Kalau menyebutkan salah satu ciri dari kuil ini yang membedakannya dari kuil lain di Jepang adalah, tidak ada pembatas antara area kuil dengan lingkungan sekitar. Area kuil seperti menyatu dengan alam, terlebih karena lokasinya di kaki gunung.
Hal ini merupakan kehendak dari pendiri Kuil Eigenji, Jakushitsu Genkou.
Dia beranggapan, pembatas adalah lambang dari tindakan otoriter yang berakibat membatasi ruang dan gerak.
Dalam perjalanan pulang, saya mampir ke warung yang menjual dango (makanan dari tepung dengan wujud mirip cilok) di jalan masuk kuil dekat perhentian bus, sambil menikmati teh panas.
![Banyak warung berjejer di jalan masuk ke kuil (dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/10/18/pb242507-5f8b9685d541df64602186a2.jpg?t=o&v=555)
Selesai dari sini, sambil tersenyum puas saya kemudian berjalan dan ikut antrean di perhentian bus. Mungkin banyak orang Jepang yang heran melihat saya tersenyum sendirian saat itu.
Ah, biar saja.
Mereka tidak tahu, bahwa saat itu raga saya terasa hangat, dan pesona musim gugur merasuk sukma sampai yang terdalam, sehingga membuat hati berbunga-bunga.
Selamat berakhir pekan.
![Lokasi dekat pintu masuk kuil yang dekat dengan sungai (dokpri)](https://assets.kompasiana.com/items/album/2020/10/18/pb242502-5f8b99538ede4854855af4f2.jpg?t=o&v=555)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI