Di mana ada satu manusia yang sudi membaca guratan pena yang masih kaku ini. Satu saja, satu saja... Aku butuh partner!
Aku mengadu dalam bisu. "mengapa aku sendiri?"
Namun seketika gelap mengepung. Lembaran ujung senyummu masih basah di kornea ini.Â
Mengapa hanya senyum yang bicara? Itupun hanya sekedarnya saja.Â
Lalu bagaimana dengan kita?Â
Bukankah kita satu?Â
Lalu apa bedanya naunganmu dengan naunganku?
Seharusnya kita punya satu alasan yang sama berada di sini. Dan kita akan tetap saling menjaga ukhuwah. Yang lantas tidak pergi untuk menerjemahkan satu senyum penuh dusta.
Aku sudah kehabisan akal menjamahmu dalam dakwah. Kau tetap memilih ia sebagai panutan.Â
Namun Muhammad tak pernah mengajarkan untuk menyerah. Aku terdiam di depan rumahmu, rumahku, rumah kita.Â
Seperti ada penghalang yang menahanku masuk. Aku terdiam dalam malam bertahta bintang. Ragu...