Mohon tunggu...
BEYOURMOON
BEYOURMOON Mohon Tunggu... Jurnalis - fangirl'

let me fly to my room. -♡

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Bintang á Lyon

1 Maret 2020   13:47 Diperbarui: 1 Maret 2020   13:46 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende


PART 6 : PERSIAPAN UNTUK KEJUTAN BESAR


Tiba di Jakarta, kembali bertemu dengan hiruk pikuk kemacetan, kepadatan, dan kebisingannya. Tubuhku yang lelah aku sandarkan pada kursi mobil yang sedang melaju dari bandara menuju rumahku. Tangan bunda yang lemhut mengelus-elus rambutku yang kusut terurai menutupi dahi. Aku lelah sekali, Bun. Rasanya punggung dan pinggangku mau patah semua. Padahal tadi di pesawat aku hanya tidur, tidur, dan tidur.

Sebuah tangan menggoyahkan badanku dengan pelan. Bisikan di telingaku memperdengarkan dengan jelas bahwa itu suara Bunda, "Bintang, yu bangun..", bisiknya dengan lirih. Aku mengedip-ngedipkan mataku lalu menggosoknya perlahan. Kepalaku sakit sekali, sepertinya aku kebanyakan tidur selama perjalanan ke Bali.

Hari itu, masih pagi sekitar jam sebelasan kami sudah tiba di rumah. Aku membantu bunda untuk membereskan barang bawaan dan koper ke dalam lemari. Aku melihat kalender digital di handphoneku untuk mengecek seberapa lama lagi liburan semester limaku di SMA. Gawat! Tiga hari lagi aku masuk sekolah. Sedang aku belum mempersiapkan apa-apa untuk mengikuti program beasiswa perguruan tinggi di luar negeri. Selain itu, aku ditunjuk oleh wakil kepala sekolah untuk bertanggung jawab sebagai wakil pelaksana hari perayaan ulang tahun SMA ku. 

Aku segera menghubungi Davi yang merupakan ketua pelaksananya untuk bertanya sudah seberapa jauh persiapannya. Tetapi, Davi malah memarahiku. Karena, sudah beberapa hari liburan ini aku sulit dihubungi. Begitu juga Bastian yang merupakan seksi acaranya. Aku meminta maaf dengan sepenuhnya kepada Davi, aku lupa tidak memberitahunya kalau aku pergi liburan ke Bali. "Handphone ku hilang waktu aku sedang surfing. Kayanya kebawa ombak. Aku minta maaf sekali, Davi..", kataku.

Memang benar waktu kejadian di laut itu bersama Ajana, handphoneku terjatuh ke dasar laut dari saku celana seragam surfingku. Sehari setelahnya aku menangis-nangis kepada ayah untuk cepat di belikan yang baru. Ketika di pesawat untuk perjalanan pulang kembali ke Jakarta, ayah memberiku sebuah handphone baru yang lebih bagus dan canggih dari sebelumnya. Aku bahagia sekali ketika itu.

                                             ***


Memasuki hari-hari sekolah kembali aku dan teman-temanku sudah disibukkan dengan hari perayaan ulang tahun sekolah. Pagi itu, aku sudah tiba di sekolah pukul empat pagi. Sepagi itu aku bersemangat untuk mempersiapkan dengan matang segala persiapan. Aku menunggu Bima di koridor aula sekolah. Dia dan aku akan tampil pertama untuk membuka acara. Seperi biasa, dia yang akan memainkan biola dan aku yang bermain piano. 

Semua peralatan musik sudah aku dan teman-temanku siapkan di atas panggung. Sembari menunggu, aku mengetes suara alat-alat musik itu. Bima datang dari pinggir koridor aula dan menepuk bahuku dengan agak keras. "Hai! Lagi apa?", tanyanya dengan tanpa dosa yang sudah mengagetkan aku. Apalagi hari masih pukul setengah lima pagi. Aku takut seandainya  yang menepuk bahuku itu bukan manusia. Aku pasti menjerit dan membuat teman-temanku pasti menjerit ketakutan kerena mendengar jeritanku. 

Bima! Aku mencubit perutnya karena sudah mengagetkan aku dan terlambat datang. "Aku bilang jam empat udah di sekolah, kenapa ini baru datang?", tanyaku dengan kesal padanya. Dia tertawa seolah meledekku sambil membetulkan mikrofon yang ada di hadapanku. "Tes, tes, 1,2,3 selamat pagi dan salam hangat walaupun hari masih dingin sedingin sikapnya kepadaku. Teman-teman, kalian sangat bersemangat untuk mempersiapkan hari perayaan ulang tahun sekolah ini. Kalo kalian cape nanti jajan aja ke kantin ya, bayar pake uang sendiri hahaha", goda Bima kepada teman-teman yang sedang mendekor koridor aula sekolah.

Davi menatap dengan sinis ke arah Bima, dia melipatkan kedua tangan didadanya pertanda dia sedikit kesal dengan ucapan Bima di mikrofon tadi. "Bim, Davi ngeliatin tuh!", tegurku kepadanya yang masih sedikit tertawa. "Maaf Bapak Ketuplak, maaf ya", mohonnya dengan halus kepada Davi. Bima kemudian mengeluarkan biola dari tasnya yang ia gendong sedari tadi. Kemudian ia mulai memaikan sebuah lagu. Aku ikut mengiringinya dengan memainkan piano di sebelah Bima. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun