Mohon tunggu...
Sri Utami
Sri Utami Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis adalah hobi yang sangat menyenangkan untuk saya. Saya bisa mengekspresikan rasa dalam untaian kata yang berlimpah. Menulis fiksi salah satu keajaiban imajinasi yang Tuhan karuniakan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ojol Batavia

20 Maret 2024   20:26 Diperbarui: 20 Maret 2024   20:42 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

            Wanita itu hanya mengangguk. Kardus itu kini tiba di pangkuan penerima. Bunda Irene meletakkan kardus itu di dekat tanaman bunga mawar dengan kasar. Jantung Oman terasa ingin copot ketika kardus itu dibanting dengan kasar, kelihatannya Bunda keberatan memengang kardus itu. Perlahan, Bunda membuka tutup kardus itu menggunakan cutter. Kepala Oman melongok agar matanya dapat mengetahui barang apa yang membuat dirinya merasa stres dan panik berlebihan. Bunda Irene yang mengetahui gelagat aneh Oman, langsung bertanya.

            "Kenapa ya Mas?"

            "Nnggak Bu, saya penasaran aja sama kardus itu isinya apa? Hehehe."

            "Ini pupuk tanaman, Mas." Bunda Irene menunjukkan sekantong plastik yang berisi pupuk berwarna hitam. Oman benar-benar kaget. Mengingat pengirim barang itu memiliki sikap seperti ayam yang baru menetaskan anak-anaknya, galaknya minta ampun. Tapi, di dalam hatinya merasa lega. Amanah itu sudah dia laksanakan dengan baik. Selembar uang tip lima puluh ribu diberikan kepada Oman. Alhamdulillah, tidak sia-sia perjuangan menyampaikan sebuah amanah telah usai dilaksanakan. Baginya, mendapatkan konsumen yang baik hati dan tidak sombong bukanlah kehendaknya, itu semua sudah ada yang berkuasa. Beragam orang di luar sana membuatnya semakin hati-hati dalam bersikap.

            Ada suatu kejadian di luar nalar yang pernah Oman alami. Dia tidak percaya kalau teman-temannya sering bercerita tentang penumpang gaib. Dan uang yang diberikan oleh penumpang itu akan berubah menjadi selembar daun yang hijau. Setelah singgah dan mengantarkan amanah yang telah usai, kini dia berhenti di salah satu masjid untuk menunaikan ibadah sholat isya. Menarik penumpang ketika malam hari sudah biasa dilakukannya hingga larut. Namun, dia merasa kapok setelah tidak percaya dengan cerita dari teman-temannya. Suatu malam di luar dugaannya mendapat hal yang tak masuk di akal. Ingin dia pulang setelah sholat isya, namun hatinya yang rakus mendorongnya untuk menambah satu order-an lagi.

            Dia mengikuti keinginan kata hatinya. Orang-orang terlihat sibuk memakai sepatu dan banyak yang memesan ojol. Aplikasinya sudah ready, namun tidak ada satu pun order-an yang masuk ke dalam aplikasinya. Oman beranjak dari masjid, mengendarai motornya menembus keramaian kota di malam hari. Setelah dua jam mengelilingi Kota Hujan, tak ada satu pun order-an yang singgah di ponselnya. Ketika ingin berbalik arah, ponselnya berbunyi. Satu order-an penumpang masuk. Yuni, terlihat nama itu tertidur di baris nama pemesan. Niatnya ingin membatalkan order-an itu, karena pukul sebelas malam terpancar di sudut kanan layar ponselnya.

            Tujuan wanita itu satu arah dengan jalan pulang Oman. Oman segera melesat pergi. Ada perasaan tidak enak yang menganjal di hatinya. Namun, apalah daya pesanan itu sudah diterimanya. Mau tidak mau, dia harus menjemput wanita itu. Sampailah dia di depan ruko di pinggir jalan raya. Wanita yang bernama Yuni itu sudah menunggu dengan posisi mematung, dan ekspresi datar terlihat dari wajahnya yang pucat melebihi pupur mayat.  

            "Yu-jek.... dengan Mbak Yuni, ya?" Oman bertanya dan memberikan helm kepadanya. Namun, penumpang yang bernama Yuni itu hanya diam saja. Seumur hidupnya di Yu-jek, tidak pernah dia mendapatkan penumpang yang diam seribu bahasa, baru kali ini. Sering kali dia berjumpa dengan penumpang yang selalu ngoceh bertanya tentang kabar Oman atau hanya basa-basi. "Jalan Mas" hanya dua kata yang keluar dari bibir pucatnya. Oman mencoba melirik ke kaca spion sebelah kiri, terlihat wajah datar yang menatap kosong sekitar. Oman tak ingin berlama-lama melirik wanita yang bernama Yuni itu. Di dalam benaknya, takut wajah wanita itu tiba-tiba cilukba ke arah kaca spionnya.

            Ketakutan menyerang bulu kuduknya. Ditambah suasana jalan yang sangat jarang kendaraan lain melintas. Sepeda motornya masuk ke dalam gang sempit. Gang itu hanya memiliki satu lampu di bawah tiang listrik. Ke depannya tidak ada lagi secuil cahaya, semuanya gelap gulita. Cahaya dari lampu depan motornya yang kini menjadi penerang tujuan. Keheningan masih menyelimutinya. Tampak dari kejauhan banyak sekali bangunan-bangunan kecil yang dilapisi keramik. Ternyata Oman sedang melintasi hotel peristirahatan manusia abadi. Kepalanya mondar-mandir ke kanan dan ke kiri. Takut ada sesuatu yang mengejutkannya.

            "Stop, di sini. Mas" wanita itu membuka suaranya lagi.

            Tanpa berkata-kata lagi, wanita itu memberikan sejumlah uang lembaran lima ribuan dan menghilang ke arah kuburan ditelan gelapnya malam. Di kursi yang terbuat dari kayu yang disusun, Oman duduk di bawah pohon jambu. Sampai-sampai wajahnya terlihat menjadi belang sebelah. Satu batang rokok filter kesukaannya sedang diapit di antara dua jari. Tidak biasanya, pangkalan hari ini sepi. Hanya dia dan Bejo yang sedang di pangkalan. Semua teman sepangkalannya sudah berkeluarga, hanya Oman yang belum. Padahal, usianya sudah berkepala tiga. "Man, kemarin sore ngapa nggak ke sini? Narik kemana lo?" tanya Bejo sambil menyalakan sebatang rokok yang digenggamnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun