Saking terangnya, orang sampai menutup mata. Tak terkecuali Puutaro.
Rasa silau dirasakan Puutaro menembus kelopak matanya, walau dia sudah berusaha menutup matanya kuat-kuat. Puutaro bahkan mengerang karena dia tidak tahan dengan kesilauan itu.
Akhirnya kekuatan sinar menjadi agak pudar, dan perlahan berubah menjadi redup. Puutaro merasakan hangat di kelopak matanya, sehingga dia membuka mata.
Sinar matahari yang lembut terlihat dari balik pohon sengon, yang tumbuh disamping jendela kamar. Sinar itu pula yang memberikan rasa hangat, karena jatuh pas di kepalanya.
Puutaro akhirnya sadar, bahwa dia ternyata jatuh telentang di lantai kamar tidurnya, karena menginjak sapu ijuk yang terjatuh di ubin.Â
Sambil masih telentang, dia mencoba mengingat kembali kejadian yang telah dialaminya, setelah listrik padam dengan tiba-tiba.
Tentang petualangannya ke Amsterdam dan Tokyo, yang ternyata hanya impian sekejap.Â
Petualangan ke dua negara itu dalam kegelapan ketika listrik padam, terasa seperti satire baginya. Karena dua negara itu memang sempat menyeret Indonesia ke dalam kegelapan, di masa lalu.
"Ah, ini tahun berapa ya?" pikir Puutaro. "Jangan-jangan di luar sana adalah masa lain," harap Puutaro, walaupun dia sadar sedang berada di kamarnya.Â
Puutaro menaruh harapan bahwa, mungkin kali ini dia terdampar di masa depan.
Dia berkhayal bisa melihat drone beterbangan, baik yang sedang mengantar barang maupun membawa penumpang. Atau mungkin bisa melihat hologram, yang memberikan bermacam informasi. Setidaknya Puutaro berharap juga bisa melihat robot-robot pintar, yang membantu pekerjaan manusia di rumah, membersihkan jalan-jalan disekitar komplek, maupun merawat tanaman. Bahkan kalau bisa, dia ingin melihat kendaraan otonom berseliweran, juga menemukan stasiun kereta hyperloop yang menjadi transportasi andalan.