Sekilas guru bahasa Indonesia itu melirik buku yang tadi tengah dibaca Tito.
   "Lagi baca apa?" tanya pak Tudu.
   "Maukah kau menghapus bekas bibirnya di bibirku dengan bibirmu," jawab Tito.
   Tito kemudian tersadar. Ia telah memberi jawaban yang sangat ambigu.
   "Maksud saya, pak,"
   "Iya, saya tau," potong pak Tudu. "Itu judul cerpen Hamsad Rangkuti, kan?"
   Tito menghembus nafas lega. Syukurlah kalau gurunya itu tahu. Tadi dia sempat khawatir jika gurunya itu salah mengartikan maksud dari ucapannya. Pak Tudu kemudian menyodorkan sejumlah uang padanya.
   "Ini komisi dari cerpen kamu yang terbit di majalah," ujar pak Tudu sembari meletakkan sebuah majalah di meja tempat Tito tadi  membaca.
   Tito mengalihkan pandang ke majalah itu dan kembali menatap pak Tudu.
   "Cerpen saya?" tanya Tito bingung. Pasalnya ia merasa sekalipun tak pernah mengirimkan cerpen ke salah satu majalah. Menulis cerpen saja seingatnya tidak pernah.
   "Kamu ingat, kira-kira sebulan yang lalu saya pernah memberi tugas membuat cerpen?"