditasi untuk melatih kesadaran.

     Kami bertemu tanpa sengaja di sebuah acara pesta pernikahan anak teman saya, yang menjadi mempelai laki-laki, dengan anak perempuan teman dia yang menjadi mempelai perempuannya.

     "Halo, kamu Yani kan?" sapanya tanpa basa-basi. Kalau boleh berbangga hati, ini membuktikan bahwa diriku masih awet muda kan?

     "Hai, maaf ya, kalau tidak salah kenal, kamu Anita, teman sekelasku dulu waktu di SMA, benar?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun