Tito terus menatap punggung pak Tudu yang semakin jauh dengan tatapan yang simpatik. Sebelum kemudian ia mengalihkan pandang ke majalah itu lagi dan gegas mencari halaman yang memuat cerita pendeknya. Ada di halaman tengah.
   Cinta Ditolak Cerpen Bertindak, karya Tito Rajagukguk
                     ***
   Ada rasa bangga yang tiba-tiba tumbuh di hati Tito pada dirinya sendiri. Dan untuk pertama kali Tito merasakan itu dalam hidupnya. Sedari tadi ia berulangkali membaca cerpennya sambil berbaring di kasur dengan mata yang bercahaya.
   "Kembangkan terus bakat menulis kamu,"
   Pesan Pak Tudu tiba-tiba terngiang di kepala Tito.
   Tito merenung, dan sejurus kemudian pikirannya tergugah pada sesuatu yang membuatnya penasaran.
   Tito menaruh majalah itu di kasur dan beranjak membuka lemari kamarnya.
Dari dalam lemari jati itu Tito meraih sebuah koper kulit, tempat di mana ia menyimpan dokumen-dokumen penting.
   Lantas, dari dalam koper itu, Tito mengeluarkan rapor SD, SMP, dan SMA-nya. Tito amati satu-persatu dengan cermat setiap nilai mata pelajaran di rapor-rapor itu. Makin diamatinya makin ia tercenung.
   Sejak SD, SMP, dan kini duduk di kelas dua SMA nilai pelajaran Bahasa Indonesianya selalu bagus. Bahkan terbilang sangat bagus. Nilainya tak pernah di bawah 9. Angka yang sangat mencolok di antara mata pelajaran lainnya yang mendapat nilai 4 dan 5. Sungguh Tito tak sadar akan hal itu.
   Perhatiannya selama ini hanya terfokus pada ranking dan mata pelajaran yang nilainya buruk saja, sampai-sampai apa yang bisa dilakukannya dengan sangat baik luput dari perhatiannya.