Mohon tunggu...
Syamsuddin
Syamsuddin Mohon Tunggu... Guru - Pembelajar sejati, praktisi dan pemerhati pendidikan

Pembelajar sejati, praktisi dan pemerhati pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Apa Bukti Komitmen Keislaman Saya?

15 Maret 2023   06:44 Diperbarui: 15 Maret 2023   23:03 276
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bagaimana makhluk hidup dan benda mati berislam? Nalar sederhananya begini. Alam semesta beserta isinya merupakan ciptaan Allah. Kalau bukan ciptaan Allah mustahil semua yang ada di alam ini berjalan dengan sendirinya tanpa ada hukum yang mengaturnya. Pada ciptaan itu Allah meletakkan suatu hukum sebab akibat yang sangat kompleks. Jadi masuk akal jika semua ciptaan Allah tunduk pada ketentuan Allah.

Ketundukan semua makhluk Allah adalah sesuatu yang jelas dan mudah dipahami. Berikut contohnya. Jika benih ditanam maka ia akan tumbuh. Jika air dipanaskan maka akan mendidih. Jika tanah digarap akan menumbuhkan tanaman. Jika besi dipanaskan maka akan meleleh. Begitu seterusnya. Semua makhluk Allah yang disebutkan tunduk pada ketentuan sebab akibat seperti dijelaskan. Namun Allah juga menghendaki, kadang hukum sebab akibat itu tidak berlaku. Ada benin yang tidak tumbuh ketika ditanam. Ada tanah yang tidak menumbuhkan apa-apa ketika digarap. Ada besi yang tidak melelh ketika dipanaskan, dan seterusnya.

Jika ada sebab tidak membawa akibat atau ada akibat tanpa sebab, manusia tidak perlu bingung. Menurut Ustadz Hamid Zarkasyi, ada dua kemungkinan: Pertama, Ada faktor lain dalam hukum Allah di alam semesta yang belum diketahui. Kedua, ada kehendak Allah yang tidak kita fahami karena semua benda di alam semesta ini tunduk, taat atau mengikuti hukum sebab-akibat yang ditetapkan oleh kehendak Allah. 

Dalam Al-Qur'an misalnya dikisahkan bahwa api tidak membakar Nabi Ibrahim 'alasihissalam, tanpa oksigen Nabi Yunus 'alaihissalam dapat hidup dalam perut ikan Paus, Ashabul Kahfi tidak mati meski tidur selama 300 tahun, dan seterusnya. Semua kejadian yang  bertentangan dengan hukum sebab akibat itu sebenarnya bukti nyata adanya kehendak Allah dalam menata hukum alam. Allah hendak menunjukan kepada hamba-Nya agar tidak hanya mempercayai hukum sebab sakibat itu tanpa mempercayai Allah.

Namun patut diingat bahwa ketundukan seluruh  makhluk termasuk manusia terhadap ketentuan hukum Allah di alam ini merupakan ketundukan yang sifatnya kauni (alami). Artinya rela atau terpaksa, mau tidak mau manusia sebagai ciptaan Allah mesti tunduk pada ketentuan tersebut. Ini adalah fitrah alami setiap manusia.

Akan tetapi hakikat ketundukan kepada Allah tidak cukup sekadar tunduk pada hukum kauni-Nya (hukum alam-Nya). Karena ketundukan pada level ini merupakan sesuatu yang alami pada setiap makhluk. Tapi ketundukan yang dikehendaki adalah tunduk para hukum dan aturan-Nya melalui petunjuk dan syariat-Nya. Inilah ketundukan yang dikehendaki yang menjadikan manusia Muslim mulia di sisi Allah Ta'ala. Yakni ketundukan yang diwujudkan dengan berbuat baik secara tulus dan ikhlas Lillahi Ta'ala. Allah berfirman:

"(Tidak demikian) bahkan barangsiapa yang menundukkan wajahnya (menyerahkan diri) kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Qs. Al-Baqarah:112).

Maksud ayat ini adalah, "bahwa yang akan selamat masuk surga hanyalah yang menundukkan wajahnya kepada Allah", kata Imam Al-Baghawi (1/93). Maksudnya, "mengikhlaskan amal ibadahnya serta tunduk dan merendahkan diri (tawadhu') kepada Allah. Lalu Imam Baghawi menjelaskan bahakan makna asal kata Islam adalah, "Berserah diri dan tunduk. Dikhususkan wajah karena ketika seseorang bermurah hati menundukan diri kepada Allah dengan wajahnya dalam sujud, maka dia tidak bakhil untuk menundukan diri dengan anggota tubuh lainnya".

Makna Islamul wajhi yang berarti ketundukan dalam mengikhlaskan ibadah kepada Allah juga terdapat dalam Surah Ali-Imran ayat 20. Ibn Katsir mengatakan bahwa maksud dari menundukkan wajah pada ayat tersebut adalah  mengikhlaskan ibadah  kepada Allah semata dan meyakini bahwa Allah tidak memiliki serikat dan tandingan serta tidak mempunyai istri dan anak.

Berislam adalah Berserah Diri

Berislam juga bermakna berserah diri. Yakni berserah diri kepada Allah tanpa protes dan tawar menawar. Kata aslama dalam Al-Qur'an selain bermakna tunduk juga bermakna berserah diri. Sebagaimana dalam surat Al-Baqarah ayat 112 dan 128, Ali Imran ayat 20 dan Al-An'am ayat 14 dan 162-163.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun