Hari perlombaan tiba. Suasana aula sekolah penuh dengan sorak-sorai penonton. Aku dan teman-teman mendapat giliran tampil sebagai peserta nomor lima. Kelas 9F yang tampil pertama, berhasil menampilkan drama komedi. Dialog mereka penuh humor, disertai properti panggung yang sangat kreatif, seperti rumah mini yang bisa dibongkar pasang. Penonton terus tertawa sepanjang pertunjukan mereka. Aku merasa kami harus berusaha ekstra keras untuk bersaing dengan mereka.
Kelompok berikutnya, kelas 9H, naik ke panggung. Mereka tampil luar biasa dengan kostum tradisional lengkap dan tarian pembuka yang memukau. Salah satu aktris mereka, Liana, berhasil memainkan perannya dengan begitu emosional hingga banyak penonton yang menitikkan air mata. Penampilan mereka terasa seperti ancaman nyata bagi kami.
Saat nama kami dipanggil, aku melihat wajah tegang teman-temanku, terutama Sabila yang tampak gemetar.
"Sabila, tarik napas dalam-dalam. Kita sudah latihan keras. Percaya diri, oke?" bisikku, mencoba menenangkannya.
Kami naik ke panggung dengan hati berdebar. Di awal penampilan, aku bisa merasakan kegugupan kami, tetapi perlahan semuanya membaik. Salwa, yang biasanya pendiam, tiba-tiba menghidupkan suasana dengan improvisasi lucunya yang membuat penonton tertawa. Ayu tampil sangat memukau, sementara Rina, yang sempat diragukan, akhirnya mampu menghayati perannya dengan sempurna. Kekompakkan kami yang sempat goyah kini terasa utuh.
Namun, sebuah momen kritis terjadi di tengah penampilan. Lampu panggung tiba-tiba mati, menyisakan kami dalam kegelapan selama beberapa detik. Dalam kegelapan itu, aku mendengar suara pelan, seperti bisikan.
"Pergi... jangan ganggu..."
Aku merasakan tubuhku merinding. Tapi Ayu dengan sigap melanjutkan dialognya, diikuti oleh kami semua. Improvisasi itu berhasil mengalihkan perhatian dari gangguan teknis, dan kami mendapatkan tepuk tangan meriah.
Namun, ketegangan belum selesai di situ. Saat kami turun panggung, Bu Ellin datang dengan wajah khawatir. "Anak-anak, aku baru dapat kabar kalau ada isu dari panitia. Ada kelompok peserta lain yang mencoba mencuri naskah kita."
Aku terkejut mendengarnya. "Apa? Bagaimana mungkin?"
"Salah satu panitia menemukan salinan naskah kita di ruang penyimpanan, tapi aku sudah memastikan bahwa itu tidak bocor ke juri. Tetap tenang, ya," kata Bu Ellin.