Mohon tunggu...
Syaira Najlalivia
Syaira Najlalivia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa UPI Bandung

Saya adalah seseorang yang cenderung nyaman menikmati waktu sendiri atau bersama lingkaran kecil orang-orang terdekat. Sebagai seorang introvert, saya lebih suka suasana yang tenang dan mendalam untuk mengeksplorasi hobi serta minat saya. Hobi nonton film menunjukkan bahwa saya punya rasa ingin tahu yang tinggi terhadap cerita, ide, atau sudut pandang baru. Saya menyukai berbagai genre, mulai dari drama yang penuh emosi, petualangan yang seru, hingga film kuliner yang menggugah selera. Waktu menonton film bagi saya adalah momen relaksasi sekaligus cara untuk belajar hal-hal baru tanpa harus keluar dari zona nyaman. Ketertarikan saya pada konten kuliner menunjukkan apresiasi terhadap seni dan budaya makanan. Saya gemar menonton acara memasak, mencoba resep-resep baru, atau sekadar menikmati tayangan yang menampilkan makanan dengan visual yang menggiurkan. Kuliner bagi saya bukan sekadar makanan, tapi juga cerita di baliknya seperti tradisi, teknik memasak, atau eksplorasi rasa yang beragam.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Misteri Pentas Drama

24 Januari 2025   16:43 Diperbarui: 24 Januari 2025   16:43 40
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Semua awalnya ragu, tetapi akhirnya setuju. Kak Firda, alumni yang kini menjadi mahasiswa seni teater di ISBI Bandung, datang ke sekolah kami sore itu. Ia mendengarkan keluhan kami, lalu memberikan masukan yang tajam tetapi penuh motivasi.

"Kalian harus belajar mengendalikan emosi. Dalam seni peran, kekompakkan itu nomor satu," nasihat Kak Firda di sela latihan terakhir. Kami semua terdiam, merasa bersalah atas konflik yang sempat terjadi.

Kak Firda membantu kami memperbaiki teknik peran, intonasi, dan penghayatan. Ia juga mengajarkan bagaimana menghadapi gugup di atas panggung. Dengan semangat baru, kami kembali fokus dan berhasil menyelesaikan latihan terakhir dengan baik.

Namun, malam sebelum perlombaan, sebuah insiden terjadi. Kostum yang sudah kami siapkan tiba-tiba rusak karena terkena air hujan saat disimpan di rumah Sabila. Panik melanda. Kami bahkan sempat berpikir untuk mundur dari perlombaan.

"Ini salahku! Aku lupa menutup jendela!" ujar Sabila sambil menangis.

"Kita tidak bisa menyalahkanmu, Sab," ujar Ayu, mencoba menenangkan. "Lebih baik kita pikirkan solusi."

Dengan bantuan Bu Ellin, wali kelas kami, kami berhasil menemukan penjahit yang bersedia memperbaiki kostum hingga larut malam. Walaupun lelah, kami merasa lega.

Namun, ada kejadian aneh saat kami memeriksa kostum itu di ruang kelas malam harinya. Ketika membuka salah satu kostum utama, aku menemukan secarik kertas tua yang kusam di balik lipatan kain. Tulisan di atasnya seperti mantra yang tidak aku mengerti.

"Apa ini?" tanyaku sambil menunjukkan kertas itu ke teman-teman. Rina bergidik.

"Kertas itu... aku merasa pernah melihatnya. Tapi aku lupa di mana," katanya pelan.

Kami mengabaikan hal itu dan tetap melanjutkan persiapan. Tapi, saat malam semakin larut, aku mulai merasa ada yang aneh. Di sudut ruang kelas, bayangan seseorang terlihat berdiri diam. Saat aku menoleh ke sana, bayangan itu menghilang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun