Mohon tunggu...
Syifa Ann
Syifa Ann Mohon Tunggu... Penulis - Write read sleep

Alumni Sosiologi, Penyuka Puisi | Pecinta Buku Nonfiksi & Kisah Inspirasi. | Pengagum B.J Habibie. | Pengguna K'- Mobilian. | Addicted With Joe Sacco's Books. | Risk Taker. ¦ A Warrior Princess on Your Ground. | Feel The Fear, and Do It Anyway :)

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Catatan Sisi Lain Puasa di Mata Warga Biasa

4 Juli 2016   12:01 Diperbarui: 4 Juli 2016   20:06 118
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Puasa. Ibadah yang memiliki makna tersendiri bagi umat muslim di seluruh dunia, ritual rukun islam ketiga ini disambut dengan gegap gempita oleh sebagian orang. Puasa yang sejatinya menahan lapar, haus dan nafsu itu diperkaya dengan berbagai makna dalam perspektif Kompasianer.

Melalui tulisan di Kompasiana, sejumlah warga biasa memotret sisi lain puasa, ragam tulisan terurai, ada menggelitik hingga mengajak berpikir. Tentang Sisi lain puasa dari mata warga biasa, inilah intisarinya:

1. Catatan Puasarkastik #1

Awal puasa menjadi ajang keserakahan manusia, khususnya pedagang. Mereka ramai-ramai menaikkan harga. Alasan absurd dan banal pun djadikan pegangan mereka. Karena awal puasa, wajar saja ada kenaikan harga. sudah berulang dari tiap puasa tiap tahunnya. Seolah hal picik ini menjadi sebuah pemakluman, pedagang dan tengkulak menjadi serakah. Seolah keuntungan yang sudah mereka dapat, harus berlipat saat puasa. Pembeli pun tidak ada pilihan lain selain membeli.

Hal itu dituturkan Giri Lukmanto dalam artikel berseri berjudul Catatan Puasarkastik. Dalam artikel tersebut, Giri menyentil beragam fenomena umum yang terjadi di masyarakat selama bulan puasa, salah satunya kenaikan harga yang melambung setiap tahunnya.

"Praktek pasar liar semacam itu membabi buta sampai akhir puasa nanti. Tidak ada yang mampu membendung sumpah serakah pedagang dan tengkulak menaikkan harga. Saat pihak pemerintah hanya bisa diam dan gigit jari, pembeli ditodong perutnya untuk terus membeli." Sentil Giri.

Sebuah artikel yang mengajak berpikir ditulis dengan gaya pop, selain itu, fenomena lain yang disentuh Giri dalam artikelnya adalah minta maaf via BBM yang marak selama puasa, antara ketulusan, atau pencitraaan.

Artikel berseri yang menarik, untuk artikel seri selanjutnya dan ulasan selengkapnya bisa dibaca dalam tag Puasarkastik.

2. Puasa Itu Susah!

"Buat Anda yang sehari-hari tidak terperangkap dalam rutinitas makan atau merokok, puasa itu mudah. Buat Anda yang sehari-hari shalat lima waktu, puasa itu mudah. Buat Anda yang setiap hari yakin Tuhan selalu ada (di dunia maya maupun di dunia nyata), puasa itu mudah".

"Tapi buat mereka yang terbiasa makan rutin, atau jarang shalat, atau tidak begitu mempercayai kehadiran Tuhannya, puasa merupakan pekerjaan yang menyusahkan. Sebutan bulan suci atau bulan penuh berkah buat Ramadhan dianggap sebagai embel-embel jualan dan promo program siaran".

Itulah yang dituturkan Iskandar Zulkarnaendalam artikelnya, Sebagai pekerja, Pria yang biasa disapa Isjet ini cukup mudah bertemu dengan orang yang menganggap puasa itu susah dan bulan puasa menyusahkan.

Bertemu dengan orang-orang yang merasa tidak masalah tidak berpuasa karena tuntutan pekerjaan atau karena tidak sempat sahur.

Beberapa profesi yang pekerjaannya di luar ruang atau menguras fisik berlebih sering jadi penghalang orang puasa. Masalahnya, mereka tidak berpuasa bukan karena tidak bisa, tapi karena tidak mau. Sehingga setelah Ramadhan berlalu, jangan tanyakan berapa hutang puasa yang harus mereka bayar sebelum Ramadan berikutnya datang—lantaran mereka tidak merasa punya hutang! Tutur Isjet.

Namun, menurut Isjet, Satu hal yang perlu disadari adalah, puasa itu susah. Ada yang bisa dengan mudah menahan makan dan minum, tapi tidak bisa menahan diri dari birahi. Ada yang sanggup bertahan dari perbuatan yang membatalkan puasa, tapi sulit meninggalkan perilaku buruk yang terlalu sering dilakukan di luar Ramadan.

Puasa tidak pernah mudah lantaran ibadah ini dilaksanakan dalam waktu berjam-jam lamanya. Muslim di Indonesia beruntung tempat tinggalnya berdekatan dengan garis katulistiwa sehingga rentang waktu rentang waktu puasa hanya di kisaran 13 jam per hari. Coba bayangkan mereka yang tinggal di Islandia atau dekat-dekat Greenland sana. Mereka harus puasa selama 21 jam lebih! Tulisnya.

Pada akhirnya, puasa itu memang susah, tapi masih banyak waktu untuk menyempurnakannya dari hari pertama hingga hari terakhir tiba. Pangkas lelaki kelahiran 2 Januari itu. Sebuah sentilan dengan gaya kritis.

3. Cerita Puasa di Rumah Sakit

Artikel ini dibuka dengan Nanang Diyanto yang menceritakan kisah salah satu pasiennya yang berkali diyakinkan bahwa berhutang puasa ketika sakit diperbolehkan.

"Keluarganya berusaha meminta menunda, namun si bapak ngotot untuk melaksanakan puasa Ramadan meski sedang dirawat di rumah sakit. Perawat dan dokter juga sudah berusaha memberikan saran, namun si bapak bersikeras tetap puasa. Akhirnya semua harus mengalah mengormati hak bapak tersebut. Mengingat hak untuk ibadah sangat dihormati di rumah sakit", papar Nanang.

Ada beberapa macam puasa yang ada di rumah sakit, dan puasa ini merupakan standardisasi yang harus dipenuhi oleh pasien. Di mana puasa yang dilakukan pasien dalam pengawasan dan merupakan tindak lanjut tindakan medis atau perawatan selanjutnya. Artinya kalau puasa tersebut tidak dilakukan oleh pasien akan terjadi kegagalan atau kegagalan dari hasil suatu tindakan. Tulis Nanang.

Selanjutnya, Nanang mencoba membagi jenis-jenis puasa yang dijalani orang-orang di rumah sakit:

★ Puasanya pasien yang akan dilakukan operasi, puasanya pasien yang akan diambil sample laboratorium, puasanya pasien yang karena penyakit tertentu sehingga lambung atau usus tidak boleh kemasukan makanan dalam waktu tertentu.

★ Puasanya orang-orang penunggu pasien ataupun pengunjung pasien. Di mana orang-orang tersebut dalam melaksanakan ibadah puasa berada di lingkungan rumah sakit.

★Puasanya para petugas rumah sakit, di mana dia tetap dituntut bekerja sesuai standar meski dalam kondisi berpuasa

★ Ada juga jenis puasa abal-abal di rumah sakit di mana tidak puasa tapi mengaku puasa.
Cerita puasa ala rumah sakit yang menarik.

4. Terpaksa Buka Puasa di Jalan, Gaya Hidup Macet Jakarta?

Kemacetan di Jakarta, sudah bukan lagi bahasan baru yang menarik. Setiap harinya warga Jakarta harus bergumul dengan kondisi ini sejak pagi buta hingga larut malam. Aktivitas seolah berjalan begitu lambat dan begitu lama. Tidak jarang untuk urusan sepele pun seolah kita harus mempersiapkan dan memperkirakan panjangnya perjalanan yang segitu pun belum tentu bisa pasti diprediksi. Itulah yang dirasakan Motulz Antosetelah lama menetap di Ibukota.

Sejak awal-awal minggu puasa Ramadan, Anto sudah mengalami beberapa kali buka puasa di jalan. Ya dalam arti sebenarnya "di jalan" yaitu Anto harus menepikan mobil mencari tempat parkir yang pantas lalu pasang TV, menyiapkan minuman botol, dan cemilan seadanya. Sambil menunggu adzan Anto menonton ceramah di TV.

Entah bagaimana, situasi yang begitu macet dan semrawut itu toh tetap saja bisa diatasi dan disikapi oleh warga DKI Jakarta dengan cara mereka masing-masing. Mereka melakukan banyak cara dan tips dalam menyiasati kondisi yang porak-poranda ini. Salah satunya dengan memanfaatkan teknologi masa kini, apa saja itu?

Selanjutnya, Anto memaparkaan cara-cara mensiasati kemacetan Jakarta yang mungkin bisa dilakukan oleh pengguna jalan yang sehari-hari bergumul dengan macet:

~★ Dari beberapa teman dan rekan, mereka harus menyiapkan waktu khusus sebelum berangkat mengarungi jalan Jakarta dengan membaca peta digital dengan fitur informasi kemacetan. Bagi mereka hal ini semacam keharusan mengingat tingkat kepresisian dan kepastiannya cukup bisa diandalkan. Dari informasi tersebut mereka akan pilih rute yang paling minim mengalami titik kemacetan.

★ Tidak sedikit para pengendara motor pun juga memanfaatkan peta dan GPS ini dipasang di stang kemudi motor mereka.

★ Pasang TV mobil dan pasrah saja nikmati kemacetan

" Saya sendiri memilih menggunakan ketiganya, baik itu GPS berikut peta digital juga TV mobil". Papar Anto.

"Jadi, walaupun pada akhirnya saya harus terpaksa berbuka puasa di parkiran tepi jalan Jakarta yang super macet, saya masih bisa merasakan nikmatnya suasana berbuka seperti di rumah, terutama karena bisa menonton acara kultum seperti tadi. Saya merasa keasikan berbuka puasa di dalam mobil ini semacam gaya hidup baru orang Jakarta dalam berbuka puasa di tengah kemacetan". Pangkas Anto

Dalam artikel ini, ada satu lagi makna baru puasa, yaitu perjuangan melawan macet!
Artikel yang menarik.

5. Menuju Lebaran Pertama Peang

"Saya kira cara terbaik mengajarkan anak kecil adalah dari mengenalkan. Cukup dikenakan, tidak perlu diimbuhi apa-apa. Apalagi sampai menggunakan kata "jangan".

Melalui tulisannya, Harry Ramdhani seperti mengajak pembaca belajar dari seorang anak berusia 7 tahun, Peang.

Tahun ini Peang tidak pernah absen sahur. Seriap hari, sekitar pukul setengah empat dia bangun dan kelaparan. Maka, makanlah dia.

Peang memang ikut sahur, tapi setelah bangun tidur paginya, dia sudah merengek minta makan. Bahkan pernah satu waktu, saat Harry ingin ngantor dan ibunya sedang tadarusan bersama ibu-ibu yang lain di perpustakaan, Peang nangis. Menangis karena lapar. Tentu Harry tidak tega. Motor kembali ia matikan dan memasaki adiknya mie instan. Hari itu Harry terlambat sampai kantor.

Ibunya juga tidak tega kalau Peang sudah merengek kelaparan. Walau sudah diingingatkan kalau baru boleh makan nanti selepas dzuhur. Peang tidak peduli. Dia akan ke kamar, ngambek. Ujung-ujungnya Ibunya pasti menyiapkan makan untuk Peang.

Peang tidak pernah absen sahur, namun Peang tidak puasa.

"Setidaknya saya jadi tahu satu hal: tidak puasa karena tidak bisa menahan lapar, sama saja dengan anak umur 7 tahun."

Sebuah pelajaran yang ditangkap Harry dari adiknya, kemudian dibagikan kembali kepada pembaca. Belajar dari anak kecil membuahkan kesan yang mendalam.

**

Itulah ragam cerita sisi lain puasa di mata warga biasa, menggelitik, menyentuh dan menyentil. Melampaui ritual semata, puasa adalah wahana melatih diri. Lebih dari itu, puasa memang ibadah kaya rasa bagi setiap yang menjalaninya, setiap puasa punya cerita dan maknanya sendiri.

Salam Kompasiana!
*Penulis masih belajar, mohon koreksinya. :)
*Tulisan sejenis bisa dibaca dalam tag Intisari.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun