Jika kita perhatikan mu'jizat-mu'jizat yang diturunkan kepada para Nabi maka ia akan disesuaikan dengan kondisi ummat-ummat yang dihadapi oleh mereka. Contohnya di zaman Nabi Musa di mana kemajuan teknologi per-sihiran yang begitu maju dan pesat, maka Allah memberikan mu'jizat kepada Nabi Musa berupa sesuatu yang bisa mengalahkan sihir-sihir mereka yang sebenarnya hanya tipuan semata. Namun mu'jizat yang diturunkan Allah itu berupa sesuatu yang nyata tongkat berubah menjadi ular sungguhan yang memakan ular-ular 'bohongan' milik para tukang sihir tadi.
Dilihat dari maknanya kata mu'jizat ada sesuatu yang melemahkan orang yang melihat atau menyaksikannya, bahwa ia tidak akan bisa membuat yang seperti itu. Ia berasal dari kata (أعجز -يعجز) yang berarti melemahkan.
Dari situlah maka para tukang sihir Fir'aun pun beriman kepada Nabi Musa atas bukti nyata yang diberikan Allah. Anehnya raja mereka tetap 'keukeuh' tidak mau beriman, kira-kira apa ya penyebabnya?
Jauh setelah masa Nabi Musa -'alahissalam- tibalah masa di utusnya Rasul terakhir Muhammad -shallallahu 'alahi wa sallam-, dimana beliau waktu itu di utus kepada kaum yang memiliki keistimewaan dengan bahasa yang mereka miliki. Pada masa itu adalah masa kejayaan para penyair dengan berbagai macam syair-syair gubahannya mulai dari syair yang bergenre madh (pujian), hija' (hinaan), ritsaa' (ratapan kematian), wasfh (diskripsi) dan lain-lain. Bahkan waktu itu dikenal pasar Ukadh, suatu pasar khusus yang dijadikan sebagai ajang adu syair antara para penyair ulung semisal Zuhair bin Abi Sulma, 'Antarah, An-Nabighah Ad-Dhubyani, Tharafah Ibnul 'Abdi, Hatim At-Tha'i, Umru'un Al-Qais dan lain-lain.
Di tengah kondisi tersebutlah Rasulullah -shallallahu 'alahi wa sallam- berjuang, dan sebagaimana Nabi dan Rasul sebelumnya, beliau pun dikarunia suatu mu'jizat yang kekal abadi sampai saat ini yaitu Al-Qur'anul Karim. Secara keseluruhan semua isi dari Al-Qur'an adalah mu'jizat, dan jika diperinci banyak sisi-sisi kemu'jizatan ini. Di antara sisi kemu'jizatan Al-Qur'an itu antara lain : I'jaz tasyri'i (kemu'jizatan syari'at yang diturunkan), I'jaz 'Ilmi (kemu'jizatan dari sisi kandungan ayat kauniyah yang sesuai dengan ilmu pengetahuan yang telah terbukti) juga I'jaz lughawi (kemu'jizatan dari sisi bahasa).
Bagian terakhir inilah yang secara jujur harus diakui semua pihak baik dari kalangan jin dan manusia, sampai sekarang masih belum ada yang bisa menjawab tantangan yang diberikan Al-Qur'an 14 Abad lebih yang lalu.
'Korban' pertama dari I'jaz Lughawi dari Al-Qur'an adalah kaum yang dihadapi secara langsung oleh Nabi Muhammad -shallallahu 'alahi wa sallam- sendiri, yaitu kaum Quraisy. Dengan se-'abreg' kelebihan kemampuan bahasa yang mereka miliki namun tidak ada salah seorang pun yang mampu menjawab tantangan Al-Qur'an untuk mendatangkan yang semisal dengannya. Bahkan meskipun tantangan itu diperingan dari mulai tantangan mendatangkan 10 surat, kemudian 1 surat bahkan diperingan lagi dengan mendatangkan ucapan yang semisal dengannya.
Tantangan-tantangan tadi tidak mampu mereka jawab, padahal bahasa yang digunakan Al-Qur'an adalah bahasa yang mereka pakai sehari-hari, bukan bahasa asing, mulai dari huruf-huruf yang digunakan, susunan kata, kalimat maupun gaya bahasa yang digunakan.
Contohnya di dalam Al-Qur'an terdapat huruf-huruf muqattha'ah (potongan huruf) yang terdapat pada awal beberapa surat, seperti Alif-Laam-Miim (المَّ) , Yaa-Siin (يس), Thaa-haa (طه) dan lain-lain. Dimana meskipun potongan huruf tadi diambil dari bahasa Arab namun mereka belum pernah mendengar rangkaian seperti itu sebelumnya.
Dan harus jujur diakui pula, sebenarnya para pembesar Quraisy waktu itu dalam hati mereka banyak yang mengakui hal ini. Bahwa tidak mungkin kalimat-kalimat tadi adalah buatan Nabi Muhammad -shallallahu 'alahi wa sallam- semata.
Salah satu buktinya adalah sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Ibnu 'Abbas bahwasanya Al-Walid Ibnul Mughirah (ayah dari Khalid bin Walid) -yang merupakan pimpinan tertinggi kaum kafir Quraisy waktu itu- pada suatu hari ingin mendengar secara langsung dari Nabi -shallallahu 'alahi wa sallam- ayat-ayat Al-Qur'an yang diturunkan kepada beliau.
Dan ternyata memang benar, orang nomor satu penentang islam ini ketika mendengar ayat-ayat tadi dibacakan oleh beliau ternyata hatinya terpengaruh oleh kalimat-kalimat tadi. Mendengar hal tersebut maka 'Amr bin Hisyam alias Abu Jahal pun langsung mendatanginya dan berkata,
"Wahai pamanku, sungguh kaummu telah mengumpulkan harta dan memberikannya untukmu karena engkau telah mendatangi Muhammad untuk membantah ucapan-ucapannya."
"Seluruh Quraisy sudah tahu bahwa aku adalah orang yang paling kaya di antara mereka."
"Jika demikian maka sampaikan kepada mereka bahwasanya engkau mengingkari dan membenci apa yang engkau dengar darinya."
Namun Al-Walid pun tidak bisa membohongi isi hatinya, dengan jujur dia mengungkapkan apa yang didengar dengan ungkapan yang begitu indah,
وماذا أقول؟ فوالله ما فيكم رجل أعلم بالشعر مني لا برجزه ولا بقصيده ولا بأشعار الجن، والله ما يشبه الذي يقوله شيئًا من هذا، ووالله إن لقوله الذي يقول لحلاوة، وإن عليه لطلاوة، وإنه لمثمر أعلاه، مغدق أسفله،وإنه ليعلو وما يُعلى، وإنه ليحطم ما تحته.
"Apa menurutmu yang harus aku katakan pada mereka? Demi Allah apa yang dia ucapkan begitu manis dan indah, bagian atasnya berbuah, dan bagian bawahnya begitu subur. Perkataannya begitu tinggi dan tidak ada yang mengunggulinya, serta menghantam apa yang ada dibawahnya."
Sampai di sini sebenarnya pintu hidayah itu sebenarnya sudah begitu dekat dengannya. Namun ternyata dia malah seakan 'menutup sendiri' pintu hidayah yang akan mendatanginya karena gengsi dan kedengkian yang telah mengakar dalam menyelimutinya. Ditambah dengan hasutan dari orang-orang sekitar sekelas Abu Jahal dan teman-temannya.
Sehingga dia pun berfikir kira-kira apa label yang tepat yang harus disematkan kepada Nabi Muhammad -shallallahu 'alahi wa sallam- untuk menjauhkan beliau dan mu'jizat yang beliau bawa dari kaum mereka.
Ia bersama Abu Jahal pun kemudian mendatangi orang-orang Quraisy berkumpul. Sesampainya di hadapan mereka, Al-Walid berkata, “Wahai kaumku, kalian mengatakan bahwa Muhammad itu gila. Apakah kalian pernah melihat Muhammad berbicara sendiri?”
Mereka menjawab, “Tidak, demi Tuhan!”
“Kalian mengatakan bahwa Muhammad itu adalah dukun (kahin). Apakah kalian pernah melihat Muhammad melakukan praktik perdukunan?”
“Tidak pernah!”
“kalian mengatakan bahwa yang dikatakan Muhammad itu adalah syair. Apakah kalian pernah melihat Muhammad membuat syair?”
“Tidak!”
“Kalian mengatakan bahwa Muhammad itu pendusta. Apakah kalian pernah mengetahui Muhammad berduta?”
“Demi Tuhan, ia tidak pernah sekali pun berdusta”
Mereka balik bertanya kepada Walid, “Kalau demikian adanya, lantas apa sejatinya yang diucapkan oleh Muhammad?”
Walid bin Mughirah terdiam dan kebingungan. Dia meminta waktu untuk berpikir dan menyendiri. Jujur dia saat itu sebenarnya sudah 'mentok' kehabisan akal dan pusing tuduhan apa yang harus disematkan kepada Nabi agar orang-orang menjauh darinya, dan akhirnya dia pun menemukan kata sihir sebagai hal yang menurutnya paling mendekati, karena menurut dia kata-kata yang diucapkan Nabi bisa membuat anak berpisah dari ayahnya, suami dari istrinya dan budak dari majikannya karena salah seorang dari mereka masuk islam.
Sungguh ini menunjukkan bukti kekalahan telak mereka, karena tidak mampu melawan kemu'jizatan Al-Qur'an yang sudah sangat jelas tadi maka mereka pun seakan kehilangan logika dan menggunakan cara kotor dengan menyebarkan tuduhan-tuduhan keji yang disematkan kepada Nabi kita yang mulia.
Kisah di atas digambarkan dengan rinci dalam Al-Qur'an surat Al-MUddatsir ayat 11 - 30.
Begitulah gambaran orang-orang yang bermental lemah dan ringkih, yang tidak mau mengakui kebenaran yang terang benderang. Berbagai upaya mereka tempuh guna 'menjinakkan' Nabi -shallallahu 'alahi wa sallam- dan para pengikutnya. Mulai dari cara dan bujukan halus berupa harta, tahta dan wanita sampai kepada cara-cara keras dan kasar berupa tindakan penganiayaan fisik maupun embargo ekonomi untuk Bani Hasyim.
Namun Nabi -shallallahu 'alahi wa sallam- tetap tidak mau bergeming dan hanya akan menyerah ketika mereka mampu menjawab tantangan berupa mendatangkan perkataan yang bisa menyamai Al-Qur'an.
Sungguh bisa kita lihat sebuah kontradiksi, dimana Nabi -shallallahu 'alahi wa sallam- mengajak mereka menuju kepada jalan keselamatan, namun mereka justru menolak mentah-mentah bahkan berusaha menghabisi orang yang menolong mereka. Maka jangan salahkan siapa-siapa ketika akhirnya balasan bagi orang-orang yang menolak itu adalah jurang kehancuran.
Bukti nyata ini sudah cukup jelas membuktikan bahwa Al-Qur'an bukanlah kumpulan bait-bait sya'ir yang dikarang oleh penyair ternama, apalagi kumpulan dongeng-dongeng khayalan yang disusun sebagai pengantar tidur untuk menina bobokan anak-anak balita. Sama sekali tidak!
Meskipun bahasanya melampaui bahasa-bahasa ahli sastra, dan banyak dari isinya yang menceritakan sejarah masa lalu serta gambaran masa depan namun ia bukan kitab bahasa atau kitab sastra, maupun kitab sejarah apalagi kitab primbon ramalan.
Maka agak membingungkan sekali ketika ada orang di zaman ini yang mengaku sebagai cendekiawan namun mencoba mengkritik Al-Qur'an dari sisi bahasanya. Sungguh langkah yang sangat nekat sekali, jika tidak dikatakan 'ndlurung bin aya aya wae.' (ngawur/jawa-sunda.)
Al-Qur'an adalah kitab petunjuk yang tiada keraguan di dalamnya, yang membimbing manusia agar selamat di dunia maupun di akhirat kelak. Ia juga merupakan salah satu dan sumber hukum paling utama dalam syariat islam yang menjelaskan cara bagaimana kita menaati perintah Allah -subhanahu wa ta'ala-.
Petung, 27 Desember 2015
==========
Referensi :
- Al-Qur'an Al-Karim
- Mabahits fi Ulum Al-Qur'an : Manna' Al-Qatthan
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H