Mohon tunggu...
Politik

Kalteng Terancam Jatuh Ke Tangan Mafia Hutan

18 Januari 2016   18:02 Diperbarui: 19 Januari 2016   05:37 9285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Situasi Pembalakan Liar di Kalimantan Tengah (Sumber Foto : Rhett Buttler, Mongabay.com)"][/caption]

 

Kalimantan Tengah, bisa disebut sebagai Provinsi yang tercipta di awal kemerdekaan Republik Indonesia, bahkan Palangkaraya sendiri bisa dibilang tata kotanya adalah "Hasil pemikiran Sukarno", di masa konfrontasi dengan Malaysia, bahkan Bung Karno mempersiapkan Palangkaraya sebagai "Pangkalan Militer Udara", ini untuk menyaingin Pangkalan-Pangkalan Militer Asing di seputaran perbatasan, baik yang ada di Singapura, di Sabah maupun di Filipina. Bung Karno membuat jalan jalan besar di tengah Palangkaraya agar bisa dilandasi pesawat MIG 16 untuk bersiap tempur dengan Malaysia.

Perkembangan Kalimantan Tengah, awalnya amat lamban. Ada organisasi besar Indonesia yang juga menjadikan Palangkaraya sebagai basis pergerakannya, Organisasi kelas internasional ini pernah memperkirakan Palangkaraya akan menjadi pusat masa depan Indonesia, dan organisasi ini dinamakan SUBUD, Susila Budi Dharma. Pusat dari gerakan Subud Palangkaraya ada di Bukit Tengkiling. Namun setelah pendiri SUBUD yaitu : M.Subuh meninggal dunia di tahun 1987, intensitas gerakan ini menurun.

Kalimantan Tengah mendapatkan perhatian khusus Bung Karno, karena kota Palangkaraya pernah diniatkan untuk menjadi Ibukota Republik Indonesia, usulan ini untuk menandingi Kota Bandung yang dipersiapkan jadi Ibukota, padahal Kota Bandung disiapkan menjadi Ibukota sejak awal abad 20, atau sejak jaman Hindia Belanda, usulan Bandung ini ditampik Bung Karno karena amat berbau Kolonial, Bung Karno ingin menjadikan Kalimantan Tengah sebagai centrum sebuah "Indonesia Raya" namun niat Bung Karno ini tak pernah kesampaian, apalagi setelah Suharto berkuasa, dan menjadikan Jakarta sebagai sentral kekuasaan yang absolut, Palangkaraya seolah dilupakan.

Perkembangan Kalimantan Tengah, sejak awal berdirinya hanya berpusat di Palangkaraya, namun sejak awal tahun 2000 ada gerakan orientasi ke desa-desa, pemikiran tentang Kalimantan Tengah yang terisolir dan hanya dijadikan alat pembalakan liar baik yang dilakukan oleh petualang petualang bisnis, sampai dengan kejahatan lingkungan yang terorganisasi, menjadikan Kalimantan Tengah sebagai objek pembangunan nilai manusia tapi lebih pada "perusakan hutan yang amat parah". Tak lama setelah kejatuhan Suharto, di tahun 1998, mulai munculnya aksi bebas melakukan pembalakan hutan lindung yang kemudian menyenggol wilayah wilayah habitat Orang Utan, pembalakan ini mempersempit ruang gerak orang utan, sebagai satwa yang dilindungi.

Membaca Politik di Kalimantan Tengah, seperti membaca dua mozaik yang saling berlawanan, di satu sisi tercipta mafia-mafia yang didasari pada kepentingan bisnis dan menghancurkan lingkungan hidup, di satu sisi berdiri kaum idealis yang mencoba menjadikan Kalimantan Tengah sebagai "Pusat Pembangunan Kemanusiaan", ide awal Kalimantan Tengah sebagai Pusat Pengembangan Kebudayaan Nusantara diusulkan oleh kelompok SUBUD, yang awalnya dimotori oleh pendirinya M. Subuh, yang akrab dipanggil "Pak Subuh". Tahun 1980 s/d tahun 1984 bisa dikatakan kelompok intelektual SUBUD berhasil menjadi tiang penyangga ide ide pembangunan di Kalimantan Tengah, Gerakan Subud memiliki basis di kalangan intelektual kelas menengah atas Jakarta, terutama pejabat pejabat dari Departemen Luar Negeri, Departemen Pehubungan dan Bappenas. Kelompok ini juga merambah kelompok kelompok muda intelektual yang mengembangkan Kalimantan Tengah sebagai model pembangunan Indonesia Baru. Namun sayangnya gerakan ini tidak mendapatkan respon dari Pemerintahan Suharto, sehingga gerakan dilakukan secara mandiri namun di menjadi pudar di pertengahan 1990-an karena tiadanya kepemimpinan kuat di Subud pasca meninggalnya Pak Subuh. Namun diluar Subud banyak tokoh tokoh intelektual yang terpengaruh atas visi Pak Subuh dalam mengembangkan Kalimantan sebagai "Wilayah dunia baru".

[caption caption="Pak Subuh, Pendiri Organisasi Subud dan Pemimpin Spiritual Jawa Asal Semarang Yang Amat Berpengaruh di Jaman Bung Karno dan Pak Harto, Pencetus ide Bahwa "Masa Depan Nusantara" Berpusat di Kalimantan Tengah (Sumber Foto : Dokumentasi Subud)"]

[/caption]

Gerakan Subud ini juga banyak mempengaruhi intelektual lokal, tokoh tokoh seperti Teras Narang, Diran, Prof. MS Lambut, Profesor Usop dan banyak lagi. Kelompok intelektual menolak Kalteng dijadikan wilayah eksploitasi hutan, juga wilayah kavling kavling kelapa sawit, kelompok inilah yang kelak di pertengahan di tahun 2005 mulai pegang kendali di Kalimantan Tengah dan punya agenda kerja dengan tugas pokoknya "Membuka daerah daerah terisolir".

Kekuasaan Teras Narang, menjadi amat berhasil sepanjang sejarah Pemerintahan Kalimantan Tengah, di tangan Teras Narang, Kalimantan Tengah membuka daerah terisolirnya, seperti : Wilayah Pulang Pisau, Murung, Katingan, Seruyan, Gunung Mas, Lamandau, sampai dengan wilayah Sukamara. Di Barito, Kotawaringin dan Kapuas digerakkan agenda sanitasi lingkungan yang terpadu. Palangkaraya sendiri berkembang pesat, selama 10 tahun masa kekuasaan Teras Narang, Palangkaraya dijadikan kota terpadu, banyak berdiri bangunan bangunan sebagai lambang modernisasi kota, dan justru peningkatan pembangunan ada di wilayah arah Bukit Tangkiling dimana Pak Subuh meramalkan bahwa jalan menuju Tangkiling akan jadi Boulevard yang tak kalah besar dari Makati Manila atau Sudirman Jakarta. Perlu catatan sendiri, Pak Subuh-lah yang meramalkan "Jalan Sudirman di Jakarta" menjadi jalan bisnis utama di Jakarta, di dekade 1960-an ia membangun gedung S Widjojo. Visinya tentang Kalimantan Tengah dimana Bukit Tangkiling menjadi pusat kota adalah pandangan jauh ke depan. Hal ini terlepas dari pandangan Bung Karno dan Semaun dalam melihat masa depan Kalimantan Tengah di medio 1950-an.

Sektor yang paling menonjol dimasa Pemerintahan Teras-Diran adalah Kesehatan Publik,  Pemerintahan Teras Narang membawakan agenda Kalteng Barigas, pendekatan kesehatan Kalimantan Tengah ada di "Peningkatan Kesehatan (Promotif), Pencegahan Penyakit (Preventif), Penyembuhan Penyakit (Kuratif), dan Pemulihan Kesehatan (Rehabilitatif). Empat agenda ini jadi senjata Teras Narang dalam mengembangkan sektor kesehatan publik. Data data menunjukkan sejak 2010, kemajuan pesat kesehatan publik menonjol dan ini jadi bahan rujukan banyak wilayah di Indonesia dimana Kalteng jadi role model pembangunan kesehatan publik.

Perkembangan modernisasi Kalimantan Tengah, yang mulai lancar terganggu dengan munculnya Mafia Kayu Rasyid dimana keponakannya maju ke dalam pemilihan Gubernur Kalteng.

Rasyid Dan Laporan Publik Final Cut 

Siapakah Rasyid yang kemudian menjadi antitesis dari Teras Narang? Bila Teras Narang dikenal sebagai "Jagoan perancang pembukaan wilayah wilayah terisolir dan pengembangan wilayah isolasi menjadi wilayah ekonomi baru" maka Abdul Rasyid menjadi mafia illegal logging yang kegiatan bisnisnya sepenuhnya adalah "Kriminal Lingkungan Hidup".

[caption caption="Rasyid, Mafia Hutan Yang Bermain Di Balik Layar Politik Kalimantan Tengah (Sumber Foto : G Sumariyono Wordpress.com)"]

[/caption]

Nama Rasyid mulai terdengar ketika namanya tercantum dalam "Laporan Kejahatan Mafia Hutan" yang ditaruh di meja Dirjen Kehutanan, Suripto. Selain Dirjen Kehutanan Suripto juga intelijen kampiun dari jaman awal Orde Baru, pada tahun 1999 ia ditunjuk menjadi  Kehutanan, sekaligus mendapat tugas untuk menarik keluar para mafia illegal logging.

Saat itu Suripto marah besar ketika ada laporan terjadi kekerasan yang dilakukan para antek Rasyid terhadap aktivis lingkungan hidup, bahkan Ripto memerintahkan jaringan intelijennya untuk mencari tau siapa dalang kekerasan yang ternyata adalah Rasyid. Dan dibalik Rasyid sesuai laporan yang diterima Ripto adalah "Sugianto Sobran", disinilah kemudian menjadi titik terancamnya Kalteng, karena Sugianto Sobran kelak digadang gadang menjadi "Gubernur Kalteng" pada Pemilihan 2015.

Kasus Rasyid ini menjadi ramai diberitakan tahun 1999. Ada laporan publik yang berjudul "Final Cut" dalam laporan publik ini ada perusakan hutan yang luar biasa di wilayah hutan lindung, laporan ini termuat dalam beberapa website salah satunya adalah website GSumariyono Blog, menariknya disini : ada nama Sugianto Sobran yang juga adalah keponakan dari Rasyid, melakukan kekerasan terhadap aktivis lingkungan :

[caption caption="Laporan Publik LSM Telapak Atas Perusakan Hutan Yang Dilakukan Rasyid (Sumber Foto : GSumariyono Blog)"]

[/caption]

 

Laporan ‘The Final Cut’, ditulis oleh EIA dan LSM Telapak Indonesia pada bulan Agustus 1999. Laporan ini menghebohkan masyarakat kayu di Indonesia dan di LN. Isinya dokumentasi penebangan liar besar-besaran oleh Abdul Rasyid, pemilik grup Tanjung Lingga Kalimantan Tengah. Abdul Rasyid merampok kayu di hutan lindung Taman Nasional Tanjung Puting yang luasnya 415.000 ha dan yang sangat terkenal diseluruh dunia karena tempat penangkaran orang utan. Kehidupan orang utan di hutan lindung TN Tanjung Puting sekarang dalam keadaan terganggu. EIA adalah NGO yang sangat terkenal di Inggris. Investigasi lapangan dilakukan EIA/Telapak Indonesia sebanyak 11 kali. Penghancuran hutan lindung yang amat parah oleh Abdul rasyid dan grupnya Tanjung Lingga, adalah kejahatan amat jahat. Bayangkan Abdul Rasyid dan grup Tanjung Lingga, melakukan pencurian kayu ramin secara terang terangan dan grupnya masih menampung kayu ramin yang dicuri oleh penduduk.

 

[caption caption="Suripto, Intelijen Kawakan Yang Diangkat Menjadi Sekjen Departemen Kehutanan di Masa Presiden Gus Dur, Dia-lah Yang Menghantam Mafia Rasyid Setelah Kelompok Rasyid Melakukan Aksi Kriminal (Sumber Foto : Tribunnews)"]

[/caption]

 

Suripto melakukan pengechekan dan mampu mengungkapkan keterlibatan personil keamanan, dari Indonesia dan dari Malaysia. Kepada pers, Suripto mengatakan bahwa penyelundupan kayu ramin mencapai 100.000 m3 per bulan. Kalau harga kayu ramin Rp 1.000.000 per m3, maka nilai yang diselundupkan Rp 100 milyar per bulan atau 1,2 Triliun per tahun. Angka yang fantastik.

EIA/Telapak Indonesia telah menemukan persengkokolan rahasia tentang pengaturan kayu konsesi antara Abdul rasyid dan pejabat keamanan dan sipil. bahkan EIA/Telapak Indonesia menyaksikan sendiri jalur truk pengangkut kayu untuk membawa kayu curian keluar dari kawasan Hutan Lindung Tanjung Puting. Mereka menyamar sebagai pembeli kayu,dan menghitung jmlah saw mill tak berizin dan tongkang pengangkut kayu. EIA/Telapak Indonesia mengidentifikasi bahwa semua dikoordiner oleh Abdul rasyid dan Tanjung Lingga grup.

[caption caption="Faith Doherty, Aktivis Lingkungan Yang Menjadi Investigator Atas Kejahatan Kelompok Rasyid Dalam Penggundulan Hutan Lindung di Kalimantan Tengah (Sumber Foto : eiainvestigator.com)"]

[/caption]

Menurut Laporan ‘The Final Cut’, Abdul Rasyid mampu menutupi kejakatannya dengan mengkonsolidasikan kekuatan politik dan uangnya untuk meredam rencana polisi dan jaksa untuk mem-pidanakan kejahatan Abdul Rasyid sebagai pencuri kayu milik negara. Abdul Rasid mampu meredam pada tingkat lokal, tingkat propinsi dan tingkat nasional. Dengan kekuatan ‘uang haramnya’ Abdul Rasyid berhasil menjadi anggota MPR mewakilil Kalimantan Tengah. Bukan main. Bisnis Abdul Rasyid tetap berjalan mulus dan cengkeraman Abdul Rasyid terhadap masyarakat dipertahankan oleh Abdul Rasyid sehingga tidak ada tindakan hukum yang nyata dari pejabat hukum tingkat lokal, tingkat propinsi dan tingkat nasional.

Menurut ‘The Final Cut’, kerusakan Taman Nasional Tanjung Puting oleh grup Abdul Rasyid itu menghancurkan aset masyarakat/negara yang sangat bernilai dan aset masa depan Indonesia dan dunia yang amat penting. Keuntungan triliun rupiah dari pencurian kayu besar besaran telah dinikmati grup Abdul Rasyid dan segelintir orang.

Menurut ‘the Final Cut’, gubernur Kalimantan Tengah waktu itu yaitu Rafiudin Hamarung ditekan oleh Abdul Rasyid dan pejabat Sipil maupun Militer dari Pusat agar mengeluarkan ‘izin’ konsesi hutan lindung kepada Abdul Rasyid. Dunia sudah gila. Cara khas yang dipakai Tanjung Lingga untuk melegalkan kayu curian adalah dengan membeli kayu sitaan pada pelelangan. Pada 21 September 1999, para aktivis dari EITdan Telapak Indonesia menyaksikan dengan mata kepala sendiri bahwa dokumentasi dar kayu kayu dari Sungai Buluh Kecil diprsiapkan untuk kayu kayu ilegal yang baru ditebang dan dipersiapkan untuk diolah.Para aktifis melihat kapal kapal yang dimuati dengan kayu ramin bernilai sangat tinggi ditambatan di teluk Kumai.

Saking jengkelnya, ada dua aktivis yang mengunjungi Saw Mill kayu sepanjang Sungai Arut, yang memproses kayu curian yang digasak dari Tanjung Puting. Saw Mill itu bernama PT. Memdawai Putra milik Abdul Rasyid. Didepan saw mill terdapat tumpukan kayu ramin bernilai tinggi , Rp 1.000.000 per m3, menunggu untuk diproses. Keduanya masuk menyamar sebagai calon pembeli. Namun ada staf PT Mendawai Putra yang mencurigai keduanya sebagai aktivis LSM/NGO. Mereka diintimidasi dengan kasar. Inilah ceritera yang saya baca dari ‘The Final Cut’.

Begitu masuk kearea saw mill kedua aktivis diajak masuk keruangan atas dari gedung kantor. Diruangan itu telah menunggu Sugiarto Sabran Efendi, sepupu Rasyid dan Een Juhaeriyah, keduanya Direktur Tanjung Lingga. Dengan dihadiri gerombolan orang yang bergaya preman, menakutkan dan seram wajahnya, kata kedua aktivis di buku ‘The Final Cut’.

Salah satu aktivis bernama Ruswindrijarto langsung diteriaki oleh Sugiarto dan dimaki-maki didepan orang banyak. Aktivis kedua bernama Doherty pun mengalami perlakuan yang sama. Terjadilah percekcokkan dan adu argumentasi. Kedua aktivis itu dipukul dan ditendang oleh gerombolan dari Tanjung Lingga. Tangan Dovery luka karena dipukul dengan benda keras sampai sekarang cacat, mukanya dihadiahi bogem mentah yang dilakukan oleh gerombolan Tanjung Lingga. Kamera dan barang barang pribadi mereka dicampakkan kelantai sampai kameranya rusak. Yang lebih gila lagi, Sugianto mengeluarkan pistol dan mengancam akan membunuh Ruswidriyarto. Tiba tiba Ruslan, saudara kandung Rasyid masuk ruangan. Ruslan juga ikut menendang Suswidriyarto. Tak lama kemudian Polisi datang, rupanya ada anggota tim LSM/NGO yang tidak ikut masuk kantor melapor kekantor polisi setempat. Tiga polisi berpakaian preman dan seorang berpakaian dinas menyelamatkan kedua aktivis dari kantor Tanjung Lingga. Kedua korban kekerasan dibawa ke pos polisi, diizinkan menelpun dan akhirnya ditolong oleh polisi dibawa ke rumah sakit untuk pengobatan.

Kapolres setempat yaitu Letkol Koto lalu menginterograi kedua aktivis. Dan melarang mereka berdua keluar dari kota. Rupanya dikota itu sudah ada teman Ruswidriyarto dari beberapa LSM, merekalah yang berjuang untuk membawa keluar kedua aktivis yang sudah terluka. Duta Besar Inggris ikut campur tangan mendesak Kapolres agar mengizinkan keluar Pangkalanbun. Pejabat Militer dan Polisi di jakarta pun rame rame menekan Kapolres Koto untuk mengizinkan kedua aktivis keluar dari kota. Alhamdullilah… Akhirnya keduanya dapat naik pesawat kecil dan terbang menuju Banjarmasin. Keesokan harinya terbang ke Jakarta. Itu sepenggal kisah keberanian dua aktivis LSM/NGO dalam membela kekayaan Indonesia yang sedang dirampok oleh Tanjung Puting. Ceritera itu saya sarikan dari buku ‘The Final Cut'

Mendengar berita ini Suripto naik pitam. Dia kumpulin nama nama orang Tanjung Puting yang menangkap dan menyiksa kedua aktivis, baik yang ada di Pangkalanbun maupun yang ada di Palangkaraya.

Berita penyiksaan kedua aktivis lingkungan di Pangkalanbun menjadi berita utama di koran koran Jakarta dan di koran LN. Dan masuk ke CNN serta BBC News. Mereka rame-rame mendesak pejabat sipil dan militer untuk memeriksa bisnis Abdul Rasyid. Tak lama kemudian Suripto berangkat ke Kalimantan untuk mendatangi kantor Abdul Rasyid di Pangkalanbun dan mengungkapkan kejahatan pencurian kayu ramin oleh Abdul Rasyid dan Tanjung Lingga kepada Pers. Semua orang yang membaca geram dan marah. Suripto juga mengungkapkan keterlibatan politik tingkat tinggi dalam melindungi bisnis haram Abdul Rasyid. Dari daftar yang dikumpulkan terlihat nama-nama pejabat sipil dan militer.

Dengan cukupnya bukti penganiayaan dan penculikan terhadap wartawan dan anggota EIA. Sudah selayaknya Abdul Rasyid di bawa ke pengadilan. Sudah saatnya hutan kalimantan dijaga dan dirawat. Ini tidak akan terjadi selama Abdul Rasyid duduk di kursi MPR. Abdul Rasyid telah mencoret arang di muka International atas ketambengannya. Hargai lah perjuangan angkatan 45 yang membebaskan kita semua dari penjajahan. Termasuk penjajahan hutan Kalimantan yang dilakukan oleh abdul rasyid dan perusahaannya. KAPAN HUTAN KITA AKAN DIBIARKAN BERNAFAS DAN SELERUH ANGGOTA BINATANG LANGKA-NYA MERAIH KEMERDEKAAN SEPERTI KITA MEMENANGKAN DEKLARASI 45. ( testimoni sdr Hary Sukartono, pembaca Banjarmasin Post).

 

Tahun 1999, nama Rasyid tercantum dalam daftar 18 cukong kayu yang dituduh melanggar hukum oleh Departemen Kehutanan. Agustus 2000, sebuah kapal berbendera Panama, Progress A, milik Lingga Marintama anak perusahaan Tanjung Lingga, ditahan di lepas pantai Propinsi Riau, setelah kepergok mengangkut kayu meranti tanpa disertai dokumen yang diperlukan. Di bawah undang-undang kehutanan Indonesia tahun 1999,pengangkutan kayu secara ilegal dapat dikenai hukuman penjara hingga sepuluh tahun. Namun, kasus ini tidak pernah dibawa ke pengadilan dan kapal tersebut dibebaskan karena setelah penahanan tiba-tiba dokumen-dokumen pengangkutan muncul secara misterius. Oktober 2001, enam kapal ditahan di Pelabuhan Kumai, dekat Tanjung Puting,sedang mengangkut kayu ilegal. Salah satu kapal tersebut adalah tongkang Lingga Marine006, milik Lingga Marintama. Lagi-lagi, kapaltersebut dibebaskan setelah terbit ijin angkut.Selain mengangkut kayu secara ilegal, para direktur Tanjung Lingga terlibat dalam penganiayaan dan mengeluarkan ancaman serius terhadap dua anggota staf LSM EIA / Telapak.

 

(Sumber Laporan Publik Berasal dari Final Cut yang disarikan dalam website : Abdul Rasyid Tokoh Illegal Logging)

 

Hubungan Rasyid dan Sobran

Rasyid adalah Paman dari Sugianto Sobran, dan Rasyid juga bertindak sebagai "Funder" atas pencalonan Sugianto sebagai Gubernur Kalimantan Tengah, Rasyid dipasangkan dengan Habib Said Ismail, gelar Habib sendiri amat meragukan karena nasab-nya kurang jelas, orang yang sudah bergelar habib mustinya secara legitimasi bernasabkan pada Rasulullah, dan ada silsilahnya yang jelas, namun Habib Ismail banyak dibilang sebagai "Habib tempelan". Ini juga harus jadi bagian penting dalam memahami peta politik di Kalteng.

Masuknya Rasyid ke dalam pertarungan di Kalimantan Tengah, tak lepas dari kelemahan PDI Perjuangan dalam membaca peta politik di Kalteng, sebenarnya Teras Narang dan Diran sudah kuat juga mengakar, mereka berdiri di barisan kelompok pembaharu intelektual, gagasan gagasannya yang maju dan jauh dari permainan mafia hutan, membuat Teras Narang kuat secara moral dan konstitusional dalam menjalankan tugasnya. Ditambah Diran yang memiliki insting birokrasi tajam dalam menata wilayah ju[caption caption="Sugianto Sabran, Bagian Penting Dari Bandit Mafia Hutan Menurut Laporan Publik Aktivis Lingkungan Faith Doherty dan Bagian Dari Jaringan Rasyid

[caption caption="Sugianto Sabran, Bagian Penting Dari Bandit Mafia Hutan Menurut Laporan Publik Aktivis Lingkungan Faith Doherty dan Bagian Dari Jaringan Rasyid (Sumber Foto : Tribunnews))"]

[/caption]

 

Namun hal ini tidak dibaca oleh PDIP, sehingga Diran sendiri terlempar dari garis kekuasaan. Diran ditolak maju memimpin Kalteng, padahal kekuatan Diran amat besar, ia bisa diterima baik di kalangan Suku Jawa ataupun Suku Dayak, suku Jawa di Kalteng ada sekitar 27%, namun secara sosial Suku Jawa kerap mendapatkan penghormatan tinggi di kalangan masyarakat Kalteng, sehingga sebagai influencer politik, Suku Jawa amat penting. Dan PDIP melepas Diran.  Majunya Willy dari PDIP juga sepertinya harus kerja keras melawan jaringan mafia hutan di Kalimantan Tengah, apalagi setelah kubu Ujang rontok maka tak ada alternatif lawan untuk menghindari ini, atau aktivis lingkungan harus berdiri menantang mafia hutan yang sudah masuk ke dalam birokrasi Provinsi Kalteng.

 

 

Sementara Sugianto yang mendapatkan dukungan penuh dari Pamannya, maju dengan semangat berkobar-kobar, namun masa lalunya sungguh menguatirkan, dan Kalimantan Tengah akan dihadapkan pada situasi "eksploitasi tanpa batas".

 

Catatan catatan kriminal Sugianto sendiri amat banyak dan tercatat di media, terutama kasus potong jari aktivis. (Baca : Sugianto Potong Jari Aktivis )

Entah kenapa Sugianto ini selalu lolos, dan inilah yang harus diperhatikan aktivis lingkungan dalam melihat Sugianto kaitannya dalam "Ancaman Jatuhnya Kalimantan Tengah Ke Tangan Mafia Hutan" :

 

1. Kalimantan Tengah akan dikuasai oleh pemain pemain pembalakan liar bahkan diberikan tempat luas dalam kasus perusakan lingkungan.

2. Alam Bawah Sadar Sugianto adalah "Illegal Logging" yang lekat dengan dunia kekerasan, seharusnya Kalimantan Tengah menjadi "Pusat Kebudayaan bukan Pusat Pembalakan Liar".

3. Hutan Hutan Kalimantan Tengah terancam bahaya menjadi lautan sawit

4. Modal asing akan menguasai jaringan permodalan dalam pengelolaan kapital hutan.

5. Orientasi tata lingkungan bukan lagi di wilayah desa dan kota, tapi justru di wilayah kehutanan yang amat dikuasai kelompok Rasyid -Sugianto.

6. Menguatnya garis isu rasial karena wakil dari Sugianto mengandalkan gelar Habib, padahal penduduk Kalimantan Tengah terkenal amat menghargai harmoni masyarakat.

7. Agenda agenda pembangunan yang awalnya Pendekatan Pembangunan Kemanusiaan, menjadi pendekatan Pembalakan Liar.

 

Selain tujuh hal diatas, harus diperhatikan peran Ketua KPU Kalteng, dimana terbit kabar isterinya adalah tim sukses Sugianto, kabar ini harus diklarifikasi agar jaring jaring Sugianto Sabran tidak menguasai perpolitikan di Kalimantan Tengah, dan munculnya Sugianto dengan kekuatan politiknya juga harus menjadi pelajaran PDI Perjuangan, karena selama ini PDI Perjuangan mampu memunculkan calon calon kepala daerah yang kuat karakternya seperti Jokowi, Risma, Ganjar dan Teras Narang, namun dalam persiapan politik PDIP hanya mengandalkan survey bukan penilaian karakter budaya, bukan pendekatan yang disenangi masyarakat dan mampu membaca inventarisasi penilaian politik bukan pada angka, tapi kemampuan mengelola refleksi dari segala lini cara hidup masyarakat di satu tempat.

 

Semoga Kalimantan Tengah tidak jatuh ke tangan Sugianto Sabran, bagian dari jaringan bandit Mafia Hutan....

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun