Mohon tunggu...
Syarif Yunus
Syarif Yunus Mohon Tunggu... Konsultan - Dosen - Penulis - Pegiat Literasi - Konsultan

Dosen Universitas Indraprasta PGRI (Unindra) - Direktur Eksekutif Asosiasi DPLK - Edukator Dana Pensiun - mantan wartawan - Pendiri TBM Lentera Pustaka Bogor - Kandidat Dr. Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak - Ketua IKA BINDO FBS Univ. Negeri Jakarta (2009 s.d sekarang)), Pengurus IKA UNJ (2017-sekarang). Penulis dan Editor dari 49 buku dan buku JURNALISTIK TERAPAN, Kompetensi Menulis Kreatif, Antologi Cerpen Surti Bukan Perempuan Metropolis. Penasihat Forum TBM Kab. Bogor, Education Specialist GEMA DIDAKTIKA. Salam DAHSYAT nan ciamikk !!

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Puasa: Tradisi Kecil di Rumah Surti

6 Juni 2016   11:31 Diperbarui: 6 Juni 2016   12:18 188
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Anak Surti pun mengangguk. Tanpa tanya lagi. Tono, suami Surti pun tergelitik. Mendengar obrolan Surti dan anaknya. Ia ikut nimbrung. Ada pesan yang ingin disampaikannya. Untuk anak perempuannya.

“Satu lagi Nak, meminta maaf atau memaafkan itu perbuatan baik. Dan bisa dilakukan kapan saja. Tapi yang paling baik adalah meminta maaf dengan segera. Di saat kita tahu telah berbuat salah. Kalo kamu mengambil uang tanpa izin Ibu. Segeralah meminta maaf. Jangan berlama-lama. Kita diajarkan untuk tidak boleh berlama-lama dalam salah” terang Tono.

Surti pun tertegun. Memikirkan kata-kata suaminya.

Surti merasa heran. Mengapa banyak orang sekarang gak mau meminta maaf ketika berbuat salah. Apa yang salah kalau kita memulai meminta maaf. Saling tuding, saling menjelekkan, bahkan saling menebar fitnah. Tapi setelah tahu salah, masih gak mau meminta maaf? Sungguh, manusia memang rajanya gengsi. Sok egois. Atau mereka memang pengecut. Jika sudah terjadi dan tahu salah, mengapa gak meminta maaf? Pikir Surti.

Disengaja atau tidak, salah adalah sifat dasar manusia. Surti merasa pantas meminta maaf kepada siapapun, atas sebab apapun. “Aku harus meminta maaf. Tanda aku berjiwa besar” tekad Surti. Itulah tradisi kecil di rumah Surti jelang bulan puasa yang masih dipertahankan.

####

MEMINTA MAAF jelang puasa, bisa jadi bukan hanya tradisi. Tapi bagian dari ikhtiar untuk membersihkan diri. Sebelum datangnya bulan suci. Tono teringat sebuah kisah, di bulan puasa.

Suatu kali, Malaikat Jibril pernah berdoa, “Ya Allah, tolong abaikan puasa umat Muhammad, apabila sebelum memasuki bulan Ramadhan dia tidak melakukan hal-hal ini: 1) tidak meminta maaf terlebih dahulu kepada kedua orang tuanya, 2) tidak saling memaafkan terlebih dahulu antara suami istri; dan 3) tidak bermaafan terlebih dahulu dengan orang-orang sekitarnya”.

Surti tertegun. Ada tanya di pikirannya. “Tapi, mengapa masih banyak orang yang sulit meminta maaf, Mas?” tanya Surti ingin tahu.

“Entahlah Bu. Mungkin karena gengsi. Atau merasa harga dirinya terlalu tinggi untuk meminta maaf. Banyak dari kita yang gak mau mulai meminta maaf. Seperti yang sering kita saksikan. Betapa banyak orang telah berbuat salah. Malah sibuk mencari alasan atau “kambing hitam”. Gak mau secara terbuka mengakui kesalahan. Seperti para politisi kita. Mereka bertikai, saling menyalahkan. Namun tidak mau meminta maaf. Bahkan kepada rakyat yang memilihnya sekalipun” papar Tono penuh semangat.

“Lalu, apa artinya kondisi itu semua bagi kita?” tanya Surti lanjut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun