Mohon tunggu...
Politik

Kalteng Terancam Jatuh Ke Tangan Mafia Hutan

18 Januari 2016   18:02 Diperbarui: 19 Januari 2016   05:37 9285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Suripto, Intelijen Kawakan Yang Diangkat Menjadi Sekjen Departemen Kehutanan di Masa Presiden Gus Dur, Dia-lah Yang Menghantam Mafia Rasyid Setelah Kelompok Rasyid Melakukan Aksi Kriminal (Sumber Foto : Tribunnews)"]

[/caption]

 

Suripto melakukan pengechekan dan mampu mengungkapkan keterlibatan personil keamanan, dari Indonesia dan dari Malaysia. Kepada pers, Suripto mengatakan bahwa penyelundupan kayu ramin mencapai 100.000 m3 per bulan. Kalau harga kayu ramin Rp 1.000.000 per m3, maka nilai yang diselundupkan Rp 100 milyar per bulan atau 1,2 Triliun per tahun. Angka yang fantastik.

EIA/Telapak Indonesia telah menemukan persengkokolan rahasia tentang pengaturan kayu konsesi antara Abdul rasyid dan pejabat keamanan dan sipil. bahkan EIA/Telapak Indonesia menyaksikan sendiri jalur truk pengangkut kayu untuk membawa kayu curian keluar dari kawasan Hutan Lindung Tanjung Puting. Mereka menyamar sebagai pembeli kayu,dan menghitung jmlah saw mill tak berizin dan tongkang pengangkut kayu. EIA/Telapak Indonesia mengidentifikasi bahwa semua dikoordiner oleh Abdul rasyid dan Tanjung Lingga grup.

[caption caption="Faith Doherty, Aktivis Lingkungan Yang Menjadi Investigator Atas Kejahatan Kelompok Rasyid Dalam Penggundulan Hutan Lindung di Kalimantan Tengah (Sumber Foto : eiainvestigator.com)"]

[/caption]

Menurut Laporan ‘The Final Cut’, Abdul Rasyid mampu menutupi kejakatannya dengan mengkonsolidasikan kekuatan politik dan uangnya untuk meredam rencana polisi dan jaksa untuk mem-pidanakan kejahatan Abdul Rasyid sebagai pencuri kayu milik negara. Abdul Rasid mampu meredam pada tingkat lokal, tingkat propinsi dan tingkat nasional. Dengan kekuatan ‘uang haramnya’ Abdul Rasyid berhasil menjadi anggota MPR mewakilil Kalimantan Tengah. Bukan main. Bisnis Abdul Rasyid tetap berjalan mulus dan cengkeraman Abdul Rasyid terhadap masyarakat dipertahankan oleh Abdul Rasyid sehingga tidak ada tindakan hukum yang nyata dari pejabat hukum tingkat lokal, tingkat propinsi dan tingkat nasional.

Menurut ‘The Final Cut’, kerusakan Taman Nasional Tanjung Puting oleh grup Abdul Rasyid itu menghancurkan aset masyarakat/negara yang sangat bernilai dan aset masa depan Indonesia dan dunia yang amat penting. Keuntungan triliun rupiah dari pencurian kayu besar besaran telah dinikmati grup Abdul Rasyid dan segelintir orang.

Menurut ‘the Final Cut’, gubernur Kalimantan Tengah waktu itu yaitu Rafiudin Hamarung ditekan oleh Abdul Rasyid dan pejabat Sipil maupun Militer dari Pusat agar mengeluarkan ‘izin’ konsesi hutan lindung kepada Abdul Rasyid. Dunia sudah gila. Cara khas yang dipakai Tanjung Lingga untuk melegalkan kayu curian adalah dengan membeli kayu sitaan pada pelelangan. Pada 21 September 1999, para aktivis dari EITdan Telapak Indonesia menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa dokumentasi dar kayu kayu dari Sungai Buluh Kecil diprsiapkan untuk kayu kayu ilegal yang baru ditebang dan dipersiapkan untuk diolah.Para aktifis melihat kapal kapal yang dimuati dengan kayu ramin bernilai sangat tinggi ditambatan di teluk Kumai.

Saking jengkelnya, ada dua aktivis yang mengunjungi Saw Mill kayu sepanjang Sungai Arut, yang memproses kayu curian yang digasak dari Tanjung Puting. Saw Mill itu bernama PT. Memdawai Putra milik Abdul Rasyid. Didepan saw mill terdapat tumpukan kayu ramin bernilai tinggi , Rp 1.000.000 per m3, menunggu untuk diproses. Keduanya masuk menyamar sebagai calon pembeli. Namun ada staf PT Mendawai Putra yang mencurigai keduanya sebagai aktivis LSM/NGO. Mereka diintimidasi dengan kasar. Inilah ceritera yang saya baca dari ‘The Final Cut’.

Begitu masuk kearea saw mill kedua aktivis diajak masuk keruangan atas dari gedung kantor. Diruangan itu telah menunggu Sugiarto Sabran Efendi, sepupu Rasyid dan Een Juhaeriyah, keduanya Direktur Tanjung Lingga. Dengan dihadiri gerombolan orang yang bergaya preman, menakutkan dan seram wajahnya, kata kedua aktivis di buku ‘The Final Cut’.

Salah satu aktivis bernama Ruswindrijarto langsung diteriaki oleh Sugiarto dan dimaki-maki didepan orang banyak. Aktivis kedua bernama Doherty pun mengalami perlakuan yang sama. Terjadilah percekcokkan dan adu argumentasi. Kedua aktivis itu dipukul dan ditendang oleh gerombolan dari Tanjung Lingga. Tangan Dovery luka karena dipukul dengan benda keras sampai sekarang cacat, mukanya dihadiahi bogem mentah yang dilakukan oleh gerombolan Tanjung Lingga. Kamera dan barang barang pribadi mereka dicampakkan kelantai sampai kameranya rusak. Yang lebih gila lagi, Sugianto mengeluarkan pistol dan mengancam akan membunuh Ruswidriyarto. Tiba tiba Ruslan, saudara kandung Rasyid masuk ruangan. Ruslan juga ikut menendang Suswidriyarto. Tak lama kemudian Polisi datang, rupanya ada anggota tim LSM/NGO yang tidak ikut masuk kantor melapor kekantor polisi setempat. Tiga polisi berpakaian preman dan seorang berpakaian dinas menyelamatkan kedua aktivis dari kantor Tanjung Lingga. Kedua korban kekerasan dibawa ke pos polisi, diizinkan menelpun dan akhirnya ditolong oleh polisi dibawa ke rumah sakit untuk pengobatan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun