Puutaro sedang bermalas-malasan di sofa sambil menonton sinetron Tukang Ojek Pengkolan. Ah, mungkin julukan yang tepat bukan sofa, karena pelitur juga sudah usang, dan kain pembungkus banyak yang sobek di sana sini.
Dia indekos di daerah Bendungan Hilir, atau orang-orang lebih sering menyebutnya dengan Benhil. Memang banyak rumah tempat tinggal yang disewakan di daerah itu. Puutaro tinggal di rumah yang memang khusus untuk indekos, karena pola kamar Putaro sama dengan 5 kamar lain yang berjejer di bangunan yang sama.
Walaupun banyak bangunan rumah di sekeliling, untunglah di depan indekos Puutaro masih ada beberapa pohon besar, sehingga sedikit membuat suasana lebih terasa adem. Terutama siang hari, karena panas terik sinar matahari terhalang oleh daun pepohonan.
Ketika dia sedang menonton adegan Purnomo berboncengan dengan Rinjani, dan ikut merasa senang bahwa akhirnya Purnomo telah menemukan pasangan hidup, tiba-tiba listrik padam total. Sehingga, keadaan menjadi gelap gulita.
Puutaro bergegas ke ruang belakang untuk mengambil lilin dan korek api, sambil tangannya meraba-raba agar tidak terbentur dinding maupun perabotan. Namun, secara tidak sengaja kakinya menginjak sesuatu, yang dia tidak tahu apa itu, karena suasana gelap.Â
Dia tidak bisa menjaga keseimbangan badan, sehingga tangannya mencoba untuk meraih sesuatu agar tetap bisa berdiri tegak. Namun usahanya sia-sia belaka. Akibatnya, dia jatuh telentang.
"Aduh!" pekiknya ketika kepalanya membentur ubin dengan keras.
Dia juga sempat mendengar bunyi benda pecah. Namun, Puutaro langsung tidak sadarkan diri.
****
Silau cahaya luar, masuk ke kelopak mata dan menyadarkan Puutaro. Dia lalu membuka mata.
"Silakan dinikmati makan paginya, Tuan Puutaro." kata seorang dengan baju seragam necis, yang akhirnya dia tahu bahwa itu pelayan.