"Kau turuti saja kemauan bapak dan ibu, maka semua selesai. Kau tidak bakal cekcok lagi dengan mereka."
Kedua kakaknya datang menghampiri dengan wajah iba.
"Aku tidak mau seperti kalian."
"Maksudmu?"
"Aku  tahu. Kalian sebenarnya tidak mau menjadi dokter, kan? Kak Ratna suka traveling karena itu ingin jadi pramugari, Kak Ita suka mengajar makanya ingin menjadi guru, tapi demi kemauan bapak dan ibu kalian buang impian kalian itu."
"Dalam hidup ini kita tidak pernah tahu apa yang akan kita dapat, Ti."
"Kalian bukannya tidak tahu apa yang akan kalian dapat. Kalian hanya tidak  mau lebih keras memperjuangkan apa yang membuat kalian bahagia."
"Sok tahu!"
"Terserah. Tapi jujur aku sudah bosan melihat kalian tiap hari saling mengeluh soal pekerjaan. Lihat wajah kalian jauh lebih tua dari umur kalian. Orang yang melihat mata kalian bisa menebak kalau kalian dua orang yang tidak bahagia."
***
Tuti selalu berusaha agar tak pernah lagi bernyanyi sekalipun sekadar bersenandung. Mendengar lagu saja sudah dijadikannya sesuatu yang tabu. Tuti berusaha menyibukkan diri dengan berbagai buku-buku kesehatan karena pada akhirnya dia menjadi mahasiswa kedokteran. Namun tanpa disadarinya, di tengah dia membaca dan belajar, bibirnya acap menggumamkan lagu-lagu yang sempat didengarnya di cafe-cafe yang pernah dia datangi. Otak Tuti sibuk menuntut ilmu tetapi jiwanya senantiasa bernyanyi.