Mohon tunggu...
Tajun Nashr
Tajun Nashr Mohon Tunggu... -

Pengajar di Pondok Pesantren Maskumambang, berminat di bidang Pendidikan, sejarah dan Hukum Islam. Selain itu tercatat sebagai mahaiswa Pascasarjana UIN Sunan Ampel Surabaya dan Aktivis KAMMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia) Daerah Surabaya.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ia bukan Pernyataan Penyair

23 Mei 2016   12:52 Diperbarui: 23 Mei 2016   12:55 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jika kita perhatikan mu'jizat-mu'jizat yang diturunkan kepada para Nabi maka ia akan disesuaikan dengan kondisi ummat-ummat yang dihadapi oleh mereka. Contohnya di zaman Nabi Musa di mana kemajuan teknologi per-sihiran yang begitu maju dan pesat, maka Allah memberikan mu'jizat kepada Nabi Musa berupa sesuatu yang bisa mengalahkan sihir-sihir mereka yang sebenarnya hanya tipuan semata. Namun mu'jizat yang diturunkan Allah itu berupa sesuatu yang  nyata tongkat berubah menjadi ular sungguhan yang memakan ular-ular 'bohongan' milik para tukang sihir tadi.

Dilihat dari maknanya kata mu'jizat ada sesuatu yang melemahkan   orang yang melihat atau menyaksikannya, bahwa ia tidak akan bisa membuat yang seperti itu. Ia berasal dari kata (أعجز -يعجز) yang berarti melemahkan.

Dari situlah maka para tukang sihir Fir'aun pun beriman kepada Nabi Musa atas bukti nyata yang diberikan Allah. Anehnya raja mereka tetap 'keukeuh' tidak mau beriman, kira-kira apa ya penyebabnya?

Jauh  setelah masa Nabi Musa -'alahissalam- tibalah masa di utusnya Rasul  terakhir Muhammad -shallallahu 'alahi wa sallam-, dimana beliau waktu  itu di utus kepada kaum yang memiliki keistimewaan dengan bahasa yang  mereka miliki. Pada masa itu adalah masa kejayaan para penyair dengan  berbagai macam syair-syair gubahannya mulai dari syair yang bergenre  madh (pujian), hija' (hinaan), ritsaa' (ratapan kematian), wasfh  (diskripsi) dan lain-lain. Bahkan waktu itu dikenal pasar Ukadh, suatu  pasar khusus yang dijadikan sebagai ajang adu syair antara para penyair  ulung semisal Zuhair bin Abi Sulma, 'Antarah, An-Nabighah Ad-Dhubyani,  Tharafah Ibnul 'Abdi, Hatim At-Tha'i, Umru'un Al-Qais dan lain-lain.

Di tengah kondisi tersebutlah Rasulullah -shallallahu 'alahi wa sallam-  berjuang, dan sebagaimana Nabi dan Rasul sebelumnya, beliau pun  dikarunia suatu mu'jizat yang kekal abadi sampai saat ini yaitu  Al-Qur'anul Karim. Secara keseluruhan semua isi dari Al-Qur'an adalah  mu'jizat, dan jika diperinci banyak sisi-sisi kemu'jizatan ini. Di antara sisi kemu'jizatan Al-Qur'an itu antara lain : I'jaz tasyri'i  (kemu'jizatan syari'at yang diturunkan), I'jaz 'Ilmi (kemu'jizatan dari  sisi kandungan ayat kauniyah yang sesuai dengan ilmu pengetahuan yang  telah terbukti) juga I'jaz lughawi (kemu'jizatan dari sisi bahasa).

Bagian terakhir inilah yang secara jujur harus diakui semua pihak baik  dari kalangan jin dan manusia, sampai sekarang masih belum ada yang bisa  menjawab tantangan yang diberikan Al-Qur'an 14 Abad lebih yang lalu.

'Korban' pertama dari I'jaz Lughawi dari Al-Qur'an adalah kaum yang  dihadapi secara langsung oleh Nabi Muhammad -shallallahu 'alahi wa  sallam- sendiri, yaitu kaum Quraisy. Dengan se-'abreg' kelebihan  kemampuan bahasa yang mereka miliki namun tidak ada salah seorang pun  yang mampu menjawab tantangan Al-Qur'an untuk mendatangkan yang semisal  dengannya. Bahkan meskipun tantangan itu diperingan dari mulai tantangan  mendatangkan 10 surat, kemudian 1 surat bahkan diperingan lagi dengan  mendatangkan ucapan yang semisal dengannya.

 Tantangan-tantangan  tadi tidak mampu mereka jawab, padahal bahasa yang digunakan Al-Qur'an  adalah bahasa yang mereka pakai sehari-hari, bukan bahasa asing, mulai  dari huruf-huruf yang digunakan, susunan kata, kalimat maupun gaya  bahasa yang digunakan.

 Contohnya di dalam Al-Qur'an terdapat  huruf-huruf muqattha'ah (potongan huruf) yang terdapat pada awal  beberapa surat, seperti Alif-Laam-Miim (المَّ) , Yaa-Siin (يس), Thaa-haa  (طه) dan lain-lain. Dimana meskipun potongan huruf tadi diambil dari  bahasa Arab namun mereka belum pernah mendengar rangkaian seperti itu  sebelumnya.

 Dan harus jujur diakui pula, sebenarnya para  pembesar Quraisy waktu itu dalam hati mereka banyak yang mengakui hal  ini. Bahwa tidak mungkin kalimat-kalimat tadi adalah buatan Nabi  Muhammad -shallallahu 'alahi wa sallam- semata.

Salah satu  buktinya adalah sebuah kisah yang diriwayatkan oleh Ibnu 'Abbas  bahwasanya Al-Walid Ibnul Mughirah (ayah dari Khalid bin Walid) -yang  merupakan pimpinan tertinggi kaum kafir Quraisy waktu itu- pada suatu  hari ingin mendengar secara langsung dari Nabi -shallallahu 'alahi wa  sallam- ayat-ayat Al-Qur'an yang diturunkan kepada beliau.

Dan  ternyata memang benar, orang nomor satu penentang islam ini ketika  mendengar ayat-ayat tadi dibacakan oleh beliau ternyata hatinya  terpengaruh oleh kalimat-kalimat tadi. Mendengar hal tersebut maka 'Amr  bin Hisyam alias Abu Jahal pun langsung mendatanginya dan berkata,

"Wahai pamanku, sungguh kaummu telah mengumpulkan harta dan  memberikannya untukmu karena engkau telah mendatangi Muhammad untuk  membantah ucapan-ucapannya."

 "Seluruh Quraisy sudah tahu bahwa aku adalah orang yang paling kaya di antara mereka."

 "Jika demikian maka sampaikan kepada mereka bahwasanya engkau mengingkari dan membenci apa yang engkau dengar darinya."

Namun Al-Walid pun tidak bisa membohongi isi hatinya, dengan jujur dia  mengungkapkan apa yang didengar dengan ungkapan  yang begitu indah,

وماذا أقول؟ فوالله ما فيكم رجل أعلم بالشعر مني لا برجزه ولا بقصيده ولا  بأشعار الجن، والله ما يشبه الذي يقوله شيئًا من هذا، ووالله إن لقوله الذي  يقول لحلاوة، وإن عليه لطلاوة، وإنه لمثمر أعلاه، مغدق أسفله،وإنه ليعلو وما يُعلى، وإنه ليحطم ما تحته.

  "Apa menurutmu yang harus aku katakan pada mereka? Demi Allah apa yang  dia ucapkan begitu manis dan indah, bagian atasnya berbuah, dan bagian  bawahnya begitu subur. Perkataannya begitu tinggi dan tidak ada yang  mengunggulinya, serta menghantam apa yang ada dibawahnya."

 Sampai  di sini sebenarnya pintu hidayah itu sebenarnya sudah begitu dekat  dengannya. Namun ternyata dia malah seakan 'menutup sendiri' pintu  hidayah yang akan mendatanginya karena gengsi dan kedengkian yang telah  mengakar dalam menyelimutinya. Ditambah dengan hasutan dari orang-orang  sekitar sekelas Abu Jahal dan teman-temannya.

 Sehingga dia pun  berfikir kira-kira apa label yang tepat yang harus disematkan kepada  Nabi Muhammad -shallallahu 'alahi wa sallam- untuk menjauhkan beliau dan  mu'jizat yang beliau bawa dari kaum mereka.

 Ia  bersama Abu  Jahal pun kemudian mendatangi orang-orang Quraisy berkumpul. Sesampainya  di hadapan mereka, Al-Walid berkata, “Wahai kaumku, kalian mengatakan  bahwa Muhammad itu gila. Apakah kalian pernah melihat Muhammad berbicara  sendiri?”

 Mereka menjawab, “Tidak, demi Tuhan!”

 “Kalian  mengatakan bahwa Muhammad itu adalah dukun (kahin). Apakah kalian pernah  melihat Muhammad melakukan praktik perdukunan?”

 “Tidak pernah!”

 “kalian mengatakan bahwa yang dikatakan Muhammad itu adalah syair. Apakah kalian pernah melihat Muhammad membuat syair?”

 “Tidak!”

 “Kalian mengatakan bahwa Muhammad itu pendusta. Apakah kalian pernah mengetahui Muhammad berduta?”

 “Demi Tuhan, ia tidak pernah sekali pun berdusta”

 Mereka balik bertanya kepada Walid, “Kalau demikian adanya, lantas apa sejatinya yang diucapkan oleh Muhammad?”

  Walid bin Mughirah terdiam dan kebingungan. Dia meminta waktu untuk  berpikir dan menyendiri. Jujur dia saat itu sebenarnya sudah 'mentok'  kehabisan akal dan pusing tuduhan apa yang harus disematkan kepada Nabi  agar orang-orang menjauh darinya, dan akhirnya dia pun menemukan kata  sihir sebagai hal yang menurutnya paling mendekati, karena menurut dia  kata-kata yang diucapkan Nabi bisa membuat anak berpisah dari ayahnya,  suami dari istrinya dan budak dari majikannya karena salah seorang dari  mereka masuk islam.

 Sungguh ini menunjukkan bukti kekalahan  telak mereka, karena tidak mampu melawan kemu'jizatan Al-Qur'an yang  sudah sangat jelas tadi maka mereka pun seakan kehilangan logika dan  menggunakan cara kotor dengan menyebarkan tuduhan-tuduhan keji yang  disematkan kepada Nabi kita yang mulia.

 Kisah di atas digambarkan dengan rinci dalam Al-Qur'an surat Al-MUddatsir ayat 11 - 30.

  Begitulah gambaran orang-orang yang bermental lemah dan ringkih, yang  tidak mau mengakui kebenaran yang terang benderang. Berbagai upaya  mereka tempuh guna 'menjinakkan' Nabi -shallallahu 'alahi wa sallam- dan  para pengikutnya. Mulai dari cara dan bujukan halus berupa harta, tahta  dan wanita sampai kepada cara-cara keras dan kasar berupa tindakan  penganiayaan fisik maupun embargo ekonomi untuk Bani Hasyim.

  Namun Nabi -shallallahu 'alahi wa sallam- tetap tidak mau bergeming dan  hanya akan menyerah ketika mereka mampu menjawab tantangan berupa  mendatangkan perkataan yang bisa menyamai Al-Qur'an.

 Sungguh  bisa kita lihat sebuah kontradiksi, dimana Nabi -shallallahu 'alahi wa  sallam- mengajak mereka menuju kepada jalan keselamatan, namun mereka  justru menolak mentah-mentah bahkan berusaha menghabisi orang yang  menolong mereka. Maka jangan salahkan siapa-siapa ketika akhirnya  balasan bagi orang-orang yang menolak itu adalah jurang kehancuran.

  Bukti nyata ini sudah cukup jelas membuktikan bahwa Al-Qur'an bukanlah  kumpulan bait-bait sya'ir yang dikarang oleh penyair ternama, apalagi  kumpulan dongeng-dongeng khayalan yang disusun sebagai pengantar tidur  untuk menina bobokan anak-anak balita. Sama sekali tidak!

  Meskipun bahasanya melampaui bahasa-bahasa ahli sastra, dan banyak dari  isinya yang menceritakan sejarah masa lalu serta gambaran masa depan  namun ia bukan kitab bahasa atau kitab sastra, maupun kitab sejarah  apalagi kitab primbon ramalan.

 Maka agak membingungkan sekali  ketika ada orang di zaman ini yang mengaku sebagai cendekiawan namun  mencoba mengkritik Al-Qur'an dari sisi bahasanya. Sungguh langkah yang  sangat nekat sekali, jika tidak dikatakan 'ndlurung bin aya aya wae.'  (ngawur/jawa-sunda.)

 Al-Qur'an adalah kitab petunjuk yang tiada  keraguan di dalamnya, yang membimbing manusia agar selamat di dunia  maupun di akhirat kelak. Ia  juga merupakan salah satu dan sumber hukum  paling utama dalam syariat islam yang menjelaskan cara bagaimana kita  menaati perintah Allah -subhanahu wa ta'ala-.

 Petung, 27 Desember 2015

 ==========

 Referensi : 

- Al-Qur'an Al-Karim  

- Mabahits fi Ulum Al-Qur'an : Manna' Al-Qatthan

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun