Mohon tunggu...
Syekh Muchammad Arif
Syekh Muchammad Arif Mohon Tunggu... Konsultan - Menawarkan Wacana dan Gagasan Segar sertaUniversal

syekh muhammad arif adalah motivator dan bergerak di bidang konsultasi pendidikan dan pemerhati sosial dan keagamaan universal

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Penghormatan Habib: Syiar Islami atau Perbudakan Spiritual? Bagian Pertama dari Dua Tulisan

24 November 2020   20:49 Diperbarui: 25 November 2020   05:31 1537
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Artikel singkat ini mencoba menjawab pelbagai pertanyaan tersebut secara obyektif berdasarkan pandangan Al-Qur'an dan Sunnah Nabi saw.

  • Pembahasan

Al-Qur'an dan Urgensi Dzurriyah (Keturunan)

Salah satu hal yang mendapatkan perhatian khusus Al-Qur'an adalah masalah keturunan. Bila hal ini tidak dianggap penting, tentu Al-Qur'an akan mengabaikannya, apalagi sebagaimana maklum bahwa salah satu prinsip kitab samawi ini adalah hanya membahas masalah yang penting dan utamanya terkait dengan aspek pendidikan dan hidayah manusia. 

Karena itu, tidak jarang Al-Qur'an---saat menyampaikan suatu kisah---memilih untuk tidak menyebutkan nama orang, TKP (tempat kejadian peristiwa) dan waktu. Kembali ke masalah keturunan. Keturunan disebutkan dalam Al-Qur'an bukan hanya dengan satu kata,  yaitu dzurriyah tapi juga digunakan kata-kata yang lain yang berdekatan makna dan mafhum (pemahaman)-nya seperti nasl (generasi), nasab, al/ahl, bait (keluarga), dan qarabah/qurba (kerabat dekat).

Dzurriyah---yang merupakan sebutan bagi keturunan Nabi saw di Indonesia---secara bahasa bermakna memencar dan menyebar dalam keadaan kecil-kecil. Karena itu benda yang kecil dalam bahasa Arab disebut dzurrah (atom). Dan kata dzurrah itu merupakan derivasi dari dzurriyah.

Sebagian ahli bahasa meyakini bahwa kata dzurriyah berasal dari "dzara'a" yang bermakna (menciptakan), sehingga karena itu turunan manusia dan jin disebut dengan "dzarrah".

Jauhari (jilid 1, hal. 51), pakar bahasa, berpandangan bahwa kata dzurriyah berasal dari "dzarara" dan "dzar" berarti semut-semut yang kecil dan lembut.

Kata dzurriyah  dalam Al-Qur'an bermakna anak-anak manusia, baik kecil maupun besar (dewasa). Meskipun kata dzurriyah bentuknya mufrad (tunggal) namun biasanya digunakan dalam mafhum jamak (plural). Kata-kata yang lain yang berdekatan maknanya dengan dzurriyah seperti nasab, nasl dan qurb/qarabah tidak akan penulis bahas. 

Dan penulis hanya mengisyaratkan makna kata al dan ahl. Kata "al" bermakna kembali sehingga karena itu kata ini selalu digunakan dalam bentuk idhafah (penisbatan) seperti Al Dawud (keluarga Dawud), Al 'Imran (keluarga 'Imran) dan Al Yasin (Keluarga Nabi Muhamamad saw). Kata "al" sinonim dengan kata "ahl". 

Bedanya adalah kata "al" digunakan hanya untuk orang-orang yang mulia (keluarga terhormat), sedangkan kata "ahl" memiliki makna yang lebih luas. Sebagai contoh, Fulan ahli Madinah (si anu termasuk penduduk kota), fulan ahli qaryah (si anu penduduk desa), tapi kata "al" tidak bisa digunakan demikian, yakni al madinah.

Yang menarik penggunaan kata dzurriyah dalam Al-Qur'an disertai dengan ekspresi kasih sayang dan kecintaan kepada keturunan yang akan datang dan memberi perhatian kepada masa depan mereka. Penulis akan menunjukkan contoh ayatnya berikut ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun