Kami memang masih menangis. Karena belum bisa berbuat yang terbaik untuk Ibu. Karena tidak mampu merawat selama sakitnya.
Tapi kami tegaskan, tak akan ada air mata terakhir untuk Ibu. Karena IBU selalu ABADI DI SANUBARI.
Ibu adalah “Guiness Book of Hati Nurani”. Ingin sekali saya sematkan lencana itu.
Untuk Ibu yang hanya tahu memberi kasih sayang tanpa perlu diberi.
Untuk Ibu yang hanya bisa melayani anak-anaknya tanpa perlu dilayani.
Untuk Ibu yang hanya mampu menguatkan tanpa ingin dikuatkan.
Untuk Ibu, istri seorang tentara yang jarang sekali diajak makan ke restoran apalagi rekreasi. Ibu yang tidak cengeng, tidak keluh-kesah. Dari pagi subuh ke siang, dari sore ke malam, Ibu yang hanya tahu melayani anak-anaknya.
Ibu adalah “Guiness Book of Hati Nurani”. Ingin sekali saya sematkan lencana itu.
Karena saat itu, Ibu yang dengan penuh ikhlas ikut merawat kelahiran anak pertamaku, Fahmi Rifli Pradana hingga cukuran rambut 40 hari.
Karena saat itu, Ibu yang dengan penuh kelembutan selalu mengetuk pintu kamarku pukul 4.00 pagi setiap hari, membangunkan lalu menyiapkan sarapan sebelum kerja.
Karena saat itu, Ibu yang dengan penuh kasih sayang mencarikan pakaian lebaran anak-anaknya ke Pasar Jatinegara tanpa berpikir uangnya cukup atau tidak.