Ekonomi digital telah menjadi motor penggerak utama dalam transformasi ekonomi global. Konsep ini mencakup segala aktivitas ekonomi yang terkait dengan penggunaan teknologi digital, seperti internet, komputer, dan perangkat mobile. Bagi negara-negara berkembang, ekonomi digital menjanjikan peluang besar untuk pertumbuhan ekonomi yang inklusif, namun juga menghadirkan sejumlah tantangan yang perlu diatasi.
Ekonomi digital merupakan fenomena yang berkembang pesat dalam era globalisasi saat ini. Konsep ini merujuk pada segala aktivitas ekonomi yang terhubung dengan penggunaan teknologi digital, seperti internet, perangkat mobile, dan komputer. Bagi negara berkembang, pemahaman mendalam mengenai ekonomi digital sangat penting karena potensinya dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi, inklusi sosial, dan pembangunan yang berkelanjutan.
Definisi Ekonomi Digital
Ekonomi digital melibatkan berbagai kegiatan ekonomi yang menggunakan teknologi digital sebagai sarana utama, seperti e-commerce, fintech, layanan digital, dan platform berbagi ekonomi. Ini mencakup transaksi, distribusi, dan konsumsi barang dan jasa yang dilakukan secara online.
Jenis Ekonomi Digital
- E-commerce: Transaksi jual beli barang dan jasa secara online melalui platform elektronik seperti situs web dan aplikasi.
- Fintech: Inovasi teknologi dalam industri keuangan, seperti pembayaran digital, pinjaman daring, dan manajemen keuangan berbasis aplikasi.
- Layanan Digital: Penyediaan layanan berbasis internet, seperti streaming video, musik, dan perangkat lunak sebagai layanan (SaaS).
- Platform Berbagi Ekonomi: Model bisnis di mana individu atau perusahaan menggunakan platform digital untuk berbagi barang, jasa, atau sumber daya, seperti ridesharing dan homestay.
Bentuk Ekonomi Digital
Ekonomi digital dapat mengambil berbagai bentuk, termasuk:
- Bisnis ke Konsumen (B2C): Penjualan langsung dari perusahaan kepada konsumen melalui platform online.
- Bisnis ke Bisnis (B2B): Transaksi antara perusahaan menggunakan platform elektronik.
- Konsumen ke Konsumen (C2C): Pertukaran barang dan jasa antara individu melalui platform online.
- Ekonomi Berbagi: Kolaborasi antara individu untuk menggunakan atau membagikan sumber daya melalui platform digital.
Contoh Ekonomi Digital bagi Negara Berkembang
- Bukalapak: Platform e-commerce yang memungkinkan pelaku usaha kecil dan menengah di Indonesia untuk menjual produk mereka secara online kepada konsumen lokal maupun internasional.
- Gojek: Layanan aplikasi yang menyediakan berbagai layanan transportasi, pengiriman makanan, pembayaran digital, dan layanan lainnya di Indonesia dan negara-negara lainnya di Asia Tenggara.
- Paytm: Platform fintech di India yang menyediakan layanan pembayaran digital, pinjaman, dan investasi kepada pengguna di seluruh negeri.
- Netflix: Layanan streaming video yang memungkinkan pengguna di seluruh dunia untuk menonton berbagai konten audio visual melalui internet.
Pentingnya Ekonomi Digital bagi Negara Berkembang
Ekonomi digital memiliki peran penting dalam membantu negara-negara berkembang mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Berikut adalah beberapa alasan mengapa ekonomi digital penting bagi negara berkembang:
- Meningkatkan Akses pasar: Memungkinkan pelaku usaha kecil dan menengah untuk mengakses pasar global melalui platform e-commerce dan layanan digital lainnya.
- Peningkatan Efisiensi: Mengurangi biaya transaksi dan meningkatkan efisiensi operasional melalui otomatisasi dan digitalisasi proses bisnis.
- Pembangunan Inklusif: Memberdayakan masyarakat yang sebelumnya tidak terlayani oleh ekonomi formal, seperti petani kecil dan pedagang kaki lima, untuk terlibat dalam aktivitas ekonomi.
- Inovasi dan Kreativitas: Mendorong inovasi dan kreativitas melalui kolaborasi antara pelaku usaha, pengembang teknologi, dan konsumen.
Dalam konteks negara berkembang, ekonomi digital bukan hanya merupakan alat untuk pertumbuhan ekonomi, tetapi juga sebagai sarana untuk mengurangi kesenjangan sosial dan ekonomi serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Salah satu peluang utama yang ditawarkan oleh ekonomi digital bagi negara berkembang adalah akses pasar global yang lebih luas. Dengan infrastruktur teknologi yang semakin terjangkau dan tersedia, perusahaan-perusahaan kecil dan menengah di negara-negara berkembang dapat mengakses pasar internasional dengan lebih mudah melalui platform e-commerce dan layanan online lainnya. Hal ini dapat meningkatkan ekspor barang dan jasa mereka, serta mengurangi ketergantungan pada pasar lokal yang mungkin terbatas.
Ekonomi digital membuka pintu bagi negara-negara berkembang untuk mengakses pasar global dengan lebih luas dan mudah daripada sebelumnya. Konsep ini didorong oleh teori perdagangan internasional, terutama konsep keunggulan komparatif oleh David Ricardo, yang menyatakan bahwa setiap negara memiliki keunggulan dalam produksi suatu barang atau jasa tertentu.Â
Dalam konteks ekonomi digital, keunggulan komparatif dapat diperluas melalui pemanfaatan teknologi digital untuk memasarkan produk dan jasa ke pasar global.
Salah satu cara utama di mana ekonomi digital memperluas akses pasar global bagi negara berkembang adalah melalui platform e-commerce. Platform seperti Amazon, Alibaba, dan eBay memungkinkan produsen dari negara-negara berkembang untuk menjual produk mereka secara langsung kepada konsumen di seluruh dunia. Ini memberikan kesempatan yang sama bagi produsen kecil dan menengah di negara berkembang untuk bersaing secara global dengan perusahaan besar.
Teori "New Trade Theory" oleh Paul Krugman juga mendukung gagasan bahwa ekonomi digital dapat membuka akses pasar global yang lebih luas. Teori ini menyoroti pentingnya skala ekonomi dan diferensiasi produk dalam perdagangan internasional. Melalui platform e-commerce dan teknologi digital lainnya, produsen di negara berkembang dapat mencapai efisiensi skala yang lebih besar dalam produksi dan distribusi produk mereka, serta menghasilkan produk yang lebih diferensiasi untuk memenuhi kebutuhan pasar global yang beragam.
Selain itu, ekonomi digital juga mengurangi hambatan perdagangan yang ada dalam perdagangan internasional. Konsep "borderless economy" dalam ekonomi digital menghapus batasan geografis dan birokrasi yang seringkali menjadi hambatan dalam perdagangan internasional tradisional. Hal ini memungkinkan perusahaan dari negara berkembang untuk mengirimkan produk mereka ke pasar global dengan lebih cepat dan efisien, tanpa perlu khawatir tentang proses pengiriman dan kepabeanan yang rumit.
Contoh nyata dari peluang akses pasar global dalam ekonomi digital bagi negara berkembang adalah suksesnya perusahaan teknologi India seperti Tata Consultancy Services (TCS) dan Infosys dalam menyediakan layanan IT dan konsultasi ke perusahaan-perusahaan di seluruh dunia. Melalui pemanfaatan teknologi digital, perusahaan-perusahaan ini mampu mengakses pasar global dan bersaing dengan perusahaan-perusahaan teknologi besar dari negara maju.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa ekonomi digital memberikan peluang yang signifikan bagi negara berkembang untuk mengakses pasar global yang lebih luas.Â
Melalui pemanfaatan teknologi digital, negara-negara berkembang dapat memperluas jangkauan produk dan jasa mereka ke pasar global, meningkatkan daya saing mereka dalam perdagangan internasional, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Teori ekonomi perdagangan internasional, khususnya teori keunggulan komparatif oleh David Ricardo, mendukung gagasan bahwa ekonomi digital dapat menjadi sarana bagi negara berkembang untuk meningkatkan spesialisasi produksi mereka dalam sektor-sektor di mana mereka memiliki keunggulan komparatif.Â
Dengan memanfaatkan teknologi digital, negara-negara berkembang dapat fokus pada produksi barang dan jasa yang lebih cocok dengan sumber daya dan keterampilan yang dimiliki, sehingga meningkatkan daya saing global mereka.
Teori keunggulan komparatif oleh David Ricardo adalah salah satu landasan utama dalam ekonomi perdagangan internasional yang menjelaskan mengapa negara-negara bisa mendapatkan manfaat dari perdagangan, bahkan jika salah satu negara lebih efisien dalam memproduksi semua barang daripada yang lain. Teori ini menyatakan bahwa negara seharusnya fokus pada produksi barang dan jasa di mana mereka memiliki keunggulan komparatif, yaitu kemampuan untuk memproduksi barang dengan biaya oportunis yang lebih rendah dibandingkan dengan negara lain.
Dalam konteks ekonomi digital, teori keunggulan komparatif tetap relevan. Ekonomi digital memperluas cakupan keunggulan komparatif dengan memungkinkan negara berkembang untuk memanfaatkan teknologi digital dalam produksi barang dan jasa di mana mereka memiliki keunggulan komparatif. Misalnya, negara-negara berkembang yang memiliki sumber daya manusia yang terampil namun biaya tenaga kerja relatif rendah dapat memanfaatkan teknologi digital dalam sektor jasa seperti layanan TI, pelayanan pelanggan, atau pengembangan perangkat lunak.
Penerapan teknologi digital dalam produksi juga dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas, yang pada gilirannya dapat memperkuat keunggulan komparatif suatu negara dalam sektor-sektor tertentu.Â
Teknologi digital dapat mengurangi biaya produksi, mempercepat proses, dan meningkatkan kualitas produk, sehingga membuatnya lebih kompetitif di pasar internasional.Â
Sebagai contoh, negara berkembang yang memiliki keunggulan komparatif dalam produksi produk pertanian dapat memanfaatkan teknologi digital untuk meningkatkan efisiensi pertanian, manajemen rantai pasokan, dan distribusi produk pertanian mereka ke pasar global.
Selain itu, ekonomi digital juga memungkinkan negara berkembang untuk memperluas keunggulan komparatif mereka ke sektor-sektor yang sebelumnya tidak terjangkau atau kurang bersaing dalam perdagangan internasional. Misalnya, negara berkembang yang memiliki kekayaan budaya dan kreativitas dapat memanfaatkan platform digital untuk mempromosikan dan mendistribusikan karya seni, desain, musik, dan konten digital lainnya ke pasar global.
Dengan demikian, teori keunggulan komparatif oleh David Ricardo mendukung gagasan bahwa ekonomi digital dapat menjadi sarana bagi negara berkembang untuk meningkatkan spesialisasi produksi mereka dalam sektor-sektor di mana mereka memiliki keunggulan komparatif.Â
Melalui pemanfaatan teknologi digital, negara-negara berkembang dapat meningkatkan daya saing mereka dalam perdagangan internasional, memperluas cakupan keunggulan komparatif, dan meningkatkan kesejahteraan ekonomi mereka secara keseluruhan.
Namun demikian, ekonomi digital juga membawa sejumlah tantangan bagi negara-negara berkembang. Salah satunya adalah kesenjangan digital yang dapat memperdalam kesenjangan ekonomi dan sosial antara mereka yang memiliki akses dan kemampuan untuk memanfaatkan teknologi digital, dan mereka yang tidak. Tantangan ini dapat memperlambat inklusi digital dan menghambat pertumbuhan ekonomi yang merata.
Kesenjangan digital merupakan salah satu tantangan utama yang dihadapi oleh negara-negara berkembang dalam era ekonomi digital. Konsep ini merujuk pada kesenjangan yang terjadi antara individu, komunitas, atau negara yang memiliki akses dan kemampuan untuk memanfaatkan teknologi digital, dan mereka yang tidak. Dalam konteks ekonomi, kesenjangan digital dapat memperdalam ketimpangan ekonomi dan sosial antara mereka yang dapat mengambil manfaat dari revolusi digital dan mereka yang tertinggal.
Teori ekonomi pembangunan menyoroti pentingnya inklusi digital dalam mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Ketimpangan dalam akses dan pemanfaatan teknologi digital dapat menghambat kemampuan individu dan komunitas untuk mengakses peluang ekonomi, pendidikan, layanan kesehatan, dan informasi yang penting. Hal ini dapat memperkuat siklus kemiskinan dan ketidaksetaraan ekonomi dalam jangka panjang.
Salah satu penyebab utama kesenjangan digital adalah kurangnya akses terhadap infrastruktur teknologi, seperti internet dan perangkat komputer. Di negara-negara berkembang, infrastruktur yang kurang berkembang, biaya tinggi, dan keterbatasan akses geografis seringkali menjadi hambatan utama dalam menyediakan akses internet yang terjangkau dan berkualitas bagi seluruh populasi. Teori ekonomi kesejahteraan menyoroti pentingnya investasi publik dalam infrastruktur teknologi sebagai sarana untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Selain itu, kurangnya literasi digital dan keterampilan teknologi juga merupakan faktor penting dalam meningkatkan kesenjangan digital. Individu dan komunitas yang kurang terampil dalam menggunakan teknologi digital cenderung tertinggal dalam mengambil manfaat dari peluang ekonomi dan sosial yang disediakan oleh ekonomi digital. Oleh karena itu, pendidikan dan pelatihan keterampilan digital menjadi kunci dalam mengatasi kesenjangan digital ini.
Perbedaan dalam akses ke teknologi digital juga dapat memperdalam kesenjangan antara perkotaan dan pedesaan di negara-negara berkembang. Perkotaan cenderung memiliki akses internet yang lebih baik dan lebih terjangkau, sementara pedesaan seringkali menghadapi tantangan dalam hal infrastruktur dan konektivitas.Â
Teori geografi ekonomi menyoroti pentingnya kebijakan yang berorientasi pada pengembangan regional dan inklusi wilayah dalam memastikan bahwa manfaat ekonomi dari teknologi digital dapat dirasakan secara merata di seluruh negeri.
Dalam menghadapi tantangan kesenjangan digital, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil menjadi kunci. Kebijakan yang holistik dan terpadu diperlukan untuk meningkatkan akses internet, memperluas literasi digital, dan mengurangi ketimpangan ekonomi dan sosial.Â
Hanya dengan upaya bersama yang komprehensif, negara-negara berkembang dapat mengatasi kesenjangan digital dan memastikan bahwa semua orang dapat mengambil manfaat dari ekonomi digital yang semakin berkembang.
Teori ekonomi pembangunan menunjukkan bahwa ketidaksetaraan dalam akses dan pemanfaatan teknologi dapat menghambat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Oleh karena itu, negara-negara berkembang perlu mengadopsi kebijakan yang mendukung inklusi digital, seperti investasi dalam infrastruktur teknologi, pelatihan keterampilan digital, dan regulasi yang mempromosikan persaingan yang sehat di pasar digital.
Teori ekonomi pembangunan menyoroti pentingnya pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun, ketika ada ketidaksetaraan dalam akses dan pemanfaatan teknologi, pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan dapat terhambat. Konsep ini didukung oleh berbagai teori ekonomi, termasuk teori pertumbuhan endogen dan teori pembangunan berkelanjutan.
Teori pertumbuhan endogen menekankan peran teknologi dalam mendorong pertumbuhan ekonomi jangka panjang. Namun, ketika hanya sebagian kecil dari populasi yang memiliki akses dan kemampuan untuk memanfaatkan teknologi, potensi pertumbuhan ekonomi tidak dapat direalisasikan sepenuhnya.Â
Hal ini karena teknologi memiliki efek spillover yang signifikan, di mana peningkatan dalam inovasi dan produktivitas di satu sektor dapat memengaruhi pertumbuhan di sektor-sektor lainnya. Ketidaksetaraan dalam akses teknologi menghambat penyebaran efek spillover ini dan menghambat pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Teori pembangunan berkelanjutan menekankan pentingnya pengembangan ekonomi yang tidak hanya memperhitungkan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga aspek-aspek sosial, lingkungan, dan institusi. Ketika hanya segelintir orang yang memiliki akses dan kemampuan untuk memanfaatkan teknologi, pertumbuhan ekonomi yang terjadi cenderung tidak berkelanjutan karena meningkatkan kesenjangan sosial dan mengabaikan kebutuhan dan hak asasi manusia yang mendasar.
Dampak ketidaksetaraan dalam akses dan pemanfaatan teknologi juga dapat terlihat dalam beberapa indikator pembangunan manusia, seperti tingkat pendidikan, kesehatan, dan kemiskinan. Negara-negara dengan kesenjangan digital yang besar cenderung memiliki tingkat pendidikan dan kesehatan yang lebih rendah, serta tingkat kemiskinan yang lebih tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa ketidaksetaraan dalam akses teknologi dapat menjadi hambatan nyata dalam mencapai pembangunan manusia yang berkelanjutan.
Untuk mengatasi tantangan ini, pemerintah perlu mengadopsi kebijakan yang mendukung inklusi digital dan mengurangi kesenjangan akses teknologi. Investasi dalam infrastruktur teknologi, pendidikan digital, pelatihan keterampilan, dan kebijakan yang mempromosikan akses internet yang terjangkau dan berkualitas perlu diperkuat.Â
Selain itu, kerja sama antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil juga penting dalam memastikan bahwa manfaat dari teknologi digital dapat dinikmati secara merata oleh seluruh populasi.
Dengan demikian, teori ekonomi pembangunan menyoroti bahwa ketidaksetaraan dalam akses dan pemanfaatan teknologi dapat menghambat pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Hanya dengan mengatasi kesenjangan digital dan memastikan inklusi digital yang lebih luas, negara-negara dapat mencapai pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Selain itu, ekonomi digital juga menghadirkan tantangan dalam hal perlindungan konsumen dan privasi data. Dalam lingkungan yang semakin terhubung secara digital, risiko keamanan dan privasi menjadi semakin besar. Negara-negara berkembang perlu memperkuat kerangka regulasi mereka untuk melindungi konsumen dan data pribadi dari penyalahgunaan oleh perusahaan teknologi dan pihak lainnya.
Di tengah pesatnya perkembangan ekonomi digital, perlindungan konsumen dan privasi data menjadi tantangan yang semakin mendesak untuk diselesaikan. Dalam perspektif ekonomi, perlindungan konsumen dan privasi data penting karena keduanya memengaruhi perilaku konsumen, kepercayaan dalam sistem ekonomi, dan efisiensi pasar.
Salah satu teori ekonomi yang relevan dalam konteks ini adalah teori asimetri informasi oleh George Akerlof, Michael Spence, dan Joseph Stiglitz. Teori ini menyatakan bahwa asimetri informasi antara pelaku pasar dapat menghasilkan hasil pasar yang tidak efisien, di mana konsumen mungkin tidak memiliki akses atau pemahaman yang cukup tentang produk atau layanan yang mereka beli. Dalam konteks ekonomi digital, asimetri informasi dapat timbul karena kurangnya transparansi tentang bagaimana data konsumen digunakan atau dijual oleh perusahaan teknologi.
Tantangan perlindungan konsumen dalam ekonomi digital meliputi praktik-praktik bisnis yang tidak etis, seperti penipuan online, penjualan produk palsu, dan praktik tarif yang tidak jelas. Selain itu, kebocoran data dan pelanggaran privasi dapat memberikan dampak serius terhadap konsumen, baik secara finansial maupun emosional. Ini dapat mengurangi kepercayaan konsumen dalam ekonomi digital dan menghambat pertumbuhan bisnis online secara keseluruhan.
Perlindungan privasi data juga menjadi isu penting dalam ekonomi digital. Teori ekonomi perilaku menunjukkan bahwa kepercayaan konsumen dalam perlindungan privasi data mereka dapat memengaruhi keputusan mereka dalam menggunakan layanan digital dan berbagi informasi pribadi. Jika konsumen merasa bahwa data pribadi mereka tidak aman atau tidak dijaga privasinya, mereka mungkin enggan untuk menggunakan layanan online atau melakukan transaksi secara digital.
Tantangan ini mendorong perlunya regulasi yang kuat untuk melindungi konsumen dan privasi data dalam ekonomi digital. Regulasi yang efektif harus memastikan bahwa perusahaan mematuhi standar etika dan prinsip-prinsip perlindungan konsumen dan privasi data. Selain itu, pendidikan konsumen juga penting untuk meningkatkan kesadaran tentang risiko dan hak mereka dalam ekonomi digital.
Dengan mengatasi tantangan perlindungan konsumen dan privasi data, ekonomi digital dapat mencapai pertumbuhan yang lebih berkelanjutan dan inklusif. Konsumen yang merasa aman dan dilindungi akan lebih cenderung untuk terlibat dalam transaksi online dan menggunakan layanan digital, yang pada gilirannya dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan.
Dalam menghadapi tantangan-tantangan ini, kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil menjadi kunci. Negara-negara berkembang perlu membangun ekosistem yang mendukung inovasi digital sambil tetap memastikan bahwa manfaatnya dapat dinikmati secara merata oleh seluruh masyarakat.
Dengan demikian, ekonomi digital menawarkan peluang besar bagi negara-negara berkembang untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan inklusi sosial. Namun, untuk mengambil manfaat sepenuhnya dari revolusi digital ini, mereka perlu mengatasi sejumlah tantangan yang kompleks melalui kebijakan yang cerdas dan kolaborasi lintas sektor yang kuat.
Referensi
- Top of Form
- Acemoglu, D., & Robinson, J. A. (2012). Why Nations Fail: The Origins of Power, Prosperity, and Poverty. Crown Business.
- Acquisti, A., & Varian, H. R. (2005). Conditioning Prices on Purchase History. Marketing Science, 24(3), 367-381.
- Akerlof, G. A. (1970). The Market for 'Lemons': Quality Uncertainty and the Market Mechanism. The Quarterly Journal of Economics, 84(3), 488-500.
- Austrade. (2023). Digital Economy. Diakses dari https://www.austrade.gov.au/international/invest/why-australia/industries/digital-economy
- Baldwin, R., & Wyplosz, C. (2020). Ekonomi Internasional: Teori dan Kebijakan. Jakarta: Salemba Empat.
- Bhagwati, J., Panagariya, A., & Srinivasan, T. N. (1998). Lectures on International Trade. MIT Press.
- European Union Agency for Cybersecurity. (2023). Annual Cybersecurity Report 2023. Diakses dari https://www.enisa.europa.eu/publications/annual-cybersecurity-report-2023
- IMF. (2023). World Economic Outlook Database. Diakses dari https://www.imf.org/external/pubs/ft/weo/2023/02/weodata/index.aspx
- Krugman, P. (1980). Scale Economies, Product Differentiation, and the Pattern of Trade. The American Economic Review, 70(5), 950-959.
- O'Neill, S. (2019). Digital Economics. MIT Press.
- Ricardo, D. (1817). On the Principles of Political Economy and Taxation. London: John Murray.
- Romer, P. M. (1986). Increasing Returns and Long-Run Growth. The Journal of Political Economy, 94(5), 1002-1037.
- Stiglitz, J. E. (2000). The Contributions of the Economics of Information to Twentieth Century Economics. The Quarterly Journal of Economics, 115(4), 1441-1478.
- UNCTAD. (2022). Digital Economy Report 2022. Diakses dari https://unctad.org/system/files/official-document/der2022_overview_en.pdf
- United Nations Development Programme. (2023). Human Development Report 2023. Diakses dari http://hdr.undp.org/sites/default/files/hdr2023.pdf
- World Bank. (2022). World Development Indicators. Diakses dari https://databank.worldbank.org/source/world-development-indicators
- World Bank. (2023). World Development Report 2023: Digital Dividends. Washington, DC: World Bank.
- World Trade Organization. (2022). World Trade Statistical Review. Diakses dari https://www.wto.org/english/res_e/statis_e/wts2022_e/wts22_toc_e.htm
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI