Lalu kami melanjutkan perjalanan ke pos 5 untuk membangun tenda dengan rombongan Zuhri.
Kami melihat banyak tumbuhan yang lebat dan subur, bahkan dari awal pendakian. Hal ini juga karena ada nya Owa Jawa.
Mereka sangat menyayangi tempat tinggal mereka, Owa Jawa bagaikan tukang kebun. Mereka menebar benih dan pupuk lewat fesesnya. Tidak heran jika hutan tumbuh dengan subur dan lebat.
(Maulana R, 2024), mengatakan bahwa dahulu binatang sangat dihormati, disegani, bahkan diberi gelar seperti “datuk”.
Konsep “hutan larangan” adalah bala dari hutan akibat menebang pohon dan memburu hewan secara ilegal. Namun sangat disayangkan banyak masyarakat yang haus oleh lembar uang dan nafsunya, tanpa berpikir panjang.
Tidak heran jika keluarga Owa Jawa mulai punah, mereka diburu dengan keji dan kehilangan tempat pasokan makanan dan habitatnya yang mereka jaga.
Setelah sampai di pos 5, kami semua membangun tenda. Zuhri dengan inisiatifnya membantu saya untuk membangun tenda. Lalu kami berkumpul di depan tenda sambil menyeduh kopi. Saat itu kami mulai dengan berdiskusi panjang mengenai banyak hal.
Rasanya menyenangkan, saya juga menceritakan waktu emas kami ketika bertemu keluarga Owa Jawa itu. Di sana Rio menunjukan pada kami, Forum Bumi yang diselenggarakan Yayasan KEHATI dan National Geographic Indonesia.
Kami sepakat untuk berlanjut berteman untuk menceritakan kisah kami dan Owa Jawa serta mendukung untuk peduli pada satwa yang hampir punah.
Di tengah perbincangan yang panjang, saya ingat perkataan Zuhri yang melekat ketika kita membahas tentang hubungan antara manusia, hewan, dan tanaman.
Zuhri mengatakan, “Semua orang pasti menyukai hal yang indah, tapi tidak semua orang bisa menjaga keindahan”.