Mohon tunggu...
Syaiful Anwar
Syaiful Anwar Mohon Tunggu... Dosen - Dosen FEB Universitas Andalas Kampus Payakumbuh

Cara asik belajar ilmu ekonomi www.unand.ac.id - www.eb.unand.ac.id https://bio.link/institutquran

Selanjutnya

Tutup

Analisis Artikel Utama

Kepercayaan Publik terhadap Sistem Pemilihan Kepala Daerah oleh DPRD

6 Januari 2025   20:48 Diperbarui: 7 Januari 2025   13:10 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Proses pelipatan surat suara pemilu. (Foto: KOMPAS/RADITYA HELABUMI) 

Sistem pemilihan kepala daerah (pilkada) di Indonesia telah mengalami berbagai perubahan sejak awal pelaksanaannya. Salah satu yang paling kontroversial adalah wacana kembali ke mekanisme pemilihan kepala daerah melalui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). 

Sistem ini sempat diterapkan pada masa Orde Baru, tetapi kemudian digantikan dengan pemilihan langsung oleh rakyat pasca reformasi. 

Kini, ketika gagasan ini muncul kembali, pertanyaan yang mendasar adalah: bagaimana kepercayaan publik terhadap sistem pemilihan kepala daerah oleh DPRD?

Sejarah Sistem Pemilihan Kepala Daerah

Pada masa Orde Baru, kepala daerah dipilih oleh DPRD. Sistem ini dianggap efisien, tetapi dalam praktiknya, cenderung menjadi alat kepentingan politik pusat. 

Reformasi tahun 1998 membawa perubahan besar, termasuk penerapan pilkada langsung pada tahun 2005. Sistem ini bertujuan meningkatkan partisipasi rakyat dan memastikan pemimpin yang dipilih lebih mewakili kehendak masyarakat.

Namun, pilkada langsung juga membawa tantangan seperti politik uang, konflik sosial, hingga beban anggaran yang besar. Dalam konteks ini, wacana pengembalian pemilihan kepala daerah oleh DPRD muncul sebagai solusi untuk mengatasi persoalan-persoalan tersebut.

Keunggulan dan Kritik terhadap Sistem oleh DPRD

Pendukung sistem pemilihan oleh DPRD sering mengajukan beberapa argumen utama. Pertama, sistem ini lebih hemat anggaran karena tidak melibatkan proses kampanye yang besar-besaran. 

Kedua, risiko konflik horizontal yang sering terjadi dalam pilkada langsung dapat diminimalisasi. Ketiga, sistem ini dinilai dapat memperkuat peran partai politik dalam mengawal demokrasi, dengan harapan bahwa kepala daerah yang terpilih adalah tokoh yang kompeten dan dapat bekerja sama dengan DPRD.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun