Kalau menyebutkan salah satu ciri dari kuil ini yang membedakannya dari kuil lain di Jepang adalah, tidak ada pembatas antara area kuil dengan lingkungan sekitar. Area kuil seperti menyatu dengan alam, terlebih karena lokasinya di kaki gunung.
Hal ini merupakan kehendak dari pendiri Kuil Eigenji, Jakushitsu Genkou.
Dia beranggapan, pembatas adalah lambang dari tindakan otoriter yang berakibat membatasi ruang dan gerak.
Dalam perjalanan pulang, saya mampir ke warung yang menjual dango (makanan dari tepung dengan wujud mirip cilok) di jalan masuk kuil dekat perhentian bus, sambil menikmati teh panas.
Selesai dari sini, sambil tersenyum puas saya kemudian berjalan dan ikut antrean di perhentian bus. Mungkin banyak orang Jepang yang heran melihat saya tersenyum sendirian saat itu.
Ah, biar saja.
Mereka tidak tahu, bahwa saat itu raga saya terasa hangat, dan pesona musim gugur merasuk sukma sampai yang terdalam, sehingga membuat hati berbunga-bunga.
Selamat berakhir pekan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H