Kenya sering disebut sebagai "Silicon Savannah" karena kemajuan pesatnya dalam teknologi digital, khususnya di sektor fintech. Meskipun sumber daya untuk riset dan pengembangan masih terbatas, Kenya telah membuktikan bahwa inovasi berbasis riset dapat berkembang di negara berkembang, terutama melalui teknologi digital.
M-Pesa, sistem pembayaran seluler yang lahir dari riset dan pengembangan lokal, menjadi contoh nyata bagaimana inovasi berbasis riset dapat memecahkan masalah unik yang dihadapi masyarakat di negara berkembang. M-Pesa kini menjadi alat pembayaran utama bagi jutaan warga Kenya yang sebelumnya tidak memiliki akses ke layanan perbankan konvensional. Keberhasilan M-Pesa tidak hanya menciptakan dampak sosial yang besar, tetapi juga menjadi model bagi negara-negara lain di Afrika dan Asia untuk mendorong inovasi berbasis riset di sektor fintech.
Selain M-Pesa, ekosistem startup di Kenya terus berkembang dengan dukungan dari lembaga-lembaga seperti iHub dan Nailab, yang menyediakan platform bagi wirausahawan berbasis riset untuk mengembangkan ide-ide inovatif. Meskipun tantangan seperti akses ke pendanaan tahap awal dan infrastruktur teknologi masih ada, Kenya telah menunjukkan bahwa inovasi berbasis riset dapat berkembang di negara berkembang dengan memanfaatkan teknologi digital dan dukungan dari komunitas inovasi lokal.
Tantangan dan Peluang di Negara Berkembang
Meskipun ada beberapa contoh sukses, negara berkembang masih menghadapi tantangan besar dalam mendorong kewirausahaan berbasis riset. Beberapa tantangan utama yang dihadapi antara lain:
- Terbatasnya Infrastruktur Riset: Banyak negara berkembang tidak memiliki infrastruktur yang memadai untuk mendukung riset dan inovasi. Universitas dan lembaga penelitian sering kekurangan dana, fasilitas, dan tenaga ahli yang diperlukan untuk mengembangkan penelitian berkualitas tinggi.
- Akses Terbatas ke Pendanaan: Modal ventura dan sumber pendanaan lain sering kali sulit diakses oleh wirausahawan berbasis riset di negara berkembang. Sektor swasta di negara berkembang cenderung enggan mengambil risiko dalam mendanai inovasi berbasis riset, sementara pemerintah belum cukup memberikan insentif.
- Kurangnya Kolaborasi antara Akademisi dan Industri: Di banyak negara berkembang, kolaborasi antara universitas, lembaga riset, dan industri masih sangat terbatas. Tidak ada platform yang kuat untuk mentransfer hasil penelitian akademis ke dunia usaha, yang pada akhirnya menghambat perkembangan inovasi berbasis riset.
Namun, di balik tantangan ini, terdapat peluang besar yang bisa dimanfaatkan:
- Pemanfaatan Teknologi Digital: Teknologi digital telah memungkinkan negara berkembang untuk melompati tahap-tahap tertentu dalam pembangunan infrastruktur inovasi. Dengan akses yang semakin mudah ke informasi dan teknologi, negara berkembang memiliki kesempatan besar untuk menciptakan solusi inovatif yang berbasis riset.
- Potensi Pasar Lokal: Negara berkembang memiliki banyak masalah sosial dan ekonomi yang unik, yang bisa diatasi melalui inovasi berbasis riset. Ini memberikan peluang bagi wirausahawan untuk menciptakan solusi yang tidak hanya memiliki dampak lokal tetapi juga bisa diekspor ke pasar global.
- Dukungan dari Komunitas Internasional: Banyak lembaga internasional, seperti Bank Dunia dan UNDP, telah memberikan dukungan finansial dan teknis untuk mendorong kewirausahaan berbasis riset di negara berkembang. Dukungan ini, jika dikelola dengan baik, bisa menjadi pendorong signifikan bagi pertumbuhan inovasi di negara-negara ini.
Langkah-Langkah yang Perlu Dilakukan
Untuk mendorong lahirnya research-based entrepreneur di negara berkembang, ada beberapa langkah strategis yang perlu dilakukan:
- Investasi dalam Pendidikan dan Riset: Pemerintah negara berkembang perlu meningkatkan investasi dalam pendidikan tinggi dan riset. Selain itu, perlu ada dukungan yang lebih besar untuk program-program yang menghubungkan universitas dengan industri.
- Peningkatan Akses ke Pendanaan: Perlu adanya kebijakan yang mendorong investasi modal ventura di sektor inovasi berbasis riset. Insentif pajak, skema pinjaman lunak, dan program dukungan startup bisa menjadi solusi untuk mengatasi masalah akses pendanaan.
- Membangun Ekosistem Inovasi yang Kolaboratif: Negara berkembang harus menciptakan ekosistem inovasi yang memungkinkan kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan industri. Ini bisa dilakukan dengan menciptakan pusat-pusat inovasi dan inkubator yang didedikasikan untuk mendukung wirausahawan berbasis riset.
Negara berkembang memiliki potensi besar untuk melahirkan research-based entrepreneur yang dapat menciptakan dampak ekonomi dan sosial yang signifikan. Meskipun tantangannya banyak, dengan pendekatan yang tepat, negara-negara ini bisa memanfaatkan inovasi berbasis riset untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Contoh-contoh dari India, Brasil, dan Kenya menunjukkan bahwa dengan dukungan yang tepat, inovasi berbasis riset dapat berkembang pesat, bahkan di negara-negara yang memiliki keterbatasan sumber daya.
Melahirkan Research-Based Entrepreneur: Tantangan dan Peluang di Negara-Negara Terbelakang
Negara-negara terbelakang menghadapi tantangan besar dalam mendorong inovasi dan kewirausahaan berbasis riset. Di tengah ketertinggalan dalam infrastruktur, pendidikan, dan teknologi, sering kali muncul pertanyaan: Apakah mungkin negara-negara ini mampu melahirkan research-based entrepreneur yang berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi? Jawaban singkatnya adalah: Ya, tetapi dengan syarat adanya perubahan mendasar dalam kebijakan, pendekatan, dan sumber daya yang tersedia.