Mohon tunggu...
Tammy Elisabeth
Tammy Elisabeth Mohon Tunggu... -

I belong to Jesus and keep smile :)

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Dua Sahabat #cerpen

8 Juli 2011   07:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:50 214
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tiba-tiba bel berbunyi. Anak-anak masuk ke kelas masing-masing. Dengan mata menyala Beni mengacungkan tinjunya kepada Tejo. "Awas!" ancamnya.

Sepulang sekolah Sutejo bersepeda bersama dengan Beni dan kawan-kawan lainnya. Sutejo berdebar-debar bila ingat ujar Beni pagi tadi. Dan apa yang ia cemaskan betul-betul terjadi. Sampai ditempat sepi, Tejo di paksa berhenti. Kawan-kawannya tak aa yang membelanya. Sebab ternyata mereka aalah kaki tangan Beni belaka.

Tejo dipaksa ikut mereka masuk lorong kampung yang berliku-liku dan sepi. Sampai di pinggir sungai mereka berhenti. Lalu tinju pun berhamburan menimpa tubuh Tejo. Tejo tak berdaya. Lia orang mengeroyoknya.

Setelah hidung dan bibir Tejo mengeluarkan dan mukanya bengkak-bengkak kebiruan mereka pun jera. Lalu mereka tinggalkan Tejo sambil tertawa kepuasan.

Esoknya mereka berlima tiba di sekolah pagi sekali. Maksud mereka mendahului Tejo. Dengan begitu mereka dapat menyabut kedatangannya dengan hinaan-hinaan yang plaing menyakitkan.

Tapi sampai bel  berbunyi, Tejo belum datang. Dan sampau pulang Tejo tidak pula tiba. Mereka jadi cemas. Jangan-jangan Tejo sakit parah. Sebab, kemarin mereka meninggalkan Tejo terkapar begitu saja. Siapa tahu . . .

Tapi esoknya Tejo masuk sekolah sperti biasa. Hanya mukanya di perban di sana-sini. Anak buah Beni yang sebenarnya tidak berurusan dengan Teji merasa menysal seklai. Mereka sangat sedih bahwa mereka telah membuat sengsara kawanya yang tak berdosa. Satu persatu mereka minta maaf padanya. Lain dengan Beni. Hatinya masih mengkal. Ia mencibir saja.

Melihat keadaan Tejo pak guru menanyainya, tapi Tejo tidak mau berterus-terang. "Ah, enggak apa-apa, Pak. Kemarin dulu saya terjatuh dari sepeda, muka saya membentur batu."

Tapi keempat kawan Beni menceritakan kejadian yang sesungguhnya dengan terus-terang. Dan mereka menyatakan pula penyesalan dan permintaan maafnya. Tapi bagaimanapun mereka tetap dipanggil kepala sekolah.

Ke luar dari kantor guru, mata Beni berapi-api. Dendamnyakepada Tejo makin menyala. Ia mendapat putusan para guru bahwa ia harus meminta maaf pada Tejo dan dicatat sebagai murid yang perlu diawasi ketat.

Sepulang sekolahTejo bersepeda dengan keempat kawannya tadi. Tiba-tiba Beni mengepotnya dengan kecepatan tinggi. Tejo jatuh. Lututnya luka. Beni tertawa-tawa sambil melepas setangnya. Lalu menyilap andong didepannya. Tapi wajahnya jadi pucat. Di muka berdiri raksasa tank dengan gagahnya. Dan ketika sepedanya menabraknya ia sempat melompat. Ia dengar suara jeritan dan gemeretak sepeda di gilas roda mobil. Lalu dunia terasa pusing dan ia pun terlena.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun