Kehidupan orang-orang Suku Dayak Manyaan di Kerajaan Nan Serunai berlangsung hingga berabad-abad lamanya. Selama kurun waktu ribuan tahun itu, sistem pemerintahan yang berlaku di Kerajaan Nan Sarunai masih dijalankan secara sederhana. Baru pada tahun pada tahun 1309 M, Kerajaan Nan Sarunai dianggap sudah memiliki sistem pemerintahan yang lebih baik ketika dipimpin oleh seorang raja yang bernama Raden Japutra Layar.Â
Pada masa ini, sistem pemerintahan, termasuk dalam hal pemberian gelar kehormatan, di dalam Kerajaan Nan Sarunai sudah terpengaruh tradisi dari Kerajaan Majapahit. Gelar raden diberikan secara khusus hanya untuk seorang raja, sedangkan para bangsawan lainnya memakai gelar patih, uria, damong, pating'i, datu, temenggung, dan sebagainya.
- Karya Seni dalam peradaban Dayak
Untuk melihat karya seni  dalam peradaban Suku Dayak kita kembali ke jejak kerajaan Nan Sarunai. Ada pendapat yang mengatakan bahwa nama Sarunai berasal dari kata "serunai" yakni alat musik sejenis seruling yang mempunyai tujuh buah lubang. Alat musik ini sering dimainkan orang-orang Suku Dayak Maanyan untuk mengiringi tari-tarian dan nyanyi-nyanyian.
Konon, Raja dan rakyat Kerajaan Nan Sarunai sangat gemar menari dan menyanyi. Sebenarnya istilah lengkapnya adalah Nan Sarunai. Kata "nan" diduga berasal dari bahasa Melayu yang kemudian dalam lidah orang Maanyan dilafalkan hanya dengan ucapan Sarunai saja. Dengan demikian, nama "Nan Sarunai" berarti sebuah kerajaan di mana raja dan rakyatnya gemar bermain musik.
Kegemaran bermain musik pada masyarakat suku Dayak berlangsung hingga hari ini. Musik Sape', tetabuhan (perkusi), yang tidak jarang juga dipadukan sebagai pengiring tari-tarian, merupakan ekspresi budaya masyarakat Dayak yang termashyur hingga sekarang. Musik Sape' dan tarian Dayak, serta keindahan pakaian Dayak dengan ornamen unik sudah mendunia. Karya-karya seni Dayak tersebut sudah menjadi eintitas[2] yang menjadi bagian dari identitas peradaban yang tinggi dari Masyarakat Dayak.
- KesimpulanÂ
Tidak bisa dipungkiri bahwa seni Dayak telah hadir di dalam kebudayan dan perdaban masyarakat Dayak sejak jaman purba. Entitas seni tersebut telah mewarnai, membentuk dan mengembangkan bahkan mampu memberikan identitas yang menunjukkan peradaban Dayak yang tinggi.
Beragamnya komunitas sub-suku Dayak di Kapuas Hulu melahirkan diversitas karya seni, yang masing-masing  sangat unik dan bernilai tinggi. Diversitas itu adalah kekayaan yang tidak ternilai harganya dan karena itu menjadi sebuah kenyataan yang pantas disyukuri.Â
Diversitas karya seni yang lahir dari kebudayaan sub-sub suku Dayak di Kapuas Hulu memperlihatkan bahwa kebudayaan masyarakat Dayak di Kapuas Hulu berkembang kreatif, namun tetap berpegang pada nilai-nilai moral yang luhur, kehalusan, keindahan dan keagungannya.
Sampai sekarang masyarakat Dayak mempersembahkan karya-karya seni  Dayak yang merupakan warisan budaya dan harta karun (cultural heritages and treasures) Dayak kepada dunia.  Dengan demikian karya seni  masyarakat Dayak ikut mempengaruhi perkembangan peradaban manusia.Â
Dengan kata lain Msyarakat Dayak, melalui karya seninya, hadir sebagai personal yang menjadi "rahmat" bagi bangsa Indonesia dan bahkan bagi dunia. Menjadi identitas peradaban dan rahmat bagi perkembangan peradaban manusia adalah makna tertinggi dari entitas seni dalam budaya dan peradaban Suku Dayak.
- Tantangan perkembangan seni dalam masyarakat Dayak
Bagaimana entitas kesenian Dayak yang menjadi bagian dari identitas peradaban masyarakat Dayak dapat terus berkembang kreatif membentuk budaya dan peradaban namun tetap berpegang pada nilai-nilai moral yang luhur dengan kehalusan, keindahan dan keagungannya, sangat ditentukan oleh masyarakat Dayak itu sendiri.