Mohon tunggu...
Sri Utami
Sri Utami Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Menulis adalah hobi yang sangat menyenangkan untuk saya. Saya bisa mengekspresikan rasa dalam untaian kata yang berlimpah. Menulis fiksi salah satu keajaiban imajinasi yang Tuhan karuniakan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Ojol Batavia

20 Maret 2024   20:26 Diperbarui: 20 Maret 2024   20:42 95
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tujuan Oman ke Jalan Mampang XI, dengan hati-hati sepeda motornya melaju di bawah naungan senja. Paket barang itu harus sampai sebelum pukul enam sore. Pengirim paket itu terlihat garang saat memberikan amanah kepada Oman. "Paket ini harus sampai sebelum pukul enam sore. Hati-hati jalannya, barang itu mudah pecah. Awas aja kamu, kalo sampai kenapa-kenapa sama ini barang, kamu yang ganti rugi." pria itu berkata dengan sorotan mata yang tajam dan bernada sedikit ngegas yang tidak beraturan. Kalau saja dia mengetahui pengirimnya sinis, pasti dia akan segera membatalkan order-an itu.

Oman melaju dengan kecepatan rendah. Jarum speedometer-nya tidak sampai melewati angka 20. Dia sangat takut apabila barang yang sedang dibawanya akan bermasalah dan terkena sanksi berupa ganti rugi. Aspal yang hitam kini berganti menjadi gang-gang yang sempit. Klakson tidak pernah luput dari setiap belokan gang yang curam dan sempit. Sampailah dia di perumahan yang bentuk dan catnya kembar semua. sulit bagi Oman untuk membedakan warna rumah tujuannya.

"Stoppppp!!!" Tiba-tiba motornya berhenti mendadak mendengar suara yang membuatnya terkejut. Terlihat di depan seorang pria berambut ikal berhenti di depan motor Oman, tangan kanannya menempel di kepala motor. Karena terkejut dan takut barang yang dibawanya kenapa-kenapa, dengan cepat kaki kiri mendorong standar motor dan melesat melihat keadaan barang yang masih terbungkus dengan kardus.

"Woi, Mas. Mas! Mas!" beberapa kali pria itu memanggil, namun Oman tidak merespon. Dia tetap sibuk memeriksa kondisi barang dari celah atas kardus. Pundaknya berhasil ditepuk, membuat Oman terperanjat.

"Maaf, Bang. Saya nggak denger. Ada apa ya, Bang?" Oman penasaran dengan pria yang memanggil-manggil namanya tadi.

"Lo tau ini daerah mana?" nada pria itu semakin terdengar sangar.

"Mampang, Bang." sahut Oman dengan nada polos.

"Bukan! Ini daerah kekuasaan gue, tau nggak sih lo? Lihat ke kanan! Motor lo berhenti tepat di depan markas gue." nada pria itu semakin naik temponya.

Oman dengan cepat melirik ke arah kanan. Terlihat gubuk kecil yang terbuat dari bambu yang disusun dan menjadi bahan utama dari gubuk itu. Papan triplek berwarna cokelat dan terukir nama Pangkalan Ojek Gang Bawang yang ditulis menggunakan cat tembok berwarna hitam. Gubuk itu terlihat antik. Atapnya berbeda dengan pangkalan ojek lainnya. Gubuk kecil itu beratap daun kelapa yang sudah mengering. Di sebelah kanan gubuk itu dibiarkan terbuka agar suasana di gubuk semakin sejuk. Tirai bambu atau biasa orang betawi kenal dengan sebutan kerey terpasang di sebelah kanan gubuk tersebut.

"Woi! Malah asyik ngeliatin. Ngapain lo ke sini-sini, ini daerah kekuasaan gue!"

"Ya maaf, Bang. Saya nggak tahu. Saya mau nganter barang ini ke rumah Bunda Irene."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun