"Oh, lo lurus aja dari sini, rumahnya ada di pojok sebelah kiri. Rumah Bunda ada banyak pot bunga mawarnya." pria berambut ikal itu tiba-tiba menjadi baik.
"Ok, Makasih Bang."
"Eeeettt, tunggu bentar. Ojol itu nggak boleh lewat sini. Ngerti nggak lo." ketika ingin melesat pergi, pria itu menutupi lagi jalan Oman.
"Bukannya Abang juga ojol ya?" Oman melontarkan pertanyaan teka-teki.
"Ojol? Masa sih? Gue-kan mangkal, sedangkan lo pake aplikasi. Aneh banget pertanyaan lo." pria itu tampak bingung mencerna pertanyaan yang menjebaknya.
"Saya ojol, ojek online. Â Abang juga ojol, ojek offline." Oman menunjuk dirinya dan memberitahu jawaban teka-teki kepada pria itu dengan senyum meledek. Tangan kiri pria itu masih berada di dagunya. Kedua matanya melirik ke atas. Benaknya mencoba mencerna pernyataan dari Oman.
"Oh iya, bener juga lo. Ya udah dah, jalan sono." pria itu mempersilakan Oman pergi. Posisi pria itu masih sama seperti tadi. Terus-terusan menggosok dagunya yang tidak gatal.
      Kumpulan tanaman bunga mawar terlihat indah di halaman depan rumah. Bunga mawar itu berjajar dengan rapi. Mereka hidup sendiri-sendiri di dalam pot yang terbuat dari tanah liat berwarna cokelat. Tak hanya tanaman bunga mawar yang berwarna merah, di sisi kiri terdapat tanaman bunga matahari dan tanaman bunga asoka. Sepertinya Bunda Irene sangat menyukai tanaman bunga yang cantik. Rumahnya berbeda dengan rumah tetangganya. Hanya halaman depan rumah Bunda yang seperti taman surga. Tidak ada satu pun rumput liar yang singgah di halaman depannya. Berbeda dengan tetangga sebelah yang senang memelihara rumput liar sampai gemuk.
      "Permisi, Yu-jek... paket... Yu-jek... Sore...." suara Oman melengking memanggil tuan rumah.
      "Iyaa..." wanita itu keluar rumah dengan mukena yang masih membalut tubuhnya.
      "Dengan Bunda Irene?" tanya Oman memastikan.