Nicholas Negroponte bercerita dalam bukunya Being Digital, pergeseran dari fisik ke digital, dari atom menjadi bit yang kecil telah membuka jalan hidup yang lebih baru dan lebih cepat.
Kombinasi 0 dan 1 dapat bermutasi sekaligus bermigrasi dengan cara cepat. Inilah sifat Skalabilitas digital yang penting, sehingga konten digital: sangat mudah disalin, ditempelkan, diteruskan, diunggah, dan diturunkan --dan dapat dicari.Â
Dan hal ini terjadi dengan cepat, dimana kita tidak punya waktu untuk memilih kata-kata kita dengan hati-hati, merefleksikan, dan menyuntingnya sebelum menyampaikan pemikiran kita. Inilah masalah Hoax dan berita palsu, Karena tidak adanya "jeda berpikir" maka update, tweet, dan komentar bisa jadi salah tafsir.
Namun dengan Skalabilitas, dan kelenturannya , dunia digital telah melahirkan milyaran konten media sosial, media online , dan media digital lainnya, yang telah mendiskruptif semua tatanan kehidupan dengan perangkat hukum tidak sanggup mengejarnya.
Ini mengingatkan kita akan penjelasan James H. Moor seorang Profesor Filsafat Intelektual dan Moral di Dartmouth College, (2004) yang menyampaikan bahwa teknologi dengan segala kecanggihannya dan kecanggihannya, memunculkan dampak yang memungkinkan diluar kemampuan manusia untuk antisipasinya, baik hasil yang disebabkan teknologi itu sendiri maupun kepada pengguna teknologi itu yang semuanya memerlukan perhatian terhadap nilai-nilai etis.
Namun sebenarnya, permasalahan etis telah dan selalu muncul dalam setiap perkembangan teknologi, seperti disampaikan Herman T Tavani (2001) Profesor dari Rivier University. Tavani melihat permasalahan etis dalam phase perkembangan teknologi, yaitu;
Pertama, fase awal (tahap 0), diawal pengenalan "komputer" yang berkembang secara signifikan pada tahun 1940an, terutama saat ENIAC (Electronic Numerical Integrator and Calculator) USA- dan University of Pennsylvania, mengoperasionalkan komputer elektroniknya di 1946 - beberapa akademisi ilmu sosial humaniora, sudah dapat menggambarkan beberapa masalah sosial dan etika yang kemungkinan akan timbul sehubungan dengan komputasi dan teknologi computer tersebut.
Kedua, fase tahap 1 (1950-an dan 1960-an), dimana teknologi komputasi sebagian besar terdiri dari komputer mainframe besar, seperti ENIAC, namun "tidak terhubung" dan karenanya ada sebagai mesin yang berdiri sendiri, menimbulkan seperangkat set pertanyaan etis dan social, terutama dampak mesin komputasi sebagai "otak raksasa."
Pertanyaan etisnya adalah dapatkah mesin berpikir? Lalu bagaimana nasib para ilmuwan/akademisi dalam perkembangan dalam ilmu pengetahuan Jika mesin bisa menjadi entitas cerdas? Â
Apa artinya ini bagi perasaan kita? Apa artinya menjadi manusia? Satu set lain masalah etika dan sosial yang muncul selama Tahap 1 adalah kekhawatiran masalah ancaman privasi terkait database nasional di mana sejumlah besar informasi pribadi tentang warganya akan disimpan sebagai catatan elektronik, yang dapat  memantau dan mengendalikan tindakan warga biasa.
Ketiga, permasalahan etis yang ada pada Tahap 2 (1970 dan 1980an), dimana mesin komputasi dan perangkat komunikasi di sektor komersial mulai berkumpul, dan memasuki era jaringan komputer serta perkembangan komputer mainframe, minicomputer, mikrokomputer, dan komputer pribadi yang terhubung satu sama lain melalui satu atau lebih jaringan komputer milik pribadi sehingga informasi dapat dengan mudah dipertukarkan antara dan di antara database. Isu etisnya adalah makin meningkatnya kekhawatiran tentang privasi pribadi, kekayaan intelektual, dan kejahatan komputer.