Nico merupakan seorang fotografer profesional dan seorang mahasiswa yang sedang menempuh pendidikannya di jurusan arsitektur di School of Arts. Dari hobinya memotret, Nico bisa menjalani kehidupan kuliah dan bekerjanya dengan merasa tercukupi. Seperti pada kalimat di dalam novel "Selain karena hobi memotret, juga karena dia membutuhkan tambahan dana untuk biaya hidup sehari-hari. Hidup mandiri menempannya menjadi pemuda tangguh dan cukup cekatan mencari pendapatan dari keahlian yang semula hanya berupa hobi. Dengan kamera DSLR hadiah lulus sekolah menengah atas dulu, Nico sudah menghasilkan banyak foto yang memberinya cukup uang".Â
Di samping itu dengan tidak sengaja Nico memotret sosok gadis berkerudung yang mana ada pantulan cahaya di tubuhnya. Jadi terlihat sangat indah. "Dia ingat memotret suasana di sekeliling ikon Amsterdam. Ada beberapa orang yang ikut terpotret. Tapi, ada satu sosok yang menarik perhatiannya. Seorang gadis berkerudung duduk di rerumputan. Yang membuatnya tercengang, ada semburat cahaya mengelilingi tubuh gadis itu. mungkin tanpa sadar sinar matahari jatuh ke huruf-huruf "I Amsterdam" lalu memantul ke tubuh gadis itu, menciptakan efek cahaya yang tidak biasa. Efek cahaya itu mengingatkan Nico pada cahaya yang sering digambarkan mengelilingi tubuh tokoh-tokoh suci. Bedanya, foto itu masih asli, belum ada sentuhan editing program Photoshop".Â
Dari ketertarikan terhadap gambar yang diambilnya itu, Nico berencana menyimpan gambarnya dan ingin mencari orang yang ada di dalam gambar itu. Pada sore hari, sepulang dari kampus, Nico datang lagi ke Museumplein. Tempat dimana mendapatkan gambar yang ada sosok cahaya di tubuh seorang gadis. Dan di tempat itu pula Nico menemukan sosok Khadija sang gadis yang di tubuhnya terdapat cahaya dalam potretan gambar "Nico melangkah perlahan mendekati seorang perempuan berkerudung yang sedang duduk di rerumputan sembari membaca buku. "Permisi, Meisje." Sapaan dengan suara riang, setelah dia berjarak satu langkah dari perempuan itu. Perempuan berkerudung itu mengangkat wajahnya, lalu mengernyit melihat Nico tersenyum padanya". Â Â
b. Khadija VeenhovenÂ
Khadija Veenhoven merupakan seorang gadis Belanda yang menjadi mualaf dan mengganti namanya menjadi Khadija, yang sebelumnya namanya itu adalah Marien Veenhoven (nama pemberian ayahnya). Betapa banyak yang telah dilalui oleh seorang Khadija sejak dirinya memutuskan menjadi seorang mualaf terutama keluarganya yang begitu menjauhinya. "Tapi, yang terberat adalah ditinggalkan keluarga dan beberapa teman. Ayahnya marah besar dan tak ingin bicara dengannya lagi. Ibunya kecewa, walau masih mau bicara dengannya, tapi tapi lebih sering membicarakan tentang perubahan-perubahan yang dianggapnya membuat anak gadis satu-satunya itu menjadi terlihat aneh dan kehilangan pesona. Dan kakak laki-lakinya tidak peduli lagi padanya".
Namun, meski dijauhi dan ditinggalkan oleh keluarganya, Khadija tetap menjadi pribadi yang semangat dalam menjalani hari-harinya. Karena di samping hobinya membaca buku, Khadija juga sedang menempuh pendidikan sarjananya. "Ketertarikannya pada islam juga telah memberinya inspirasi tema ujian akhir jurusan sosial dan ilmu perilaku yang ditempuhnya di Universitas Amsterdam".
c. Kamala (sang penari)Â
Kamala atau biasa dipanggil Mala adalah seorang penari asal Yogya dan sedang menempuh pendidikannya di Amsterdam, Belanda. Sebagai seorang penari, Mala sering mengajari tarian Jawa ke sekumpulan orang dari berbagai bangsa yang tinggal di Amsterdam, seperti pada kalimat "Dia mengajarkan tarian Jawa kepada sekumpulan orang dari berbagai bangsa yang tinggal di Amsterdam. Mereka mengikui pelatihanyang diakdakan gadis itu dengan berbagai alasan".
d. Pieter (dokter gigi)
Peter merupakan seorang dokter gigi yang begitu menyukai sosok Mala si penari dari Yogya itu. melihat gerakan tarian Mala yang membuat Pieter tidak berhenti berkedip. Seperti pada kalimat ini "Pieter hampir tidak berkedip mengikuti gerakan Mala yang dinamis. Berubah dari gemulai, kemudian energik, kembali gemulai. Pieter tak dapat mengelak, dia menyukai Mala sejak pertama kali melihatnya. Bukan hanya karena mengingatkannya pad aAnggi, tapi lebih dari itu. mala begitu eksotis. Gadis itu bagai sebuah karya seni dari Asia yang diciptakan langsung oleh Tuhan. Begitulah kesan yang ditangkap Pieter tentang Kamala Nareswari".
SimpulanÂ