Derai air mata pun lagi-lagi jatuh … Akan tetapi, tak akan ada air mata terakhir untuk Ibu.
TAK AKAN ADA AIR MATA TERAKHIR UNTUK IBU.
Kami boleh kehilangan Ibu. Kami boleh melepas kepergian Ibu. Tapi kami puas, telah membopong jenazah Ibu sebelum dimandikan, sebelum dikafani. Kami terus berusaha tegar dan tabah. Bahkan sebagai wujud penghormatan terakhir kepada beliau. Kami, ke-3 anak laki-laki Ibu Taty Raenawaty binti Raenan, semuanya terjun ke liang lahat ke dalam kubur untuk menyempurnakan proses “menguburkan ibunda tercinta”, meng-azani dan meng-iqomati sesudah tali kain kafan dilepaskan. Semoga Ibu tenang di alam kubur. Kami, anak-anaknya seakan ingin berkata, “Maafkan kami Ibu. Semoga aroma tanah kubur ini menjauhkan Ibu dari siksa kubur dan Allah selalu menerangi cahaya-Nya” …
IBU, IBU, IBU. IBU MEMANG SUDAH PERGI, SUDAH TIADA.
TAPI TAK AKAN ADA AIR MATA TERAKHIR UNTUK IBU. KARENA HARI INI, IBU BUKAN LAGI RAGA. TAPI IBU ADALAH JIWA KAMI.
MEMANG MUDAH UNTUK MENANGIS KARENA IBU. TAPI TAK ADA TANGISAN TANPA KASIH SAYANG DAN RIDHO IBU KEPADA ANAK-ANAKNYA.
TAK AKAN ADA AIR MATA TERAKHIR UNTUK IBU.
Karena Ibu memang bukan wanita berpendidikan. Bukan pula wanita karier. Ia hanya ibu rumah tangga biasa. Tapi perjuangan dan ketulusan untuk anak dan keluarganya sama hebatnya dengan ketegaran dirinya menjalani sakitnya yang hampir 20 tahun. Ibu yang selalu tegar menerima takdir Allah, Ibu yang selalu ikhlas dalam ujian dan cobaan hidup. Ibu yang selalu menjadi “pelajaran” hingga umur menemui ajal.
Ibu Taty Raenawaty binti Raenan, wanita sederhana yang telah dijemput ajal di usia 69 tahun. Sosok Ibu yang masih saja memberi pelajaran hidup kepada anak-anaknya. Hidup yang tetap berbuat baik dan menyanyangi keluarga sebelum sakitnya tiba. Hidup yang sabar menerima realitas hidup sebelum masalah tiba. Hidup yang harus punya ‘arah” sebelum berjalan di rimba raya kehidupan dunia yang sementara. Ibu yang SEDERHANA tapi BERMAKNA.
TAK AKAN ADA AIR MATA TERAKHIR UNTUK IBU.
Ibu Taty Raenawaty binti Raenan adalah “universitas kehidupan” yang paling hebat bagi kami. Sosok pembuka jalan dan restu bagi ke-4 anaknya, sekaligus sosok istri yang selalu menguatkan suaminya. Dia, Ibu kami. Dan akan selalu tercatat dalam “Guiness Book of Hati Nurani”. Sosok Ibu yang membelajarkan kami akan arti penting sebuah perjuangan, sebuah ketulusan, dan sikap rela menerima kenyataan hidup. Dialah Ibu, guru kami yang telah terbenam dalam kubur ber-aroma tanah basah ...