Ini adalah penegakan hukum pertama kasus kematian gajah yang pernah tercatat di Riau dan dengan hukuman tinggi karena pelaku dijerat dengan hukuman berlapis dengan penggunaan senjata api dan melawan petugas.
Tiga pelaku ditembak petugas kepolisian sektor Tambusai Utara dan mati sedangkan dua personil kepolisian mengalami cedera serius menghadapi pertarungan fisik terhadap pelaku yang menggunakan senjata tajam dan senjata api sebelum akhirnya perlawanan mereka berhasil dihentikan.Â
Harus menunggu 10 tahun kemudian hingga akhirnya ada proses pengadilan yang kembali menjatuhkan hukuman kepada pelaku pemburu gajah di Riau.Â
Pada awal Februari 2015, Enam pemburu bersenjata api diamankan oleh personil kepolisian dari Polda Riau di Kota Pekanbaru ketika tengah membawa hasil buruan sepasang gading dari wilayah konsesi PT. Arara Abadi di Kecamatan Pinggir, Bengkalis. Sementara 1 orang lagi yang menjadi penyokong dana dan pemilik senjata yang digunakan komplotan untuk berburu juga diamankan.
Dari penyidikan, komplotan juga diketahui telah melakukan perburuan di Kecamatan Langgam, Pelalawan, tidak jauh dari Taman Nasioan Tesso Nilo. Mereka berhasil menembak 2 ekor gajah jantan anak dan 1 betina dewasa dan mengamankan 2 pasang gading dan 1 pasang caling (mirip gading bagi gajah betina).Â
Namun sangat disayangkan, Pengadilan Negeri Bengkalis hanya memutus 1 tahun 1 bulan bagi eksekutor dan 1 tahun bagi penyokong dana dan pemilik senjata api. Sementara 5 lainnya divonis 1 tahun dan ada yang 10 bulan.
Dalam rentang waktu 10 tahun tersebut banyak sudah gajah yang menjadi korban namun tidak penegakan hukum yang berjalan. Kebanyakan  kasus terhenti pada proses awal dengan berbagai alasan.
Hukuman yang diharapkan dapat menjadi peringatan bagi orang-orang untuk tidak membunuh gajah tidak ada. Alasan ini juga yang menjadi pembenaran ketika terjadi konflik gajah-manusia dimana gajah  sehingga masyarakat mengorbankan gajah.
Menurut catatan WWF-Indonesia, 145 ekor gajah mati pada 2004 hingga 2014 di Riau yang sebagian besar karena konflik. Jumlah ini yang diketahui mungkin ada lagi yang tidak diketahui dan hanya yang terjadi di Riau. Kondisi yang sama juga terjadi di berbagai habitat gajah di provinsi lainnya.
Dalam rentang waktu 10 tahun setelahnya bisa jadi jumlah kematian lebih kecil atau lebih besar. Lebih kecil bisa jadi karena upaya yang dilakukan intensif untuk mencegah kematian gajah atau karena populasi gajah sendiri yang telah semakin sedikit.
Gajah memiliki nilai kearifan lokal dan sejarah bagi bangsa Indonesia. Orang Melayu menyebut gajah dengan Datuk Godang (besar). Datuk adalah sebutan untuk menghargaiorang yang dituakan.