Sore menjelang, Mitha memilih kembali ke penginapan di pusat kecamatan dengan menumpak mobil coak. Istiahat sejenak untuk persiapan acara melihat langsung penanaman pohon sekaligus mengisi penyuluhan kesehatan bagi ibu hamil dan menyusui. Tak sabar rasanya berada diantara mahasiswa KKN yang tanggap budaya dan sosial selama mereka berada di desa.
Sabtu berlalu begitu cepat. Pagi itu terlihat mahasiswa KKN sibuk dalam penanaman pohon di sepanjang jalan menuju tuk sikopyah. Mereka bahu membantu dengan warga desa mulai dari menggali lubang, memberi pupuk yang terbuat dari kotoran ternak hingga menyiram tanaman yang baru saja mereka tanam.Â
Dan agenda penyuluhan di balai desa pun tiba. Dibantu oleh kader Posyandu, mahasiswa sibuk menimbang ibu yang membawa bayi dan balita. Beberapa kardus biskuis ibu hamil dan balita yang dibawa oleh Mitha terlihat dibagikan dengan tertib oleh mereka. Sebenarnya Mitha bukanlah seorang penyuluh kesehatan. Namun ia kerap melakukan pendampingan kelompok perempuan dan anak yang mengkhususkan pada pemenuhan gizi , serta mengupayakan agar anak-anak mengalami tumbuh kembang yang sempurna. Entah dari mana mahasiswa KKN ini mendapat gagasan untuk melibatkan Mitha dalam program KKN Posdaya mereka. Namun sinergi itulah yang membuat cerita yang berbeda.
Selepas agenda penyuluhan kesehatan ibu dan anak, mahasiswa KKN mengantar Mitha ke rumah Pak Carik. Malam menuju acara puncak ruwat tuk Sikopyah pada minggu pagi kian semarak dengan adanya Wayang. Ya, ruwat dan wayang terkadang menjadi satu paket budaya dan kearifan lokal bagi sebagian masyarakat Jawa, tak terkecuali di Desa Lembah Asri.
Keramahan keluarga Pak Carik, membuat Mitha lelap tertidur hingga Minggu pagi menjelang. Kokok ayam jantan dan suara aktifitas warga sedari subuh telah terdengar. Hari itu semua warga bersiap untuk berkumpul di lokasi yang telah ditentukan. Akan dituang air tuk sikopyah ke tempat besar yang sudah disiapkan. Setelahkan akan dipanjatkan doa bersama agar sumber mata air Sikopyah terjaga kemurniannya, lestari keberkahannya bagi warga Karangreja.
Bahkan kini dan nanti ruwat rawat tuk Sikopyah menjadi pembawa berkah. Banyak pelancong datang untuk melihat prosesi ruwat tuk si Kopyah , bahkan beberapa diantaranya merupakan turis mancanegara. Itu semua membuat warga Karangreja kian bersyukur. Proses penuangan air tuk Sikopyah dihadiri oleh pejabat Kabupaten, masing-masing menuang air dari lodong dengan penuh syukur, Mulai dari Bupati hingga pejabat muspida lainnya.
Sementara itu Mahasiswa KKN sudah bersiap ikut mengambil bagian menyiapkan wadah ramah lingkungan untuk menyimpan air tuk Sikopyah yang konon punya banyak manfaat. Sementara Mitha lebih memilih mengabadikan proses itu dengan mata kamera. Dalam hati dia berkata, 17 tahun lalu air tuk Sikopyah yang sudah disucikan ia dapat langsung dari tetua adat.Â
Hampir senja, ruwat rawat tuk Sikopyah paripurna adanya. Warga bergotong royong membersihkan lokasi acara. Saatnya berpamitan dengan mahasiswa KKN pun tiba. Bagus, Damar, Seruni, Kinanti, Aji, Wening, Banyu,Arum semua menjabat hangat tangan Mitha. Sebuah tas dari anyaman rotan mereka sodorkan.Â
"Apa ini?" Mitha berusaha menolak
"Sedikit oleh-oleh mbak, ada air nira, gula jawa, Cimplung, dan air tuk Sikopyah"
"mohon diterima Mbak" kompak mereka mengucap.