Teringat dengan kata orang tentang cinta, yakni bahwa cinta itu buta. Benarkah demikian?
   Bagaimana menurut Anda?
   Setelah pelatihan ini aku baru menyadari bahwa sebenarnya bukan cinta itu yang buta, namun para pemain yang terlibat di dalamnya ada yang dibutakan oleh cinta.
   Contoh paling jelas adalah diriku sendiri. Bukti sudah di depan mataku, namun aku tetap bersikukuh bahwa suamiku masih setia dan mencintaiku seperti awal waktu kami bertemu, dan yang lebih parah lagi, aku menyangkal kenyataan yang kudapati selama ini. Betapa bodohnya aku. Tetapi mengapa aku bisa menjadi pribadi yang demikian? Beberapa teman karibku sudah mencoba untuk menyadarkanku, namun aku tetap membela pasangan hidupku itu dengan sepenuh hati sehingga dari mulut mereka sempat tercetus kata bodoh ketika aku tetap bersikeras menolak pandangan mereka tentang suamiku.
   Mengapa bisa terjadi hal yang demikian?
   Setelah kukaji dari pengalamanku sendiri, baru kusadari bahwa kami adalah korban dari cinta yang terlalu melekat hingga membutakan kami dari kenyataan yang terjadi di depan mata. Karena kemelekatan pada cinta yang mengikat, laksana borgol yang mengunci kedua pergelangan tangan, makanya mata kami tertutup oleh tabir yang menghalangi kami dalam melihat kenyataan yang ada di pelupuk mata.
   Syukurlah akhirnya aku bisa terbebas dari jenis cinta yang mengikat seperti itu yang hanya mendatangkan penderitaan. Di balik duka ada berkah. Daripada membuat diri sendiri hidup dalam duka yang hanya merugikan diri sendiri, lebih baik aku mulai menyebarkan cinta kasih yang universal kepada semua makhluk hidup yang bisa mendatangkan kebahagiaan dan kedamaian dalam hidup ini, benar kan?
   Dengan semangat baru aku mulai menata hidupku ke arah yang lebih baik. Aku menggunakan ilmu yang telah kupelajari selama ini untuk menafkahi keluargaku sendirian, tanpa bantuan dana dari suamiku yang sudah lama menghilang meninggalkan istri dan anaknya. Dan setelah beberapa bulan, ternyata usahaku membuahkan hasil. Aku berhasil mewujudkan cita-citaku untuk menjadi seorang guru. Yes!
   Banyak jalan menuju ke Roma, namun aku memilih jalan yang menurutku terbaik, yakni jalan yang berpedoman kepada empat hal sebagai berikut:
- Cinta kasih yang universal atau cinta kasih kepada semua makhluk, bukan cinta kasih kepada seseorang atau sekelompok orang.
- Welas asih kepada makhluk lain. Jika kita tidak ingin diperlakukan demikian, maka kita pun jangan memperlakukan orang lain seperti itu. Jadi saling mengasihi.
- Turut berbahagia atas kebahagiaan makhluk lain. Bukan malah iri melihat kebahagiaan orang lain. Kita sebaiknya mengembangkan pikiran senang melihat orang lain senang, daripada memumetkan pikiran kita sendiri dengan berpegang pada moto, susah melihat orang lain senang. Sampai sekarang aku tidak mengerti mengapa ada orang yang bisa berpikiran seperti itu. Bukannya turut berbahagia di saat orang lain berhasil meraih kebahagiaan, tetapi malah tertawa di atas penderitaan orang lain.Â
- Yang terakhir adalah menerima kenyataan bahwa apapun rintangan yang kita hadapi pada saat ini adalah hasil dari perbuatan kita di masa lampau. Jadi tidak perlu kita sesali. Namun ke depannya kita harus bertambah bijaksana dengan tidak mengulangi kesalahan yang pernah kita perbuat dan segera berbuat kebajikan secara terus menerus agar kehidupan kita di masa mendatang lebih baik daripada kehidupan kita yang sekarang sesuai dengan benih kebajikan yang telah kita tanam.
   Pandanganku tiba-tiba teralihkan ke cermin meja rias yang telah setia menemaniku selama ini, dan dengan penuh syukur aku melihat seraut wajah manis yang tersenyum kepadaku.
   Oh, baru kusadari bahwa inilah aku yang sebenarnya.