Terkadang gajah juga diracun dengan menggunakan buah-buahan seperti nenas atau pun dengan jerat sling untuk menyakiti gajah. Di beberapa kejadian, anak-anak gajah ditemukan dalam keadaan kaki yang membusuk karena terkena jerat.
Kejadian seperti ini acap kali terjadi di Provinsi Riau dalam rentang waktu 2004 hingga 2018.  Seperti holocaust gajah karena kematian mereka beruntun dan tidak hanya satu gajah namun kadang  ditemukan tiga hingga 7 bangkai di suatu TKP yang sama.
Belum kelar petugas berwenang mengumpulkan data terkait kematian gajah yang satu, telah terjadi lagi kematian gajah lainnya. Bahkan kematian mereka baru diketahui setelah mereka menjadi tulang-belulang yang berarti peristiwanya telah terjadi dalam hitungan bulan.
Sungguh sangat ironi memang, di hamparan kawasan perkebunan yang kerap ada aktifitas manusia dan tentu saja ada patroli atau pengawasan dari pihak perusahaan, kematian gajah lambat diketahui.
Ada juga kematian gajah yang memanfaatkan situasi konflik manusia-gajah dengan menargetkan gading alias ada motif perburuan dengan menggunakan senjata api.Â
Pada 10 Mei 2006, otoritas dikejutkan dengan penemuan bangkai gajah di Desa Pontian Mekar, suatu desa yang berbatasan dengan bagian Selatan Taman Nasional Tesso Nilo di Riau.
Petugas menemukan sebuah proyektil di bagian kepala bangkai gajah yang diperkirakan telah mati lebih dari seminggu dengan lubang menganga bekas pengambilan sepasang gadingnya. Polisi melakukan penyidikan kasus ini termasuk uji lab proyektil tersebut namun hingga kini kasusnya tidak pernah terungkap.
Pergerakan gajah jantan sangat lincah dan dapat bereaksi lebih agresif karena itu bentuk kerusakan yang timbul pada lahan yang dilintasinya lebih besar. Gajah jantan juga dapat menyerang manusia karena merasa terganggu atau terkejut dengan aktifitas manusia.
Gadingnya menjadi incaran karena bernilai tinggi hingga puluhan juta bahkan ratusan juta di tangan kolektor. Jantan remaja akan memisahkan diri dari kelompoknya untuk hidup sendiri namun tetap memantau kelompok besarnya yang dipimpin oleh betina dewasa. Situasi masyarakat yang mengalami gangguan gajah dimanfaatkan oleh pemburu untuk menargetkan membunuh dan mengambil gading gajah.
Kematian gajah yang sia-sia alias tanpa penegakan hukum menjadi salah satu penyebab tingginya kematian gajah di Riau dan provinsi lainnya di Sumatera.
Di Riau, ratusan gajah mati sepanjang tahun 2000 hingga 2014 tanpa diikuti penegakan hukum kecuali satu kasus di tahun 2005 ketika Pengadilan Negeri Rokan Hulu menjatuhkan hukuman 12,5 tahun penjara kepada 1 orang pemburu yang telah menembak 3 ekor gajah jantan di Kecamatan Tambusai Utara bersama 3 orang rekannya.