“Liat bangunan tuanya itu lho, jendela tinggi, pintu tinggi,gelap pula, ditambah suara gesekan batang bamboo di belakang kelas itu, keliatan seremnya, sendirian pula aku. Pas hampir sampai musholla, di depan lab. Biologi itu, aku lihat di samping musholla ada nyala api kecil mirip nyala lilin”. Tak ketinggalan gerakan tanganku memperjelas ceritaku.
“Tapi kok ga keliatan yang mbawa lilinnya?”, ungkapku sambil mengernyitkan dahi tanda penasaran.
“Tak dekati, sapa tau aku ktemu anak anak. Nhaa... tak deketin, apinya pindah ke belakang musholla, tak ikutin aja. Pas deket tho, kira kira 2 meteran, astaghfirullah, Allahuakbar…ternyata…cuma potongan jempol tangan, trus diatasnya ada nyala apinya, mirip nyala lilin”, ceritaku semakin menggebu, dan semakin membuat temantemanku melongo. Gak tau melongo karena serius atau mlongo karena sedikit miris menahan rasa takut.
Kurasakan ada yang mendekat dan merapat di sisi kiri badanku. Rasa hangat di kulit, dan tentu saja bau wangi khas wanita. Siapa lagi kalau bukan irma. Karena rasa takutnya oleh ceritaku mungkin, Tingkah dan naluri wanitanya muncul, mendambakan perlindungan lakilaki. :)
“Begini tho harumnya wanita, begini tho kalau dekat dengan wanita”, batinku, sedikit nervous, Dan kebetulan aku yang dapat rejeki, hihii….
Cerita horror kusambung lagi,
“Mau lari gak bisa lari!, kaki seperti ada yang megangi, Reflekku, komat kamit lah aku, mata terpejam karena takut, mbaca apa yang bisa ku baca, ya istighfar lah, ya takbir lah, harapku pas mbuka mata dah hilang.”, imbuhku, kubumbui dengan gerakan tanganku untuk memperjelas ceritaku biar tambah serem, he..
“Pas aku buka mata, ehhh masih ada. Kali ini aku mbaca ayat kursi berkali kali. Pas buka mata lagi, masih ada tu jempol. Merem lagi aku, kali ini tak tutup pake tangan. Tak bacain al fatihah ma al ikhlas 3x, trus aku mbuka mata lagi, ehhh masih ada.” Ceritaku, sekarang kubumbui dengan gelenggeleng kepala dengan ekspresi wajah penuh ketidakberdayaan dan sedikit pasrah.
“Wahhh kebingungan aku, gimana caranya biar dia pergi. Ayat kursi sudah, al fatihah sudah, takbir sudah, mana gak bisa lari lagi, kaki ga bias gerak, mau teriak gak bias keluar suaranya, celanaku basah pula”,
“Tak lihat lagi potongan jempol tangannya, eeeehh apinya malah tambah besar. Pas aku lihat potongan jempol tangan itu, otak polosku menuntunku menggerakkan tanganku untuk suit. Yang kumunculkan jari kelingking.” Tak lupa ekspresi tanganku untuk memperjelas.
“langsung kedengaran suara waaa menjauh….,suaraya seprti seorang wanita ketakutan, nah pergi lah itu jempol ma apinya.”