"Kok bisa begitu?"
"Iya. Sebenarnya otak manusia itu dari sononya, sejak zaman primitif cuma dipakai untuk bertahan hidup dan meneruskan keturunan. Nah, di otak itu ada dopamine, zat kimia yang kadarnya meningkat kalau orang mengalami sensasi menyenangkan. "
"Saat ini, sebagian besar dari aktivitas kita menggunakan smartphone. Entah untuk membuat postingan di SNS, memberi like atau menganggit foto di instagram. Kegiatan ini ternyata mengakibatkan peningkatan dopamine. Padahal penambahan dopamine ini biasanya terjadi misalnya melalui refreshing, berolahraga, mendengarkan musik dan lainnya. "
"Pada era kiwari, karena manusia hampir tidak dapat lepas dari smartphone, maka dopamine bertambah ketika misalnya postingan kita di-like atau diberi komentar. Apalagi banyak yang memuji. Alasannya, karena orang mengalami sensasi yang menyenangkan. Makin banyak main smartphone, makin banyak dopamine. Akibatnya, otak jadi diajari secara salah, yaitu sering main smartphone adalah hal yang benar dan menyenangkan. Padahal sebaliknya."
"Pantes aje, kalo orang garang maen internet, semakin sering die bikin heboh karna otaknye udah dibajak kali ye," ucap Pengki berlagak mengerti.
"Sebenarnya sih, orang yang sering main internet itu, senang mendapat pengakuan dan pujian karena kemungkinan besar dia kesepian. Kalau sekali aja dia nggak diperlakukan seperti itu, pasti nggak puas. Kemudian bisa jadi dia malah mencak-mencak nggak keruan," lanjut Puutaro.
"Begitu toh. Pantes aja yang sering posting marah-marah, orangnya ya itu-itu aja. Yang sering posting memutarbalikkan fakta supaya bisa menang argumen, jenis orangnya ndilalah juga sama. Kalau dipikir, memang orang seperti itu senang melawan sesuatu yang mudah dilawan. Istilahnya, mereka senang bertarung dengan orang-orangan yang ndak berdaya," kata Kemplun sambil mencungkil daging keras yang terselip di sela gigi.
"Kalau orang bule bilang, argumen straw man," tambah Puutaro.
"Panteeesan mereka bilang PPKS entu legalisasi zina. Mereka udah ngerasa idup di Metaverse kali ye. Ude gitu pede nye cuman ngelawan boneka sawah," ujar Pengki seraya menyalakan batang rokok ke-tiga.
Kemplun masih saja berkutat dengan daging keras yang terselip di gigi. Sementara itu, Puutaro asyik menikmati es teh manisnya. Maklum lah, teh yang biasa dia minum selama di Jepang, tidak lazim dicampur gula.
Ketika tiga sekawan sedang asyik dengan kegiatan masing-masing setelah kenyang dan lelah berbincang, seorang anak muda seusia adik kelas mereka mendekat dan langsung berbicara.